Pertemuan pertama

Siang tadi aku menelepon Arman. Kami sepakat untuk bertemu di lobby Hilton Hotel besok, jam 15.00. Aku sudah tidak sabar menunggu saat-saat pertemuan kami yang pertama. Gambaran dirinya adalah idamanku, tinggi, badan atletis, berkumis tebal, rambut pendek dan macho. Semoga dia belum punya pacar.

Keesokan harinya, sejak pagi aku gelisah sekali. Akhirnya saat-saat yang kunantikan tiba. Tepat pukul 14.30 aku meluncur ke Hilton. Untuk pertemuan yang pertama ini aku tidak ingin terlambat. Ketika memasuki lobby hotel, mataku menyapu seluruh ruangan. Aku melirik ke jam tanganku, ah.. masih jam 14.50, pasti dia belum sampai. Tiba-tiba di belakangku ada suara yang sangat kukenal.
"Rudy.., ya..?".
Aku membalikkan badan, dan di depanku berdiri seorang cowok berkaos putih ketat dan bercelana jeans biru tua, sedang tersenyum kepadaku. Aku tergagap dan menyapanya.

"Arman.., ya..?".
Dia tersenyum dan mengulurkan tangannya, "Apa kabar..", katanya.
"Baik Man, kamu baik juga khan?", jawabku sambil tersenyum pula.
Ternyata dia lebih cakep dari bayanganku. Badannya yang atletis itu terbungkus dengan kaos putih yang ketat, menambah kejantanannya. Ia lebih tinggi dari bayanganku. Matanya kelihatan nakal sekali, dinaungi alisnya yang tebal membuatnya kelihatan simpatik.

"Yuk kita minum di coffee shop", kataku untuk menghilangkan kekakuan yang mulai timbul. Kami berjalan bersama menuju coffee shop tanpa kata, hanya kadang-kadang kami saling memandang dan tersenyum. Kami sengaja memilih meja yang agak di belakang, sehingga kami leluasa untuk berbincang-bincang dan melihat orang yang lalu lalang di dalam coffee shop itu. Banyak yang kami bicarakan, tentang percakapan-percakapan kami di telepon, tentang pekerjaan masing-masing dan tentang teman-teman yang kami kenal lewat cyber. Tidak terasa sudah 2 jam kami bercakap-cakap, tertawa-tawa, sehingga rasanya kami sudah kenal bertahun-tahun.

"Man, aku dapat voucher gratis untuk nginap di Hilton", kataku.
"Sayang kalau tidak dimanfaatkan. Kamu mau nggak nginap di sini malam ini?", tanyaku.
"Boleh..", katanya, "Kebetulan aku nggak ada acara malam ini."
Aku tersenyum gembira. Semoga dengan acara ini perkenalan kita jadi tambah berkesan. Setelah membereskan bill, kami segera menuju receptionis untuk check in. Kami mendapat kamar nomor 1206. Karena kami tidak membawa barang, tanpa diantar bell boy, kami naik lift menuju lantai 12. Kamar 1206 ternyata tidak jauh dari lift. Ketika aku membuka pintu kamar, tangan Arman memegang tanganku. Tangannya yang berbulu itu meremas tanganku, dan tangannya yang satu lagi memeluk bahuku, bersama-sama kami memasuki kamar. Aku merebahkan badan di tempat tidur yang empuk dan besar itu, sambil memandangi Arman yang sedang menghidupkan TV.

"Aku pingin mandi nih..", katanya sambil membalikkan badan.
Aku hanya tersenyum ketika ia membuka kaosnya yang ketat itu. Dadanya yang bidang itu, penuh ditumbuhi bulu halus. Kulitnya yang sawo matang dan halus itu, sangat indah bagiku untuk dipandang terus-menerus.
"Ngapain sih.., ngeliatin terus..", katanya sambil tersenyum.
"Abis suka sih.., liat kamu ganteng begitu", kataku sambil tersenyum pula.

Pelan-pelan ia membuka gespernya. Kemudian kancing jeans-nya dilepasnya satu persatu. Kemudian ia melepas celananya, sehingga tinggal memakai celana dalam ketat berwarna putih. Bulu dadanya yang halus itu menyatu dengan bulu-bulu lain di perutnya dan di balik celana dalam itu. Alat kelaminnya kelihatan menonjol di balik celana dalam putih itu, tampak setengah tegang. Aku tidak tahan lagi memandangnya. Segera aku berlutut di depannya, kucium perlahan-lahan daging di balik celana dalam itu. Kedua tanganku memeluk pantatnya yang keras dan berisi. Pelan-pelan kutarik celana dalamnya ke bawah, sehingga batang pelir yang setengah tegang itu keluar dari sarangnya, terayun-ayun di depan hidungku. Bulunya lebat sekali, menutupi pangkal pelirnya.

Kedua biji pelirnya juga besar, menempel kuat-kuat di bawah batang pelirnya, tidak tergantung-gantung seperti yang aku lihat di film biru. Kepala pelirnya lebih besar dari batangnya, berwarna merah tua, dan di ujungnya terlihat butiran air mani. Rupanya ia terangsang juga saat itu. Sambil terus kupeluk dia, kujilat kepala merah tua itu. Lidahku meraba-raba lubang di ujung alat kelamin Arman, dan makin lama batang pelirnya makin menegang dan mengeras. Panjangnya mungkin sekitar 17 cm dan diameter kepalanya bisa sekitar 3 cm. Pelan-pelan kubuka mulutku dan kumasukkan batang pelir Arman ke dalam mulut. Lidahku masih menjilati kepala pelirnya dan kucoba untuk memasukkan batang pelir itu sedalam-dalamnya ke dalam mulutku. Aku tersedak karena kepalanya menyodok kerongkonganku. Arman mulai terangsang juga dan ia mulai menggoyang-goyangkan pantatnya dan kedua tangannya memegang kepalaku.

Setiap kali batang pelir itu menyodok kerongkonganku, aku hampir muntah, tapi kutahan sebisaku. Arman makin cepat memompa pelirnya di dalam mulutku sehingga aku terengah-engah karena tidak bisa bernafas. Tiba-tiba ia berhenti dan mengangkatku untuk berdiri. Dengan bernafsu ia menciumku dan kedua tangannya memelukku erat-erat. Aku membalasnya dengan penuh nafsu juga. Lidahnya masuk ke dalam mulutku dan menggelitik rongga mulutku, sehingga mataku terbeliak-beliak penuh nikmat. Badannya yang berisi itu kupeluk erat-erat dan kami terjatuh di atas tempat tidur, badannya menindih badanku. Kaosku dilepasnya dan Arman mulai menjilati putingku yang kanan. Aku menggeliat-geliat kegelian. Geli yang nikmat.

Kedua tangan Arman mulai membuka ikat pinggangku dan celanaku ditariknya ke bawah bersama-sama dengan celana dalamku, sedang lidahnya masih bermain-main di kedua putingku. Pelirku yang sudah tegang sejak tadi dipegangnya dan dikocoknya pelan-pelan. Aku mengerang keenakan, sambil kupeluk tubuhnya. Tiba-tiba ia berdiri meninggalkanku dan menuju kamar mandi. Tak lama kemudian dia kembali dan di tangannya ada botol body lotion yang disediakan hotel. Dilumurinya batang pelirnya dengan lotion itu, kemudian kedua kakiku diangkatnya dan diletakkan di bahunya. Jarinya yang masih berlumur lotion itu dimasukkannya ke lubang pantatku. Aku merintih sambil berkata, "Jangan Arman.., aku belum pernah yang begituan.."

"Udah diem aja.., pasti enak ntar..", katanya sambil terus menggerak-gerakkan jarinya dalam lubang anusku. Memang lama-lama terasa nikmat dan tidak terasa sakit lagi. Tiba-tiba aku merasa dua jarinya sekaligus dimasukkan ke dalam lubang pantatku. Aku menyeringai kesakitan, tapi Arman memegang kedua kakiku, sehingga aku tidak bisa melepaskan diri darinya.
"Aduh.., aduh.., aauwww.., Man.., sakiit.., Man.., aduh..", rintihku.
Tapi dia terus memompakan kedua jarinya dalam lubang anusku, dan lambat laun aku mulai terbiasa dan bahkan merasakan nikmatnya, sehingga aku berhenti merintih. Dengan tangan kananku yang bebas aku bisa mengocok penisku yang sudah ngaceng keras sejak tadi. Kemudian Arman mencabut jari-jarinya dari lubang anusku dan mulai memasukkan penisnya yang besar itu ke dalam pantatku. Aku berteriak kesakitan dan ia berhenti.

"Tahan.., ntar juga biasa..", katanya meyakinkanku.
Ia memasukkan lagi penisnya sedikit demi sedikit, dan lama-kelamaan aku bisa menerima batang pelir Arman yang besar itu di dalam lubang anusku. Kemudian ia mulai memompakan batang pelirnya, keluar masuk, makin lama makin cepat. Aku juga makin cepat mengocok penisku sendiri, karena kurasakan kenikmatan bercampur kesakitan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Arman makin cepat memompakan alat kelaminnya di dalam anusku dan tak lama kemudian ia berteriak, "Aaacch.., aacch.."

Arman telah mencapai klimaks. Aku merasakan spermanya menyemprot dengan kuat dalam lubang duburku. Ditusukkannya dalam-dalam batang pelirnya sehingga kurasakan denyutan-denyutan kuat bersamaan dengan menyemprotnya sperma. Ia memelukku erat-erat dan menciumku, kemudian tergolek di sampingku. Pada saat itu juga aku mencapai klimaks. Aku juga berteriak ketika aku mencapai orgasme, spermaku menyemprot berkali-kali, sangat banyak karena sudah lama tidak dikeluarkan. Aku puas sekali dan kupeluk Arman yang tergolek di sampingku. Kemudian bersama-sama kami mandi, saling menyabun badan masing-masing. Setelah berbilas kami kembali ketempat tidur dalam keadaan bugil. Kami berpelukan terus sepanjang malam.

Pagi-pagi aku sudah terbangun. Kulihat Arman masih tergolek di sisiku. Dia masih tertidur dengan lelap. Nafasnya teratur dan matanya terpejam. Bulu matanya yang lentik terlihat tergerak-gerak sedikit. Apakah dia sedang memimpikan kejadian semalam, aku berpikir dalam hati. Badannya yang tegap itu tampak seksi. Otot-otot dadanya berisi, pasti dia sering fitness. Pinggangnya kecil dan otot perutnya terbentuk karena latihan yang teratur. Aku sangat menyukai bulu-bulu badannya yang lebat di sekujur tubuhnya.

Bulu dadanya tipis tapi merata sampai ke perutnya dan menyatu dengan bulu kemaluannya. Bulu kemaluannya sangat banyak, tebal menutupi alat kejantanannya yang terkulai. Walaupun begitu masih terlihat ukurannya yang besar. Pahanya yang berotot itupun ditumbuhi bulu-bulu yang lembut namun sangat lebat. Aku mulai terangsang melihat pemandangan yang indah itu. Penisku pelan-pelan mulai menegang. Dengan tangan kanan aku mulai mengocok alat kejantananku. Aku menggeliat-geliat sendiri merasakan kenikmatan yang mulai naik ke ubun-ubun kepalaku. Aku tak tahan lagi. Perlahan-lahan kudekatkan kepalaku ke penis Arman yang masih terkulai itu. Kujulurkan lidahku dan aku mulai menjilat kepala penis yang kemerah-merahan itu. Bau laki-laki dan bau mani yang mengering menerpa hidungku, menambah rangsangan sehingga penisku makin mengeras. Sambil terus kukocok penisku, aku mulai menjilati batang pelirnya yang makin lama makin mengeras.

Kujilat juga biji pelirnya yang menempel kencang satu persatu. Pelan-pelan kukulum biji pelirnya yang kanan dan kugerak-gerakkan lidahku dalam mulut untuk mengusap biji pelirnya. Arman bergerak sedikit, namun dia nampaknya masih terlelap. Kemudian aku mulai menjilat pangkal pahanya. Arman bergerak lagi, mungkin ia kegelian. Dengan perlahan aku angkat kedua belah pahanya sehingga lubang duburnya terlihat. Aku jilat lubang anus Arman dan kugerak gerakkan lidahku di muara lubang kenikmatan itu. Kemudian aku masukkan lidahku ke dalam lubang pantatnya dan lidahku menari-nari dalam anus Arman. Dia menggeliat-geliat kegelian tapi matanya masih terpejam. Entah dia masih tertidur atau pura-pura tidur, tapi aku tak peduli.

Kulumuri telunjukku dengan ludah dan kumasukkan jari telunjukku ke lubang pantatnya. Mula-mula kurasakan dia menahannya, tapi pelan-pelan kupaksakan jariku memasuki lubang pantatnya. Pertahannannya mulai melemah dan jariku akhirnya bisa masuk juga ke lubang yang sempit itu. Rupanya ia belum banyak disodomi, sehingga lubang pantatnya masih sempit. Kugoyang goyangkan telunjukku masuk keluar anusnya dan kurasakan ia mulai menikmati gerakan jariku dan lubang yang dulunya sangat sempit itu kini mengendur, sehingga jariku lebih leluasa memasuki poros ususnya. Lalu kucabut telunjukku dan kulumuri lagi jariku dengan ludah dan kumasukkan lagi kali ini dua jari sekaligus, telunjuk dan jari tengan. Arman mengerang ketika dua jariku berusaha memasuki lubang pantatnya yang sempit itu.

Aku berhenti sejenak, kubiarkan jepitan otot anusnya mengendur sebelum kumasukkan kedua jariku lebih dalam. Kugerak-gerakkan jari jariku masuk keluar dengan irama yang teratur. Ketika jari jariku terbenam dalam dalam kugunakan ibu jariku untuk memijat mijat pangkal pelirnya, buah pelirnya dan kuusap usap kantung pelirnya dengan ibu jariku. Tangan kiriku memijat-mijat penis Arman yang mulai menegang. Kupijat pangkal pelirnya perlahan-lahan dan kugerakkan bagian bawah batang pelirnya keatas dan kebawah. Kepala pelirnya nampak membesar berwarna merah mengkilat, ketika kulit penisnya aku tarik ke bawah. Akhirnya kutarik keluar kedua jariku dari lubang pantatnya, dan kumasukkan ujung penisku yang telah kulumuri ludah.

Perlahan-lahan tapi pasti kutusukkan penisku yang keras ke dalam lubang kenikmatan Arman. Dia menggelinjang dan mencoba menghindar, tapi kupegang kedua pahanya dan pelan-pelan kumasukkan batang pelirku ke duburnya. Otot duburnya mengejang sehingga terasa sulit penisku memasuki anusnya. Kubiarkan beberapa saat, karena pasti akhirnya otot itu akan mengendur. Tak lama otot itu mulai relaks sehingga tanpa kesulitan penisku masuk ke muara ususnya. Kucabut perlahan lahan dan kutekan lagi. Arman membuka matanya yang indah dan kulihat mulutnya meringis menahan sakit dan ia mendesis desis seperti kepedasan. Gerakanku makin cepat dan gesekan lubang duburnya pada batang pelirku terasa sangat nikmat.

"Aaahh.., aacchh.., sshh.., aachh..", aku mengerang dan mendesis kenikmatan.
"Mmhh.., sshh.., aachh.., mmhh..", Arman mendesis dan melenguh bagaikan kerbau disembelih.
Akhirnya karena tak tertahankan lagi kusemprotkan air maniku yang kental ke dalam lubang anus Arman. "Crot.., crot.., crot.., crot..", berkali-kali, dan tiap semprotan kurasakan kenikmatan yang luar biasa sampai ke ubun-ubunku. Akupun mencapai klimaks sambil memeluk Arman, dan kamipun mengawali aktivitas pada hari itu dengan penuh semangat dan rasa puas.

Bagi para gay yang ingin berkenalan dan ingin berbagi kenikmatan dengan saya, silakan hubungi saya, setiap email pasti akan dibalas.

Tamat