Makna persahabatan - 2

Dadaku berdegup kencang, mataku membelalak dan mulutku terbuka. Mimpi apa aku semalam? Kupandangi keempat wanita Cina yang putih mulus, cantik montok dan bahenol itu dengan nafas yang menderu-deru. Keempatnya tersenyum manis.

"Selamat datang ke dunia impian", kata Yen dengan suaranya yang merdu.
"Semua ini milikmu", sambung Mei.
"Nikmati sepuas hati."
"Ayolah, Kho Ardy", kata Yen manja.
"Kenalan dong, sama si Fenny dan Dewi. Katanya pingin kenalan dengan dua cewek montok nan sexy ini. Ayo, kemarilah."

Aku mendekat. Mei dan Yen mendekat dan mengapitiku di kiri dan kanan. Keduanya bergayut di bahuku dengan buah dada mereka yang montok kenyal itu menempel di lengan kiri dan kananku. Kedua wanita montok ini telah puluhan kali merasakan kejantananku. Sekarang mereka ingin membagi kenikmatan dengan dua teman yang lain. Aduhai! Dadaku berdegub-degub.

Fenny mendekat. Goyangan dada dan pantatnya saja sudah mampu membangkitkan birahiku. Apalagi goyangannya di atas ranjang, pastilah membuatku terbang ke awan-awan. Kuulurkan tanganku. Ia menyambutnya hangat. Kurengkuh tubuh montok itu ke dalam pelukanku. Dadanya terasa empuk menempel di dadaku. Tanganku melingkari pinggulnya dan meraih pantatnya yang besar itu. Kutekan pantatnya itu ke arahku dalam gerak menyerupai persetubuhan. Fenny terkikik diiringi tawa Mei dan Yen. Ketika kukecup bibirnya, terasa ada getar-getar birahi dalam desah nafasnya yang hangat.

Lalu giliran Dewi. Jalannya anggun. Dengan postur tubuh setinggi itu ia lebih layak menjadi peragawati. Buah dadanya yang putih mulus dan disangga oleh BH kecil itu bergoyang-goyang dengan lembutnya. Sungguh pemandangan yang mengungkit birahi terpendam.

"Senang berkenalan dengan Mas Ardy", kata Dewi sambil menyambut tanganku.

Aku merengkuh tubuh sintal dan sexy itu ke dalam pelukanku. Ia menggeletar. Ketika masih kunikmati dadanya yang empuk menempeli dadaku dan tanganku meraih-raih pantatnya, ia mendaratkan kecupannya di pipiku. Mei dan Yen bertepuk tangan.

"Nah, Kho Ardy", kata Yen.
"Tugasku sudah selesai. Dewi dan Fenny akan menemanimu. Nikmati malam ini sepuas-puasnya. Aku dan Mei akan pergi."
"Dewi, Fen", kata Mei.
"Kami pergi ya. Aku jamin deh, kalian berdua nggak bakalan kecewa. Malah ketagihan nanti. Hati-hati, jangan lupa pulang lho, besok."

Mei dan Yen segera berpakaian dan meninggalkan ruangan. Tidak lama berselang, terdengar derum mobil Mei meninggalkan halaman rumah. Aku turun dan mengunci pagar dan pintu depan. Ketika aku kembali, Dewi dan Fenny sudah menantiku di pintu ruang tengah. Keduanya langsung menyerbuku dan mendaratkan ciuman-ciumannya yang panas dan penuh gairah birahi terpendam. Aku sampai kewalahan dibuatnya. Malam ini, Dewi dan Fenny sepenuhnya menjadi milikku. Aku akan mereguk kenikmatan sepuas-puasnya dalam pelukan hangat keduanya.

Sambil merangkul keduanya, Fenny di kiri dan Dewi di kanan, kuajak keduanya duduk di sofa ruang tengah. Di ruang inilah dulu aku berpesta seks pertama kali dengan Mei dan Yen. Di ruang inilah pertama kali Mei dan Yen melayaniku dan menjadi ketagihan sejak itu. Kini aku ingin agar di ruang yang sama ini Fenny dan Dewi merasakan kejantananku dan selanjutnya menjadi ketagihan.

Tanpa kuminta, kedua wanita Cina yang cantik montok nan bahenol ini mulai membuka pakaianku. Satu persatu dilepaskannya sehingga yang tertinggal hanya celana dalamku saja. Kemudian serentak keduanya mendaratkan ciuman-ciuman di pipi dan leherku hingga akhirnya mulut-mulut mungil dengan bibir-bibir sexy itu mulai mengulum puting susuku, Fenny di sebelah kiri dan Dewi di sebelah kanan.

Aku mengerang-ngerang nikmat dan dengan segera tanganku bergerilya di lekukan-lekukan tubuh keduanya. Kedua tanganku melingkar ke punggung Dewi dan Fenny lalu melepaskan kaitan BH masing-masing. Terlepas dari BH, buah dada keduanya yang memang besar dan montok mencuat keluar dengan indahnya. Warnanya putih mulus dengan puting yang merah kecoklatan. Buah dada keduanya sudah menegang sehingga terasa padat dan empuk di telapak tanganku.

Ketika tanganku mulai mengelus buah dada keduanya yang montok itu, desah nafas nikmat terdengar dari mulut keduanya. Geletar birahi sudah melanda urat nadi seluruh tubuh mereka. Serentak tanga-tangan mungil Dewi dan Fenny menerobos celana dalamku dan berebutan menggenggam batang kemaluanku yang sudah menegang sekeras tank baja. Aku tidak peduli tangan siapa yang mengelus batang kemaluanku dan yang lain mengusap-usap buah pelirku. Yang kurasakan hanya geletar-geletar nikmat yang menjalari seluruh bagian tubuhku dan meledak-ledak di denyutan kemaluanku.

Melepaskan kuluman di kedua puting susuku, Fenny menyusuri perutku dan mendekati selangkanganku. Dewi merayapi leherku dan mengendus-ngendus di pangkal kupingku. Tangan kiriku menyelusuri belahan buah dada Fenny dan sejalan dengan itu bibirku merambah tonjolan buah dada Dewi yang ternyata lebih besar dan lebih montok dari buah dada Fenny. Kuremas buah dada Fenny dan kuisap buah dada Dewi. Kedua wanita Cina itu bersamaan mengerang dengan suara keras.

Sambil tetap mengisap-isapi buah dada Dewi, tanganku mulai bergerilya ke balik celana dalam keduanya. Bongkahan-bongkahan pantat keduanya yang montok dan padat itu kini menjadi sasaran remasan tanganku. Telapak tanganku terasa empuk menelusuri halus kulit dan montoknya bongkah-bongkah itu. Keduanya menggelinjang ketika jari-jariku nakal menyelusuri belahan pantat yang menggairahkan itu. Keduanya bereaksi menjawab gerak tanganku itu.

Celana dalamku diperosotkan Fenny sehingga aku telanjang. Sejalan dengan mencuatnya kemaluanku tegak ke atas laksana menara, mulut mungil Fenny langsung menyergapnya. Kemaluanku yang sudah tegang itu berdenyut-denyut dalam mulutnya. Sedotannya sungguh membawa nikmat tidak terkira. Aku menggeram, tetapi geramanku itu tertahan di buah dada Dewi yang menekan kepalaku kuat-kuat ke dadanya. Kedua tanganku dengan cepat menerobosi celana dalam keduanya dan bersarang di kemaluan masing-masing. Tangan kiriku menggerayangi kemaluan Fenny dan tangan kananku sibuk mencari-cari kemaluan Dewi. Ternyata keduanya telah basah oleh lendir.

Dewi mengaduh keras ketika jemariku menerobosi liang nikmatnya itu. Jeritan Fenny tertahan oleh kemaluanku yang telah memenuhi mulutnya. Sambil tangan kirinya terus menekan kepalaku ke arah dadanya, tangan kanannya memerosotkan celana dalamnya sendiri. Fenny menggelinjang-gelinjang ketika tangan kiriku mencopot celana dalamnya. Kini aku bersama kedua wanita cantik itu sudah dalam keadaan bugil penuh tanpa ditutupi sehelai benang pun. Adakah sesuatu yang dapat menghalangi aku untuk menikmati tubuh-tubuh bahenol ini sekarang?

"Kita ke kamar sekarang", kataku kepada Fenny dan Dewi.

Fenny melepaskan kulumannya atas kemaluanku. Bertiga kami bangkit dan melangkah ke lantai atas. Kedua wanita itu bergayut di bahuku, Fenny di sebelah kiri dan Dewi di sebelah kanan. Tangan kanan Dewi menggenggam dan mengusap-usap kemaluanku sehingga tetap tegang dan keras. Buah dada keduanya menempeli lengan kiri dan kananku sementara kedua tanganku merayapi bongkah-bongkah pantat keduanya yang montok dan padat. Kedua wanita cantik itu mengikik genit dan seksi. Aku tahu persis, nafsu birahi keduanya telah menggelora, tidak sabar menantikan pemuasan.

Kamar tidur Mei terasa sangat romantis dan berbau wangi. Ruangan berpenyejuk itu terasa sangat lapang. Lampu yang redup membuat suasana semakin indah. Aku merebahkan tubuhku di atas ranjang. Kemaluanku tegak menjulang dengan gagahnya, menantikan saat-saat mendebarkan, menyatu dengan kedua wanita itu bergantian. Dewi dan Fenny berdiri sejajar mempertontonkan tubuhnya yang molek padat kepadaku. Dewi lebih tinggi dengan buah dada yang lebih besar dan padat.

Fenny lebih pendek, buah dadanya juga kalah besar dari Dewi, tetapi pantatnya itu! Aduhai! Lebih besar dari pantat Dewi, bahkan lebih besar dari pantat Mei dan Yen. Getaran pantatnya yang besar itu jelas-jelas sangat mengungkit birahiku yang terpendam. Sambil tertawa-tawa keduanya berputar-putar, mempertontonkan kemontokan dan kemolekan tubuh bugil mereka. Kupandang buah dada keduanya yang montok, bongkahan-bongkahan pantat yang bulat, padat dan besar. Rambut kemaluan yang hitam legam itu memberi pemandangan yang sangat indah dan kontras di atas kulit yang putih dan mulus itu.

"Udah puas lihatnya?" tanya Dewi.
"Udah", jawaku sekenanya.

Segera kedua wanita itu menerkamku di atas ranjang Mei yang lebar dan empuk itu. Spring bed itu bergetar-getar menahan gempuran keduanya. Jari-jari mungil mereka merambah dan mengelus seluruh bagian tubuhku, sementara bibir-bibir mungil dan basah itu menjelajah seluruh bagian sensitif tubuhku. Tubuh-tubuh bugil bahenol itu menghimpitku dengan ketatnya. Kubiarkan keduanya menjelajahi tubuhku. Sentuhan-sentuhan manis itu sungguh-sungguh membawa rasa nikmat yang tak terkira.

Dewi mendekatkan buah dadanya ke wajahku. Mulutku dengan segera menangkap dan mengulum puting buah dadanya yang menegang itu. Ia mengerang keras ketika lidahku mempermainkan putingnya. Sementara itu bibir dan lidah Fenny leluasa menjelajahi sela-sela pahaku. Batang kemaluanku yang sudah sekeras laras senapan itu terasa terpilin-pilih dalam mulutnya. Lidahnya begitu lihai mempermainkan kemaluanku itu. Pantatnya yang bulat lebar itu menjadi sasaran remasan tangan kiriku. Ketika nafsu birahiku semakin menggila dan tak tertahankan lagi, kupikir saatnya untuk menyetubuhi kedua wanita itu. Aku melepaskan diri dan meminta keduanya berbaring berjajar.

"Dewi duluan", kata Fanny.

Bersambung . . .