Kisah dengan tetangga - Hesti - 4

Hesti menggeserkan tubuhnya ke arah bagian atas tubuhku sehingga payudaranya tepat berada di depan mukaku. Segera kulumat payudaranya dengan mulutku. Putingnya kuisap pelan dan kujilati.

"Aacchh, Ayo Anto.. Lagi.. Teruskan Anto.. Teruskan". Ia mulai menaikkan volume suaranya..

Kemaluanku semakin mengeras. Kusedot payudaranya sehingga semuanya masuk ke dalam mulutku kuhisap pelan namun dalam, putingnya kujilat dan kumainkan dengan lidahku. Dadanya bergerak kembang kempis dengan cepat, detak jantungnya juga meningkat, pertanda nafsunya mulai naik. Napasnya berat dan terputus-putus.

Tangannya menyusup di balik celana dalamku, kemudian mengelus, meremas dan mengocoknya dengan lembut. Pantatku kunaikkan dan dengan sekali tarikan, maka celana dalamku sudah terlepas. Kini aku sudah dalam keadaan polos tanpa selembar benang pun.

Bibirnya mengarah ke leherku, mengecup, menjilatinya kemudian menggigit daun telingaku. Napasnya dihembuskannya ke dalam lubang telingaku. Kini dia mulai menjilati putingku dan tangannya mengusap bulu dadaku sampai ke pinggangku. Aku semakin terbuai. Kugigit bibir bawahku untuk menahan rangsangan ini. Kupegang pinggangnya erat-erat.

Tangannya kemudian bergerak membuka celana dalamnya sendiri dan melemparkannya begitu saja. Tangan kiriku kubawa ke celah antara dua pahanya. Kulihat ke bawah rambut kemaluannya tidaklah lebat dan dipotong pendek. Sementara ibu jariku mengusap dan membuka bibir vaginanya, maka jari tengahku masuk sekitar satu ruas ke dalam lubang guanya. Kuusap dan kutekan bagian depan dinding vaginanya dan jariku sudah menemukan sebuah tonjolan daging seperti kacang. Setiap kali aku memberikan tekanan dan kemudian mengusapnya dia mendesis.

Ia melepaskan tanganku dari selangkangannya. Mulut bergerak ke bawah, menjilati perutku. Tangannya masih mempermainkan penisku, bibirnya terus menyusuri perut dan pinggangku, semakin ke bawah. Ia memandang sebentar kepala penisku yang lebih besar dari batangnya dan kemudian mengecup batang penisku. Namun ia tidak mengulumnya, hanya mengecup dan menggesekkan hidungnya pada batang penis dan dua buah bola yang menggantung di bawahnya. Aku hanya menahan napasku setiap ia mengecupnya.

Hesti kembali bergerak ke atas, tangannya masih memegang dan mengusap kejantananku yang telah berdiri tegak. Kugulingkan badannya sehingga aku berada di atasnya. Kembali kami berciuman. Buah dadanya kuremas dan putingnya kupilin dengan jariku sehingga dia mendesis perlahan dengan suara di dalam hidungnya..

"Sshh.. Sshh.. Ngghh.."

Perlahan-lahan kuturunkan pantatku sambil memutar-mutarkannya. Kepala penisku dipegang dengan jemarinya, kemudian digesek-gesekkan di mulut vaginanya. Terasa masih kering, tidak lembab seperti tadi. Dia mengarahkan kejantananku untuk masuk ke dalam vaginanya. Ketika sudah menyentuh lubang guanya, maka kutekan pantatku perlahan. Kurasakan penisku seperti membentur tembok lunak.

Hesti merenggangkan kedua pahanya dan pantatnya diangkat sedikit. Kepala penisku sudah mulai menyusup di bibir vaginanya. Kugesek-gesekkan di bibir luarnya sampai terasa keras sekali dan kutekan lagi, namun masih belum bisa menembusnya. Aku juga heran kenapa sekarang justru setelah kusetubuhi dua kali vaginanya menjadi kering dan peret. Hesti merintih dan memohon agar aku segera memasukkannya sampai amblas.

"Ayolah Anto tekan.. Dorong sekarang. Ayo.. Please.. Pleasse..!!"

Kucoba sekali lagi. Kembali tangannya mengarahkan ke lubang guanya dan kutekan, meleset dan hampir batang penisku tertekuk. Ia menggumam dan menarik napas dan melepaskannya dengan kuat, gemas. Didorongnya tubuhku ke samping. Dikocoknya sebentar untuk menambah ketegangan penisku. Kepalanya yang sudah kemerahan nampak semakin merah dan berkilat.

Ia merebahkan diri lagi dan kutindih sambil berciuman. Kucoba untuk memasukkannya lagi, masih dengan bantuan tangannya, tetapi ternyata masih agak sulit. Akhirnya kukencangkan otot diantara buah zakar dan anus, dan kali ini.. Blleessh. Usahaku berhasil, setengah batang penisku sudah tertelan dalam vaginanya.

"Ouhh.. Hesti," desahku setengah berteriak.

Aku bergerak naik turun. Perlahan-lahan kugerakkan pinggulku karena vaginanya sangat kering dan sempit. Kadang gerakan pantatku kubuat naik turun dan memutar sambil menunggu posisi dan waktu yang tepat. Hesti mengimbangiku dengan gerakan memutar pada pinggulnya. Ketika kurasakan gerakanku sudah lancar dan mulai ada sedikit lendir yang membasahi vaginanya maka kupercepat gerakanku. Namun Hesti menahan pantatku, kemudian mengatur gerakan pantatku dalam tempo sangat pelan. Untuk meningkatkan kenikmatan maka meskipun pelan namun setiap gerakan pantatku selalu penuh dan bertenaga. Akibatnya maka keringatpun mulai menitik di kulitku.

"Anto.., Ouhh.. Nikmat.. Oouuhh. Kamu memang betul-betul perkasa" desisnya sambil menciumi leherku.

Kuputar kaki kirinya hampir melewati kepalaku. Tetapi ia menahan tanganku.

"Aku mau nungging!" bisikku.

Dilepaskannya tanganku dan kini aku sudah dalam posisi menindih tubuhnya yang tengkurap. Perlahan kugerakkan pantatku naik turun. Beberapa saat kemudian kupeluk perut dan pinggulnya dan kuangkat naik. Tubuhnya dalam posisi nungging dan akupun segera menggenjot dari belakang. Hesti menggerakkan pantatnya maju mundur mengimbangi ayunan pantatku. Kupegang bongkahan pantatnya untuk menjaga irama dan kecepatan ayunanku.

"Antoo oohh.. Uuhh. Lebih cepat lagi saayy" ia setengah menjerit.

Kupercepat ayunan pantatku. Kutarik rambutnya ke belakang sampai kepalanya menengadah. Kurapatkan badanku dan dari belakang kucium leher kemudian bibirnya. Kepalanya miring menyambut ciumanku. Tanganku meremas dan mengusap buah dadan dan putingnya.

Kucabut penisku dan kugulingkan badannya, dan segera kumasukkan penisku kembali ke dalam vaginanya. Kami kembali dalam posisi konvensional. Beberapa saat kemudian kedua kakinya kurapatkan dan kujepit dengan kedua kakiku. Penisku hampir-hampir tidak bisa bergerak dalam posisi ini. Dalam posisi ini vaginanya terasa sangat sempit menjepit penisku.

Kugulingkan tubuhnya lagi sampai ia menindihku. Akan kubiarkan ia mencapai puncak dalam posisi di atasku. Kakinya keluar dari jepitan kakiku dan kembali dia yang menjepit pahaku. Dalam posisi ini gerakan naik turunnya menjadi bebas. Kembali aku dalam posisi pasif, hanya mengimbangi dengan gerakan melawan gerakan pinggul dan pantatnya. Tangannya menekan dadaku. Kucium dan kuremas buah dadanya yang menggantung. Kepalanya terangkat dan tanganku menarik rambutnya kebelakang sehingga kepalanya semakin terangkat. Setelah kujilat dan kukecup lehernya, maka kepalanya turun kembali dan bibirnya mencari-cari bibirku. Kusambut mulutnya dengan satu ciuman yang dalam dan lama.

Ia mengatur gerakannya dengan tempo pelan namun sangat terasa. Pantatnya diturunkan sampai menekan pahaku sehingga penisku terbenam dalam-dalam sampai kurasakan menyentuh dinding rahimnya. Ketika penisku menyentuh rahimnya Hesti semakin menekan pantatnya sehingga tubuh kamipun semakin merapat.

Ia menegakkan tubuhnya sehingga ia dalam posisi duduk setengah jongkok di atas selangkanganku. Ia kemudian menggerakkan pantatnya maju mundur sambil menekan ke bawah sehingga penisku tertelan dan bergerak ke arah perutku. Rasanya seperti diurut dan dijepit sesuatu kuat namun lunak. Semakin lama-semakin cepat ia mengerakkan pantatnya, namun tidak kasar atau menghentak-hentak. Darah yang mengalir ke penisku kurasakan semakin cepat dan mulai ada aliran yang mendesir-desir.

"Ouhh.. Sshh.. Akhh!"

Desisannya pun semakin sering. Aku tahu sekarang bahwa iapun akan segera mengakhiri permainan. Aku menghentikan gerakanku untuk mengurangi rangsangan yang ada karena desiran-desiran di mulut penisku makin kencang. Aku tidak mau kalah.

Aku sebenarnya ingin menyelesaikannya dengan posisiku di atas sehingga aku bisa menghunjamkan kemaluanku dalam-dalam. Namun kali ini aku mengalah, biarlah ia yang mengejang dan menekankan pantatnya kuat-kuat.

Setelah beberapa saat kurasakan rangsangan itu menurun. Kini penisku kukeraskan dengan menahan napas dan mengencangkan otot antara buah zakar dan anusku seolah-olah menahan kencing. Kulihat reaksinya. Ia kembali merebahkan tubuhnya ke atas tubuhku, matanya berkejap-kejap dan bola matanya memutih. Giginya menggigit bibir bawahnya kuat-kuat. Akupun merasa tak tahan lagi dan rasanya akan segera menembakkan peluru terakhirku untuk menyelesaikan pertempuran. Akhirnya beberapa detik kemudian..

"Anto.. Sekarang say.. Sekarang.. Aakkhh.. Hhuuhh!" Hesti memekik kecil.

Pantatnya menekan kuat sekali di atas pahaku. Dinding vaginanya berdenyut kuat menghisap penisku. Aku menahan tekanan pantatnya dengan menaikkan pinggulku. Bibirnya menciumiku dengan pagutan-pagutan ganas dan diakhiri dengan gigitan pada dadaku. Desiran yang sangat kuat mengalir lewat lubang penisku. Kupeluk tubuhnya erat-erat dan kutekankan kepalanya di dadaku. Napasnya bergemuruh kemudian disusul napas putus-putus dan setelah tarikan napas panjang ia terkulai lemas di atas tubuhku.

Denyutan demi denyutan dari kemaluan kami masing-masing kemudian melemah. Spermaku yang masuk dalam vaginanya sebagian tertumpah keluar lagi di atas pahaku. Ia berguling ke sampingku sambil tangan dan mukanya tetap berada di leherku. Kuberikan kecupan ringan pada bibir, dan usapan pada pipinya.

"Terima kasih To. Kamu sungguh luar biasa, begitu nikmat dan indah. Perkasa dan sekaligus romantis. Thanks". Katanya lembut.

Kami masih berpelukan sampai keringat kami mengering. Kembali kami tertidur beberapa saat. Begitu terbangun kulihat jam tanganku sudah menunjukkan pukul empat sore. Aku bangkit, masuk ke kamar mandi dan mandi di bawah guyuran shower. Setelah mandi dan hendak mengenakan pakaian, Hesti menahan tanganku yang sudah memegang celana dalam.

"Kita tidur disini lagi malam ini, please. Besok siang kita check out dan kamu bisa berangkat ke kantor dari sini saja. Aku.. Masih ingin lagi.." katanya dengan tersipu-sipu.

Kuikuti saja kemauannya, toh cutiku belum lagi habis. Malam itu setelah makan malam sampai besok siangnya kami tidak keluar kamar dan tidak sempat mengenakan pakaian lagi. Kuikuti permainannya sampai ia merasa tidak mampu lagi mengangkat tubuhnya.

Keesokan siangnya kuantar ia sampai Blok M dan ia naik taksi ke Sawangan.

When will we meet again, Hesti?

Tamat