Petualangan Seks - 2

Aku benar-benar tidak mampu mengelak dari kenikmatan tak terperi yang diberikan Rendi ini, maafkan aku Mas Adit.
Baru kali ini ada seseorang yang dengan sukarela menjilati pantatku, lubang duburku, lubang pembuangan kotoranku. Lidah Rendi membor lubang pantatku. Bibirnya menyedot cairan yang keluar dari pantatku. Dia tidak jijik dengan semua itu. Dia lahap semua serpih-serpih yang ditemuinya di sekitar pantatku itu. Ciuman dan jilatan Rendi pada dubur lubang pembuangan kotorankuku itu benar-benar menjadikanku serasa terbang ke awang-awang nikmat tak terperi.

Pada posisi berikutnya aku merasakan pinggul dan pantat Rendi mendorong kontolnya mendesak-desak pantatku. Aku yakin batang hangat itu berusaha memasuki analku. Dan kegatalan yang datang dan tak mampu kutahan dan kuhindari membuat tanganku melakukan gerak refleks meraih batang kontolnya yang panjang itu. Alangkah mantapnya kontol Rendi dalam genggaman tanganku ini. Panjangnya, besar dan kerasnya. Dan tanganku ini begitu cepatnya memahami kemana maunya arah kontol itu. Di tempat lain, kegalauan telah lama menanti. Vaginaku telah kuyup oleh cairan birahiku sendiri. Vaginaku menghangat dalam lelehan lendir yang tak henti-hentinya mengalir keluar dari lubangnya.

Kegatalan kemaluanku menunggu dengan gelisah tanpa sabar akan arahan tanganku yang kini gemetar, menuntun kontol Rendi menuju lubang nikmat nonokku. Aku merasakan katup bibir kemaluanku langsung mengencang seakan tidak rela kontol Rendi menembusnya. Aku merasakan kegatalan pada tepi-tepi klitorisku yang terus mengeras tegang dan ketat menahan tusukan kontol Rendi. Tetapi itu hanyalah ironi dari keinginan yang meledak-ledak dalam bentuk penolakan "jangan - tidak" yang dibarengi gelinjang-gelinjang nafsu birahi dari seluruh tubuhku.

Dan pada akhirnya semuanya tak ada yang mampu menghadang. Kontol Rendi dengan jamur dalam bulatan yang besar dan tumpul itu secara pelan dan pasti telah merangsek maju, menggedor-gedor gerbang vaginaku secara pasti dan tanpa kenal menyerah. Aku merasakan mili demi mili bagaimana kontol Rendi menerobos bibir dan kemudian dinding awal menuju lubang vaginaku. Aku merasakan saraf-sarafku yang karena kegatalan nikmatnya mencengkeram batang kontol Rendi yang semakin melesak ke dalam lubang kemaluanku. Aku mendengarkan dan merasakan bagaimana lenguh dan desah Rendi karena kontolnya merasakan nikmatnya lubang sempitku ini.

Dan ketika batang itu telah terlahap seluruhnya, Rendi menghentikan desakannya sesaat. Hatiku marah. Nafsuku meradang. Kurang ajar kamu Rendii.. mengapa kamu tega menyiksaku dengan caramu itu.. Dan dengan kejengkelan erotikku, tak ayal bokongku berusaha menjemput batang kontol itu agar tidak diam hingga membuatku tersiksa seperti ini. Ternyata memang benar, itu hanya sesaat. Dengan tangan kirinya, Rendi meraih rambutku yang telah berantakan terurai. Seperti sais menarik tali kekang kudanya, tangan Rendi menarik rambutku ke belakang hingga kepalaku dibuatnya terdongak.

Dia benar-benar menjadikan rambutku seperti tali kekang kuda. Ditarik-tariknya sambil menghantamkan keluar masuk kontolnya ke memekku.
"Ammpuunn Rendii.. kontolmu ituu.. aacchh..".
Genjotan Rendi membuat seluruh ranjangku bergoyang tergoncang-goncang. Kenikmatan yang kuterima membuat tangan-tanganku meraba-raba berusaha mencari pegangan. Dan korbannya adalah seprei ranjangku yang jadi terbongkar tak karuan karena kuremas. Keringatku tak lagi mengenal toleransi. Mengucur deras mengiringi rintihanku yang dipenuhi kepiluan nikmat tak bertara.

Setiap tusukan kontol Rendi ke kemaluanku selalu menghasilkan siksaan sekaligus kenikmatan yang tak mampu kutanggung sendiri. Rintihan itu seakan meminta, memohon, entah kepada siapa untuk turut berbagi siksa nikmat yang sedang melandaku. Rintihanku itu sepenuhnya melukiskan keadaanku yang dengan sepenuhnya sedang terjajah oleh nafsu dan birahi hewaniahku. Rintihan itu terus menerus mengiringi kocokan kontol Rendi yang tidak menampakkan tanda-tanda kapan hendak berhenti.

Kemudian, dengan tanpa mencabut kontolnya dari nonokku, Rendi meraih dan mengangkat kaki kiriku, membalikkan tubuhku kemudian mendorongnya sedikit lebih ke tengah ranjang pengantinku. Dan kaki kiriku tak pernah diturunkannya lagi, kecuali hanya disandarkannya pada bahunya yang membuat selangkanganku menjadi sangat terbuka sehingga nonokku menjadi sepenuhnya terkuak dan memudahkan Rendi meneruskan kocokannya pada lubang vaginaku ini.

Kembali sensasi erotik birahiku dengan penuh nafsu menyerang. Aku hanya bisa mengeluarkan racauan.
"Teruuzzhh.. terruuzzhh Rendii.. teruuzzhh.. enhhaakk..", sambil ludahku muncrat-muncrat karena kehilangan kendali saraf mulutku dan dengan dibarengi oleh mataku yang melotot tanpa kedip.
Gelombang kenikmatan yang mengalun bertalu-talu itu membuat seluruh tubuhku bergelinjang tak karuan. Tangan-tanganku berusaha menggapai payudaraku dan meremas-remasnya sendiri dalam upaya mengurangi deraan nikmat yang tanpa batas itu. Tanganku terus menerus dan semakin erat meremas kuat-kuat seluruh urat dalam payudaraku itu. Entahlah, kesadaranku rasanya tak tampak lagi, yang tersisa tinggal kenikmatan yang membuat seluruh tubuhku semakin tenggelam dan terperosok ke dalamnya.

Kini Rendi menjatuhkan kakiku demikian saja dari bahunya. Nafsunya yang buas dan liar merubuhkan tubuhnya ke atas tubuhku. Dengan genjotan kontolnya yang semakin cepat, ditindihnya aku. Bibirnya menjemput bibirku yang langsung kusambut dengan lahapnya. Ludah dan lidahnya kuhisap-hisap dengan penuh kehausan. Tangan Rendi yang langsung merangsek tubuhku dengan eratnya membuatnya menekankan bibirnya ke bibirku menjadikan seakan tubuh kami lengket tak terpisahkan. Dan tanganku yang juga memeluk tubuhnya yang bidang itu merasakan betapa keringat Rendi mengucur deras.

Sementara kontol Rendi yang panjang itu makin cepat menghunjamkan batangnya ke vaginaku hingga terasa mentok pada lubang peranakanku. Selama ini belum pernah ada yang mampu menyentuh lubang peranakanku. Panjangnya kontol Mas Adit yang hanya separohnya jelas tak akan pernah menyentuh titik lokasi ini. Sedangkan justru di situlah sebenarnya letak saraf-saraf peka yang mampu membuat perempuan menerima kenikmatannya dari kontol seorang lelaki. Aku sungguh-sungguh merasakan sangat beruntung dientot Rendi pagi ini.

Dan kini yang aku rasakan adalah semacam aliran birahi yang mendesak dari lubang vaginaku untuk muncul ke permukaan. Seperti ingin kencing yang sangat mendesak. Saraf-saraf pada dinding vaginaku yang semakin ketat mencengkeram batang kontol Rendi menguncup antara melepas dan mencengkeram membuat rasa ingin kencing yang tak lagi mampu kubendung. Anehnya rasa ingin kencing itu justru ingin sekali kugapai. Dan perasaan seperti ini belum pernah aku rasakan semenjak 8 tahun perkawinanku dengan Mas Adit.

Apakah ini yang sering disebutkan sebagai orgasme? Apakah memang selama ini aku tidak pernah mendapakan orgasme? Apakah sepanjang hubungan seksku selama 8 tahun dengan Mas Adit tidak pernah sekalipun menghasilkan orgasme? Aku sendiri tidak tahu, apa sebenarnya orgasme itu.

Tiba-tiba saja, juga dengan tanpa melepas kontolnya dari nonokku, Rendi mengangkat kaki kananku dan diseberangkan melewati tubuhnya yang merebah ke kanan tubuhku. Dan kini posisiku adalah miring membelakangi Rendi yang dengan tanpa berhenti bisa tetap mempertahankan kontolnya pada lubang memekku sambil terus menggenjotnya.

Dengan cara memeluk tubuhku dari belakang, tangan Rendi langsung meremas payudaraku yang iramanya mengiringi genjotan kontolnya pada kemaluanku. Dan rasa ingin kencing itu membuatku nonokku terasa sedemikian gatalnya hingga dengan sepenuh kekuatan, aku menggoyang-goyangkuan pinggul dan pantatku untuk ikut menjemput kontol yang keluar masuk di liang vaginaku.

Rasanya kegatalan ini tak akan mereda kembali. Aku berteriak, mengaduh, merintih dan berteriak kembali. Tempat tidurku bergoncang dengan hebatnya. Sepreiku sudah terlepas entah kemana. Kini aku raih kisi-kisi ranjangku kuat-kuat. Rasa ingin kencing itu tak lagi dapat terhindarkan. Rasa ingin kencing itu sudah sangat mendekati gerbang pertahanan terakhirnya untuk jebol. Rasa merinding dan gemetar langsung melanda seluruh tubuhku.
"Rendii.., akuu.., oohh..", dan entah apa lagi yang kuteriakkan.
Hingga akhirnya ada yang kurasakan sangat mencekam saraf-saraf vaginaku.

Dengan kedutan-kedutan besar, serta dengan cengkeraman-cengkeraman pada kisi-kisi ranjang yang bisa membuat tangan-tanganku terluka, dengan keringatku yang mengucur membasahi dada, perut, rambutku maupun leherku, kutekan habis-habisan hingga mentok ke pintu peranakanku setiap kontol Rendi menusuk nonokku, terus kutekan, terus, hingga kurasakan ada sesuatu yang tumpah dari lubang vaginaku.

Tumpahan-tumpahan dari lubang vaginaku itu rasanya mengalir tak henti-hentinya, sangat nikmat. Aku terkulai sesaat. Sementara itu kontol Rendi sama sekali belum menunjukkan akan selesai menggenjotku, bahkan semakin mempercepat kocokannya. Aku pasrah saja. Walau sejenak setelah ada yang tumpah dari liang vaginaku tadi segala kegatalanku tadi langsung turun. Yang kurasakan sekarang adalah sedikit rasa pedih. Kocokan kontol Rendi mungkin membawa serta rambut-rambut di tepi vaginaku sehingga kemungkinan membuat bibir vaginaku terluka. Tetapi tak apalah. Toh sebanding dengan apa yang bisa kuraih pagi ini.

Rupanya Rendi memang masih jauh dari tujuannya. Kontolnya yang besar panjang dan kaku itu, walaupun posisi Rendi berada di punggungku, tak ayal pula tetap saja ujungnya mampu menyentuh lubang peranakanku. Bahkan, kini dia raih tubuhku ke atas tubuhnya. Aku menjadi telentang menindih tubuhnya yang terus menancapkan dan menggejot nonokku. Kakunya itu, pajangnya itu, besarnya itu membuat seakan tak ada celah yang tersisa lagi dalam ruang kemaluanku yang memang menjadi sangat menyempit dan terus menerus menggedor lubang peranakanku.

Rasanya Rendi memerlukan bantuanku. Aku berusaha bangkit untuk mencoba membantunya. Mungkin dengan menggoyangkan pinggul dan pantatku akan dapat mengimbangi genjotannya yang semakin menggila. Bahkan kemudian aku bergerak bangun setengah menduduki selangkangannya dengan kedua tanganku masih bertumpu pada dada gempal Rendi sehingga kontol Rendi dapat sepenuhnya masuk dalam lahapan vaginaku dan kuikuti genjotannya dengan menaikturunkan pantatku. Payudarahku ikut tergoncang-goncang. Rambutku terhambur ke kanan maupun kiri. Sungguh edan kontol ini.

Bersambung . . . .