Laki-laki brengsek!, Merry mengumpat seraya menekan pedal gas Cielonya dalam-dalam. Ia saja melewati pintu tol menuju Bandung, tapi pikirannya masih mengingat kejadian siang tadi ketika ia melihat Rendy, tunangannya sedang menyuapkan sesendok makanan ke seorang wanita di sebuah cafe. Ketika Merry mendekati mereka wajah Rendy langsung pucat dan tergagap-gagap ia menjelaskan yang diyakini oleh Merry tidak ada satupun yang bisa dipercaya.
Oleh karena itu, ia memutuskan untuk berakhir pekan ke Bandung. Melupakan kekesalan hatinya. Ia langsung berangkat sepulang kerja, setelah mengepak keperluan secukupnya untuk berakhir pekan, Merry langsung berangkat menuju rumahnya yang ada di pinggiran kota Bandung.
Setelah beberapa saat keluar dari pintu tol, dan hari sudah gelap, sekitar pukul 8 malam. Tiba-tiba mesin mobilnya berbunyi aneh. Dan tanpa disangka-sangka asap mengepul dari kap depan mobilnya menutupi dan mesin mobilnya langsung terbatuk-batuk dan berhenti. Dengan sisa-sisa tenaga, mobil itu berhasil dkemudikan ke pinggir jalan oleh Merry yang kebingungan dan panik melihat asap yang mengepul dari depan.
Merry masih berusaha untuk menyalakan lagi mesin mobilnya, tapi sia-sia. "Shit!" Merry keluar dari mobil dan menemukan dirinya ada di pinggir jalan yang gelap, sumber cahaya hanya dari bulan purnama yang sedang bersinar. Hampir tidak ada mobil yang lewat, sedangkan tidak ada tanda-tanda di sekitar situ ada rumah penduduk.
"Damn, gue musti nginep di mobil, sialan!", Merry menendang ban mobilnya. Udara sekitar situ agak panas, untung Merry hanya mengenakan t-shirt dan celana pendek, sehingga panasnya udara tidak begitu mengganggunya. Sedangkan untuk makanan, ia sudah mempersiapkan bekal untuk selama di perjalanan, biarpun seadanya tapi cukup untuk mengganjal perut.
Tapi Merry masih tetap berharap akan ada mobil yang lewat yang bisa membawanya ke bengkel atau wartel sehingga ada yang bisa menjemputnya. Rupanya Merry tidak usah menunggu terlalu lama. Tak berapa lama terdengar suara deru kendaraan mendekat, lalu terlihat sepasang lampu, makin lama makin terang dan terlihat sebuah mobil box mendekati tempat Merry. Merry langsung berdiri di tepi jalan dan melambai-lambaikan kedua tangannya.
"Haaii! Tolong Saya!". Box itu berhenti dan minggir dua orang keluar. Yang satu berbadan hitam dan besar serta berotot, sedangkan yang satu lagi botak, dengan badan kekar. Merry sempat ragu-ragu menghadapi kedua orang yang tampaknya kasar-kasar itu, tapi dirinya sangat membutuhkan tumpangan, dan ia berdoa agar tidak terjadi apa-apa.
"Ada yang bisa saya bantu, Non?", tanya Botak dengan sopan, sementara Hitam diam dan hanya tersenyum tipis.
"Mobil saya tau-tau keluar asepnya. Terus mesinnya mati nggak mau jalan lagi".
"Sial banget ya Non", jawab Botak sambil melirik kaki Merry yang panjang.
"Bener. Padahal saya musti sampe ke Bandung hari ini juga. Bapak-bapak bisa bantu saya?".
"eeh, bisa Non, mungkin kepanasan atau ada yang bocor. Bisa pinjem kuncinya Non?".
Merry merogoh saku celana pendeknya dan memberikan kunci Cielo-nya. Saking leganya ia tidak melihat Hitam dan Botak bertukar pandang dan menyeringai.
"Tunggu sebentar ya Non. Kita mesti periksa dulu mobilnya", kata Botak sambil menerima kunci dari Merry. Merry memberikan senyumnya yang paling manis sebagai tanda terima kasih, dan ia lalu berjalan-jalan sekitar situ melemaskan kakinya yang kaku selama mengemudi.
"Waduuh!", Botak berteriak ketika asap menyembur keluar dari kap yang ia buka.
Selama lima menit kemudian mereka berdua menunduk di mesin mobil Merry sambil berbisik-bisik. Sekali Merry bertemu pandang, dan Merry tersenyum. Mereka membalasnya, lalu kembali memandang satu sama lainnya. Beberapa saat Merry sedang melamun sambil memandang sebuah pohon di depannya ketika suara Botak dari belakangnya membuat ia terlompat kaget.
"Aduh, Saya sampe kaget Pak!".
"Begini Non, mobilnya emang rusak, tapi temen saya ini bisa betulin. Gimana, Non mau nunggu dibetulin?" kata Botak sambil menunjuk Hitam.
"Oh!" Merry merasa lega, "Betul? Bisa dibetulin? Kalo begitu silakan Pak dikerjakan. Makasih sekali Pak!".
"Cuma", kata Botak "Kami minta.., ya.., sedikit imbalan atau..", Botak tidak menyelesaikan kalimatnya sementara Hitam sekarang menyeringai.
"Oh iya Pak. Ten, tentu Pak. Bapak jangan kuatir". kata Merry. Ia sendiri heran mengapa ia merasa begitu gugup.
"Berapa biayanya, nanti saya bayar. Juga nanti ada uang lelah untuk Bapak ber.."
Merry terheran-heran melihat kedua laki-laki dihadapannya tertawa terbahak-bahak.
"Ada apa?" tanyanya bingung. "Ada yang salah?".
"Itu bukan imbalan yang kami minta nona manis!" mendengar nada suara Botak, Merry langsung sadar yang yang diingikan oleh mereka berdua atas dirinya. Dadanya berdebar keras, keringat dingin mulai keluar. Ini pasti mimpi, katanya dalam hati. Mereka pasti hanya bergurau. Matanya melihat suasana sekitarnya, gelap, tidak orang lain, tidak ada kendaraan yang lewat. Tidak ada.
"Sa, sa, saya nggak mengerti maksud Bapak!, Saya..", Merry berusaha menenangkan dirinya. Wajah si Botak dan Hitam langsung berubah sinis.
"Tentu saja Non tau", kata Botak dengan tenang.
"Perempuan cantik kayak Non, sendirian, dan butuh bantuan dari kita", Hitam kembali tertawa sementara mata Merry membelalak tidak percaya pendengarannya.
"Tentu saja ada yang lebih baik dan bagus daripada dibayar dengan uang. Betul nggak Cing?".
Merry perlahan-lahan mundur, "Sa, sa, sa tetap nggak nge, ngerti", berusaha agar tidak terdengar ketakutan. Merry merasa putus asa melihat Botak dan Hitam perlahan-lahan maju mendekati dirinya.
Air mata meleleh ke pipi Merry, "Tung, tunggu sebentar Pak! Jangan!" Merry terus mundur sementara jarak antara dirinya dan kedua laki-laki itu makin dekat.
"Lebih baek Non buka celana Non sekarang!"
Itu saat pertama terdengar suara keluar dari mulut Hitam. Merry langsung shock dan tidak dapat menguasai diri lagi. "Toloong! Toloong!", Merry berteriak dan berbalik lari sekuat tenaga.
Anehnya kedua laki-laki itu tidak langsung mengejarnya. Merry menyadari kecil kemungkinan ada mobil yang akan lewat yang akan menolongnya. Tapi ia tidak mau hanya berdiri dan menyerah diperkosa oleh kedua laki-laki itu. Nafas Merry mulai terengah-engah setelah ia sudah jauh berlari dari Botak dan Hitam. Ketika ia menoleh Merry melihat Botak dan Hitam masuk ke box mereka dari menyalakan mesin. Merry semakin panik dan ketakutan menyangka mereka akan menabrakkan mobil itu pada dirinya.
Merry terus berteriak minta tolong sambil terengah-engah menyadari mobil itu makin mendekatinya. Akhirnya mobil itu menjejeri dari sebelah kanan, dan Botak membuka jendela sambil meneriakinya.
"Lari terus Non!, Terus!, Cepeten Non! TerusS!", Merry berusaha mempercepat larinya sambil terus berteriak, "Jangaan!".
Tiba-tiba box itu berhenti tiba-tiba, Merry terus berlari. Nafasnya hampir putus, terengah-engah, menangis tersengal-sengal. Keringat membanjiri tubuhnya. Menyadari box tadi berhenti mengejarnya, ia sedikit merasa lega mengira mereka melepaskan dirinya. Ia terus berlari, berusaha mencari tanda-tanda seseorang yang bisa dimintai tolong. Mata Merry mulai berkunang-kunang, karena tubuhnya belum pernah dipaksa berlari secepat ini, Merry berusaha untuk tidak jatuh tersungkur dan pingsan.
Tapi dari arah belakang kembali terdengar dencit roda, dan dalam sekejap box tadi kembali ada disampingnya, lalu tiba-tiba pintu samping box terbuka dengan keras menghantam tubuh Merry yang sedang berlari limbung.
Merry merasa tubuhnya terlempar dan berputar sesaat sebelum akhirnya jatuh ke jalan berbatu. Tubuh Merry berguling-guling sebelumnya berhenti menabrak pohon di pinggir jalan tersebut. Dalam kesakitan dan ketakutannya, Merry berusaha bangkit lagi tapi ia langsung tersungkaur antara sadar dan tidak.
Kemudian ia merasa tubuhnya diangkat dan dimasukan ke bak belakang box tadi. Tubuhnya gemetar, jatuhnya tadi tidak menyebabkan luka hanya Merry merasa sakit dan pusing dikepalanya. Lewat matanya yang kabur, ia melihat Botak menyuruh Hitam untuk kembali ke mobilnya dan melepaskan nomor polisinya, dan kemudian membakarnya.
"Nona manis ini nggak butuh mobil lagi. Soalnya dia kan udah ikut kita".
"Jangan, jangan bakar mobil saya. Saya mohon!", Merry berusaha berteriak, tapi yang keluar hanya kata-kata lemah, sambil berusaha bangkit.
"Hei, nona manis ini masih bisa ngomong!" Botak lalu menampar pipi Merry, membuatnya ia tergeletak kembali ke lantai box tadi sambil menangis.
Tak lama, Hitam kembali sambil membawa nomor polisi mobil Merry. Dari kejauhan, terlihat cahaya api yang berkobar membakar mobil Merry, termasuk semua yang ada di dalamnya. Sekarang tak seorangpun tahu, milik siapa mobil tersebut atau tidak seorangpun dapat mencari kemana pengemudi mobil itu. Kemudian Merry merasa, tangan seseorang mengikat kedua tangannya erat-erat di depan, setelah itu giliran kakinya, sementara Merry hanya bisa berharap dirinya mati saat itu juga. Setelah selesai mengikat Merry, mereka berdua keluar dan menutup pintu belakang box itu. Dan sesaat kemudian, mesin mobil itu menyala dan mulai melaju. Merrypun jatuh pingsan dalam gelap.
Merry berusaha membuka matanya, dan perlahan-lahan sadar bahwa dirinya tidak ada di dalam box tadi. Dirinya terbaring di tanah berumput. Hari sudah malam, dan ada api unggun didekatnya berkobar membuat sekitarnya bersinar terang. Tali yang mengikat tangan dan kakinya sudah tidak ada. Merry memandang sekelilingnya dan kembali ketakutan melihat dua penculiknya sedang duduk didekatnya di atas sebuah batu. Botak memegang sebuah pisau yang besar, sementara Hitam mengacungkan sebuah pistol.
"Sudah bangun Non?", sindir Botak.
"Sekarang kita mulai pesta kita!", Mereka langsung tertawa sementara Merry menjerit ketakutan.
"Ma, ma, mau apa kalian?".
Merry sudah putus asa. Dirinya sudah dikuasai seluruhnya oleh Botak dan Hitam, semua identitasnya terbakar bersama mobilnya. Dan tidak ada seorangpun dari teman dan saudaranya tahu kemana ia pergi, karena rencananya ini semua dilakukannya secara tiba-tiba. Tangis Merry mulai terdengar lagi, terisak-isak dihadapan laki-laki yang tanpa belas kasihan terus memperhatikan dirinya.
"Kita nggak bakalan menyakiti kamu Non", jawab Botak, "Selama Non menuruti semua perintah kita. Semua. Ngerti Non?".
Merry hanya mengangguk sambil menundukan kepala.
"Saya nggak bisaenger Non!", bentak Botak.
"Saya mengerti", Merry menjawab disela tangis.
"Saya mengerti tuan!", bentak Botak lagi.
"Saya mengerti Tuan", ulang Merry ketakutan.
"Sekarang coba Non berdiri!"
Perlahan Merry berdiri, sambil terus menundukan kepalanya.
"Lepasin semua pakaian Non!".
"Y, y, ya Tuan", Merry menarik t-shirtnya ke atas.
"Pelan dong!", kata Botak kesal.
"Kita mau menikmati juga!".
Putus asa, Merry menuruti perintah Botak, perlahan-lahan menarik t-shirtnya ke atas melalui kepalanya. Buah dadanya terlihat ditutupi oleh BH yang halus dan berwarna putih. Dengan tangis yang makin keras, ia melepaskan BH tapi dan menjatuhkannya ke tanah. Sekarang Merry berdiri dengan dada terbuka, payudaranya yang bulat terlihat jelas disinari cahaya api unggun. Botak dan Hitam bersuit-suit dan bertepuk tangan kegirangan. Muka Merry memerah mendengar komentar-komentar Botak dan Hitam. Baru dua kali ia bertelanjang di depan laki-laki, pertama kali di depan Achmad, tunangannya yang ternyata sekarang berkhianat. "Celananya sekalian Non!" perintah Botak.
Bersambung...