Menembus Batas - 6

Sodokan Dibyo dari belakang semakin lama semakin cepat dan keras, berkali kali penis Reno terpental dari mulutku saat kakaknya menghentak tubuhku. Cukup kewalahan aku menghadapi sodokan liar dari belakang sambil mengulum penis gede yang ada digenggamanku, justru aku lebih banyak memainkan lidahku menyusuri sekujur daerah kejantanannya.

"Bang gantian dong" pinta adiknya, meskipun mereka chinese, tapi Reno lebih sering memanggil kakaknya hanya nama atau Abang, mungkin karena mereka Chinese Medan.
"Sebentar lagi" balas kakaknya.

Beberapa saat berlalu, Dibyo masih belum ada tanda memberi giliran pada adiknya, tak mau menunggu lebih lama lagi, Reno bergeser ke bawah dan berlutut disamping kakaknya, menunggu giliran dan ternyata si kakak mengalah, dicabutnya penisnya dan dia bergeser sedikit memberi ruang adiknya untuk menyetubuhiku dari belakang. Dibyo tetap berada disamping adiknya yang tengah mengocokku sambil mengelu elus punggungku.

Beberapa menit berlalu, apa yang tidak kubayangkan sebelumnya terjadi, ternyata mereka bergantian mengocokku dari belakang. Beberapa menit Reno mengocokku lalu diberikannya kesempatan berikutnya pada kakaknya, begitu sebaliknya.

Aku yang mendapat kocokan berurutan dari dua penis yang berbeda dan saling melengkapi, tak ayal lagi menggeliat dan menjerit histeris dalam nikmat yang tak terhingga, apa lagi saat pergantian yang begitu cepat, hanya dalam hitungan detik penis yang mengisi dan mengocok vaginaku berganti, tentu saja otot vaginaku tak sempat berkontraksi menyesuaikan diri, tapi kedua penis itu saling melengkapi, menggesek daerah yang tidak tersentuh lainnya, sungguh pengalaman baru bagiku.

Desahan dan jeritan tak henti hentinya keluar dari mulutku, aku meracu dalam kenikmatan yang teramat sangat hingga tak dapat kubendung lagi ketika dorongan kuat dari dalam tubuhku menimbulkan denyutan denyutan hebat pada vagina, akupun orgasme tak lama kemudian, tak lebih dari 15 menit setelah mereka mengocok bergantian. Jeritan histeris orgasmeku hanya ditanggapi dengan senyum kemenangan, mereka meneruskan kocokannya tanpa menurunkan tempo permainan, entah sudah berapa kali bergantian.

"Kalau capek bilang aja, kita istirahat dulu" kata Reno sambil mengocokku, tentu saja aku tak mau, disamping tak ingin kehilangan kenikmatan yang sangat hebat ini, akupun gengsi untuk mengakuinya.
"Kalian memang kakak beradi gila" teriakku disela sela desahan.

Setelah berlangsung beberapa lama, kami berganti posisi. Kali ini aku diatas memegang peranan, kuminta mereka berjejer telentang, segera kunaiki tubuh Dibyo. Sedetik setelah penisnya melesak dalam vagina, aku langsung bergoyang pinggul dengan cepatnya, kami sama sama mendesis, tangan Dibyo meremas remas buah dadaku dengan kerasnya.

Tak lebih 3 menit saat Dibyo mulai mendaki menuju puncak kenikmatan, dengan gerakan spontan kucabut penisnya dan langsung duduk di atas adiknya, tak kuhiraukan teriakan protes darinya.

"Emang enaak" godaku sembari melakukan goyangan yang sama pada Reno, dan hal yang sama pula kulakukan padanya untuk berpindah lagi ke kakaknya. Memang nikmat tapi bagiku lebih capek karena harus berpindah dari satu ke lainnya, tapi sensasinya mengalahkan segalanya.

Setelah beberapa kali berpindah, Dibyo bangkit, berdiri dan menyodorkan penisnya di mulutku disaat aku tengah mendaki puncak kenikmatan bersama adiknya.

Inilah yang kutunggu sedari tadi, penis gede di vagina dan penis panjang di mulut, keduanya mengocokku bersamaan. Penis gede yang tertanam di vagina terasa agak menghalangi gerakanku tapi tak kuhiraukan, justru semakin nikmat rasanya, apalagi kocokan di mulut tak pernah berhenti sambil sesekali disapukan ke wajahku.

Dengan posisi ini ternyata aku juga tak bisa bertahan lebih lama, kenikmatannya terlalu sayang untuk ditahan tahan, dan jebollah pertahananku untuk kedua kalinya. Kulepas penis Dibyo dari genggamanku dan kutelungkupkan tubuhku di atas dada bidang Reno, ingin kunikmati denyutan orgasmeku dalam dekapannya. Seiring dengan habisnya denyutan di vaginaku, habis pula tenagaku, akupun terkulai lemas telentang disamping Reno.

Tanpa memberiku istirahat, Dibyo sudah ambil posisi bersiap melanjutkan gilirannya, tak dipedulikan isyarat kelelahanku, penisnya dengan mudah kembali mengisi relung relung vagina yang habis berdenyut hebat, dengan sisa sisa tenaga yang ada, kucoba mengimbangi kocokannya yang langsung keras dan tak beraturan.

Episode babak awal terulang lagi, bergantian kedua bersaudara itu mengocokku, akupun dengan cepatnya melambung setinggi awan kenikmatan, terlupakan sudah rasa capek yang menyelimutiku, rasanya ada tambahan energi yang timbul dari dalam didorong sensasi yang teramat hebat.

Jerit dan desahku kembali terdengar dengan keras lepas, antara besar pendek dan kecil panjang berurutan mengisi dan keluar masuk vaginaku, tak ayal lagi orgasmeku pun datang dengan cepatnya, entah untuk keberapa kali aku tak bisa menghitungnya lagi, apalagi mereka tak mempedulikan teriakan teriakan kenikmatan orgasmeku.

"Udah udah.. Istirahat dulu.. Ampun deh" desahku akhirnya harus mengakui kehebatan kedua bersaudara itu.

Dibyo yang sedang mengocokku menghentikan kocokannya dan mencabut keluar, tapi adiknya tak mau melihat liang vagina yang kosong, segera digantikannya posisi kakakknya. Dibyo bergeser ke atas, menyapukan penisnya yang penuh lendir vagina ke wajah sembari mengocok dengan tangannya. Tak lama kemudian, menyemburlah sperma mengenai wajah dan rambutku, dipaksakannya penis yang sedang berdenyut itu masuk ke mulutku, rasanya tak ada dayaku untuk menolaknya setelah apa yang telah kudapatkan darinya, dan masuklah penis dengan spermanya kedalam mulutku, sisa sisa sperma masih mengalir deras membasahi tenggorokanku, tertelan masuk.

Reno menghentikan gerakannya saat melihat bagaimana kakaknya mengeluarkan spermanya di wajah dan mulutku, namun dilanjutkan dengan sodokan yang semakin cepat. Tiba tiba dia menarik penisnya dan segera mengangkangkan kakinya di atas mukaku, meniru kakaknya, disapukan penis yang basah ke mukaku yang masih belepotan sperma Dibyo.

Ketika kumasukkan penis itu ke mulutku, langsung menyemprotkan sperma, tak ayal lagi hampir semua sperma yang disemprotkan tertelan ke masuk. Dibyo dan adiknya bersama sama menyapukan penis mereka yang mulai melemas ke wajahku dengan senyum kemenangan.

"Tak kusangka ternyata Lily yang kukenal selama ini begitu hebat di ranjang" komentar Reno sambil menyapukan penisnya.

Aku diam saja sambil menjilati sisa sisa sperma yang masih ada di batang penis mereka. Akhirnya kami bertiga terkulai lemas telentang berjejer di atas ranjang.

Berkali kali Reno memuji kehebatan permainan ranjangku dan berkali kali pula dia menyatakan ketakjuban dan kekagetannya melihat permainan yang aku suguhkan, hampir tak percaya dia melakukannya denganku, yang selama ini dianggap seorang yang cukup dewasa dan terkesan seperti orang rumahan, seperti dalam mimpi.

Tak mungkin percaya kalau tak mengalaminya sendiri, Dibyo hanya mengiyakan celotehan adiknya yang Play Boy itu, seperti anak mendapat mainan baru yang hebat.

Setelah beristirahat cukup lama, kami melakukannya lagi di sofa, hampir dengan pola permainan yang sama, bergantian berurutan, meski dengan posisi yang berbeda beda.

Kami melakukan 2 babak lagi sebelum Dibyo pulang meninggalkan aku dan adiknya bermalam di hotel, aku sangat tak keberatan menemani Reno hingga pagi dan kami memang menghabiskan sisa malam dengan segala nafsu birahi penuh gairah, seperti tidak bercinta dengan tamu melainkan dengan seorang pacar, apalagi postur tubuh Reno yang memang menggugah naluri birahi wanita normal.

Tak terhitung lagi babak demi babak yang kami lewati hingga kelelahan menjelang pagi bersamanya. Nafsu Reno sangatlah besar, sepertinya tak mau membuang kesempatan yang datang sekali seumur hidup, tak pernah dibiarkan aku sedetik menganggur, selalu saja dia minta lagi dan lagi, kalau aku menolak dia yang melakukan oral pada vagina, tentu saja gairahku segera timbul lagi untuk melayaninya.

Keesokan harinya setelah menjalani 1 babak saat bangun tidur, kami check out, dia mengajakku mampir ke rumahnya di kawasan Darmo Satelit yang juga rumah Dibyo karena dia memang masih tinggal bersama kakaknya itu, sebenarnya aku agak segan ke rumahnya, rasanya nggak ada muka untuk ketemu Wenny tapi Reno memaksaku dan berhasil meyakinkan kalau jam segini Wenny tidak ada dirumah.

Ternyata Wenny menyambut kedatanganku, rupanya dia sedang di rumah sehabis dari salon, dengan sumringah wajah cantik nan ceria itu mempersilahkan aku masuk setelah kami berciuman pipi, padahal semalam pipi itu berlumur sperma suaminya dan juga adik iparnya.

"Kudengar kalian bertiga semalam ada pesta di Sheraton, pestanya siapa sih?" tanyanya sambil lalu seraya membikinkan aku makan siang, dia tahu pasti aku menyukai Kwe Tiaw bikinannya.

Dibyo datang tak lama kemudian ketika kami tengah makan bersama, diapun ikutan makan siang, berempat kami mengelilingi meja yang penuh masakan bikinan Wenny, pasti dia tak pernah menyangka bahwa dua laki laki dirumahnya yang kini duduk dihadapannya telah meniduriku semalam, bersamaan malah.

Sehabis makan, Dibyo dan Wenny kembali pergi lagi meninggalkan aku dan Reno, sekali lagi kami melakukannya 1 babak di kamar Reno sebelum dia mengantarku pulang.

"Nanti aku transfer saja, bisnis is bisnis" kata Reno sebelum meninggalkanku.

Di kamar kos, aku ingin merenung tentang apa yang telah kuperbuat dengan kedua sobatku, tapi tak pernah terjadi renungan itu karena bookingan lain telah menunggu.

Itulah kedekatanku dengan keluarga Dibyo, suatu persahabatan yang diawali ketulusan tapi kini telah ternoda oleh bisnisku, aku merasa bersalah setiap kali melihat wajah innocent Wenny yang cantik. Tapi itu bukan salahku, tapi salah suami dan adik iparnya, aku toh hanya seorang call girl yang bersedia diajak ke ranjang oleh siapa saja yang bisa membayarku, hibur hatiku setiap kali perasaan bersalah menggelayut dihatiku. Dan prinsip itu semakin menyeretku semakin dalam ke pusaran persahabatan yang ternoda.

Tak terhitung lagi aku "berbisnis" dengan Dibyo maupun Reno ataupun keduanya, bahkan Reno dengan bangganya memperkenalkanku pada teman temannya, tentu saja menambah jaringan tamu langgananku.

Tak dapat kuhindari kalau kemudian Reno seperti ketagihan akan pelayananku, terutama dia sangat menyukai saat mengeluarkan spermanya di mulut dan wajahku, paling tidak seminggu sekali dia mem-booking-ku.

Hingga saat aku tinggal di Jakarta kini, kami sering berhubungan lewat telepon, terutama dengan Wenny, seakan dia tidak pernah tahu apa yang telah kuperbuat dengan kedua laki lakinya. Entahlah.


Tamat