Love in Hong Kong - 6

Lima belas menit kemudian aku sudah berada di dalam MTR menuju Tsuen Wan, MTR terdekat ke kota tempat kakakku tinggal sebelum aku menggunakan LTR menuju Yuen Long. Begitu tiba, kakakku rupanya sudah siap mengantarku ke airport. Aku meminta maaf setiap kali ada kesempatan saat kami berbicara disepanjang jalan karena sikapku yang tidak sopan akhir-akhir ini semenjak aku bertemu dengan Dave. Kakakku agak sedikit keberatan, namun Abang iparku mengatakan bahwa hal ini bagus untukku. Setidaknya aku menjadi punya teman di sini, dan bahwa kakakku terlalu khawatir.
1 jam kemudian, kami sampai di airport. Aku menyelesaikan segala proses check in dan bagasi sebelum akhirnya aku harus berpisah dengan kakakku, Abang iparku dan keponakanku yang masih kecil. Aku akan datang lagi, pasti, namun tidak secepat itu. Hatiku setengah berharap Dave akan ada di sini, namun sebaiknya tidak begitu. Aku berbohong bahwa hari ini Dave harus bekerja pagi-pagi sekali.
30 menit kemudian aku sudah lepas landas. Saat pesawat sudah mengangkasa, aku menatap bagian mana saja daratan Cina yang masih terlihat olehku dan aku kembali teringat kepada Dave. Dia tinggal di salah satu bagian dari daratan tersebut. Aku tersenyum kecil saat mengingat kembali saat-saat kebersamaan kami berdua. Saat ini, dimana aku pulang menuju ke negaraku, kota tempat aku tinggal dan bekerja dan hidup, rasanya aku meninggalkan sebagian hatiku di tempat dimana seorang yang bernama Dave tinggal dan bekerja dan hidup.
*****
Dave menatap lemas ke arah papan keterangan keberangkatan pesawat. Dia tahu bahwa pesawat yang membawa bagian dari hidupnya telah lepas landas. Terlambat baginya untuk menyadari bahwa ia telah menemukan bagian dari dirinya, yang membuatnya lebih sempurna lebih daripada selama ini yang dialaminya.
Sekitar 1,5 jam yang lalu, saat ia terbangun dari tidurnya dan mencari-cari kuang, ia tidak tahu bahwa sang kekasih telah pergi meninggalkannya. Dia menemukan sebuah memo kecil di atas meja makan dengan sepiring sarapan dengan sebuah sosis panggang yang diletakkan tegak lurus di atas piring, sebuah telur mata sapi disampingnya dengan saus sambal berbentuk hati diatasnya, dan sosis goreng yang dipotong kecil-kecil dan disusun membentuk huruf 'U'.
"Damn!" geramnya."Kemana saja mataku!" nafasnya terputus-putus."It's too late, too late."
*****
"Kuang, tolong diperiksa berkas-berkasnya." pinta salah seorang teman kerjaku.
"Tinggalkan aja dulu. Akan kuperiksa." pintaku kepadanya.
Aku memandangi berkas-berkas pekerjaanku. Tidak bagus, sangat tidak bagus. Liburan kali ini bukannya malah memberikan refreshing, tetapi malah membuatku semakin kuyu. Aku tidak menyangkal bagian dimana aku bersenang-senang dengan segala jalan-jalannya dan kunjunganku ke berbagai tempat, namun saat pikiranku kembali kepada Dave, aku seperti tidak tahu harus berbuat apa. Dave benar-benar telah merubah hidupku seluruhnya.
Tapi, untuk yang entah ke berapa kalinya dalam dua bulan ini semenjak aku kembali dari liburanku, aku bertekad untuk melanjutkan hidupku dan tidak perpaku pada masalah ini saja. Masih banyak yang bisa kulakukan.
Aku berusaha untuk menyelesaikan pekerjaan yang harus kulakukan hari ini. Tidak baik jika harus menunda pekerjaan, atau membuatnya tertunda. Dan seperti biasa, hari-hari ini terlewatkan olehku dengan begitu saja. Tanpa ada kejutan-kejutan kecil seperti..
'Hentikan!' kataku kepada diriku sendiri. 'Sampai kapan aku akan mengingatnya terus?'
Sebuah SMS masuk ke HP ku. Aku segera membacanya.
From: Ardy Merak
Hey, ntar mlm kita jln yuk!!kt unang ad co ckp yang ngjk ketemuan. mau enggak?bls cpt. Kmpl ditmpt biasa.
Aku langsung menghapus SMS tersebut sambil berusaha untuk tidak kembali memikirkan Dave. Setiap kali teman-temanku yang 'senasib dan sepenanggungan' mengajakku keluar bahkan hanya sekedar jalan-jalan saja sudah membuatku lemas duluan. Apalagi ketemuan dengan 'anak baru'. Karena bagiku tidak ada yang dapat menggantikan Dave.
Sepulang kerja aku langsung menuju rumahku yang terletak didaerah Siaga. Selesai mandi dan makan aku langsung terbaring di atas tempat tidurku. Menatap langit-langit tanpa melakukan apapun, hanya mendengarkan koleksi Kenny G yang kusukai.
Tiga bulan berlalu semenjak liburanku. Malam ini malam minggu. Aku tidak keluar kemana-mana dan hanya duduk di depan TV sambil terus-menerus mengganti saluran. Tidak ada acara yang menarik bagiku sama sekali, kecuali 'Who Wants to be a Milionaire'. Dan aku terlalu lelah untuk bermain game komputer 'General: Zero Hours' yang biasa kumainkan. Mood-ku juga sedang buruk seperti biasanya setiap malam minggu. Karena aku tidak akan bisa berbuat apa-apa jika keluar dan jalan-jalan dikota. Tidak ada yang dapat kulakukan. Orang tuaku sudah mengatakan bahwa mereka minta dikunjungi besok saja karena mereka ada acara khusus malam ini. Dan celakanya mereka memberi tahuku disaat-saat terakhir sehingga aku menyesal mengapa aku tadi tidak pergi ke rental vcd langgananku. Jadi kesimpulannya, aku tidak akan melakukan apapun hingga besok sore.
"Arghh!!" teriakku melepaskan kekesalanku. Bertepatan pada saat itu terdengar bunyi ketukan dipintu. Aku bangkit dan duduk terdiam sesaat. Aku yakin tadi terdengar ketukan di pintu. Tapi apakah pintuku atau pintu tetangga? Karena aku tidak biasanya menerima tamu pada malam minggu.
Terdengar lagi ketukan di pintu. Kali ini aku mendengarkan dengan seksama. Benar-benar ketukan di pintuku. Siapa yang memutuskan untuk datang pada malam ini dan jam segini? Aku tidak mendengarkan suara kendaraan bermotor apapun. Siapapun juga yang datang pasti berjalan kaki dan memutuskan untuk nekad meloncati pagar yang sudah kukunci. Aku mencoba untuk melihat dari jendela, namun orang itu terlalu dekat ke pintu. Aku hanya dapat melihat punggungnya saja."Siapa?" tanyaku
"Buka pintu," pintanya dengan logat bahasa Indonesia yang aneh."Tolong buka."
"Siapa di sana?" Tidak ada jawaban."Siapa, ya?"
Lama aku dan dia terdiam. Aku sudah memutuskan untuk meninggalkannya saja sampai dia berkata, "Kuang?"
Suara itu! Tidak salah lagi. Aku langsung membuka pintu rumahku dan langsung terlihat sosoknya yang tinggi tegap, berdiri dihadapanku."Dave?"
Ia langsung mendorongku masuk dan menutup pintu dibelakangnya. Aku mundur menjauh, tapi ia terus melangkah mendekat.
"Dasar brengsek." ia semakin dekat, dan aku sudah terpojok di dinding ruang tamu."Pergi begitu saja."
Aku tidak bisa mundur lagi. Perasaan bahwa aku adalah seekor kelinci yang akan dimangsa sang elang kembali muncul."A, aku hanya membuatnya mudah bagi kita." kataku tergagap.
Dave kelihatan marah sekali dari pada yang seharusnya. Ia menekan kedua bahuku ke dinding dengan kedua tangannya."Kau pikir gitu, ya?" bisiknya dalam geraman."Kau telah membuatku jadi orang brengsek dengan cara begitu."
"A, aku.."
"Ngapain harus nunggu disaat seperti itu untuk mengatakan bahwa kau cinta padaku?"
"Aku sudah mengatakannya sebelumnya." kemarahanku ikut bangkit."Dan yang kudapat adalah penolakanmu."
"Aku mabuk." katanya singkat.
"Tapi kau cukup sadar untuk bercinta denganku." bantahku cepat."Apa maumu datang ke sini?"
"Aku," Dave makin mendekatkan wajahnya ke arahku. Bibirnya dekat sekali dengan bibirku saat berkata, "Kau akan tahu."
"A-apa maksud, mu?" aku tergagap. Cengkeramannya pada bahuku semakin kuat.
"Bukankah," nafasnya yang beraroma mint menyegarkan menyapu wajahku."seorang tuan rumah harus memberikan sambutan yang ramah? Apalagi aku ini tamu khusus." aku tidak bisa berkata-kata. Bibirnya langsung menciumku dengan panas.
Aku adalah sebatang lilin, sementara Dave adalah api yang berkobar. Jika lilin dibakar oleh api, maka ia akan meleleh. Dan sekali lagi, seperti saat-saat sebelumnya, aku menyerahkan diri dalam pesonanya. Aku membiarkannya kembali menjelajah ke ke dalaman mulutku. Lidah kami kembali bertemu setelah sekian lama dan saling berkutat, membelit lebih erat dari sebelumnya.
Dave melepaskan ciumannya. Nafasnya terengah, sama sepertiku. Dia menarik satu nafas panjang, lalu berkata, "I love you."
Aku tidak dapat berpikir apa yang akan kukatakan untuk membalasnya. Hatiku serasa melambung ke awang-awang."A, aku.."
"Shh..!" bisiknya menenangkanku."Just take what we have and enjoy it, ok?"
Aku tertawa pelan. Ia mengatakan kata-kata yang persis sama seperti yang kuucapkan. Aku menyambutnya ke dalam pelukanku dan menciumnya."Yeah," kataku parau."Yeah." Aku menciumnya lebih dalam lagi.
"Anyway, I haven't taken any bath since this day time. So, I'm stink." katanya menggoda saat aku melepaskan kancing kemejanya."You want me to have bath first?"
"We still have much time for that next morning, my love." aku meletakkan kedua tanganku didadanya, merasakan kekuatan yang terpancar darinya."Right now, I just wanna take our time and enjoy it. Ok?"
Gilirannya tertawa pelan saat aku mengatakan hal itu. Dave kembali menciumku, dan kami saling menelanjangi satu sama lain dengan perlahan. Kami akan bercinta.
Dan sekarang ini aku akan membuka diriku sepenuhnya kepadanya. Tidak ada lagi perasaan yang disembunyikan, begitu juga dengan dirinya. Sebab Dave adalah kekasihku dan aku adalah kekasihnya.
Tamat