Pengakuan Meta, sisi lain Mas Pujo

Namaku Meta dalam diriku mengalir darah Kawanua dan Madura, tinggi 160 sentimeter, berat 56 kilogram, lingkar pinggang 65 sentimeter yang istimewa dariku adalah kulitku yang mulato (kata Mas Pujo), namun yang paling istimewa bagi setiap cowok adalah bentuk payudaraku. Meskipun aku sudah pernah menyusui dua kali tapi bentuk payudaraku tetap indah bulat dan penuh dengan puting yang mencuat setinggi 1,2 cm dan diameter 1,5 cm.

Secara keseluruhan, sosokku boleh dikata sintal kencang, garis tubuhku akan tampak seksi bila mengenakan pakaian yang ketat apalagi pakaian senam, tapi dalam keseharian aku lebih senang menyembunyikan kemolekan tubuhku dengan mengenakan pakaian agak longgar. Hal ini aku lakukan karena aku sering risih kalau berhadapan dengan laki-laki yang selalu mencuri-curi pandang ke arah dadaku yang cukup besar.

Aku menikah dengan Jhony sudah hampir 8 tahun dan telah kupersembahkan dua orang anak berusia 6 dan 4 tahun yang manis-manis. Jhony orangnya pendiam bahkan cenderung introvet menurutku, dia bekerja ditempat yang sama dengan Mas Pujo bahkan Mas Pujolah yang mengangkat karirnya menjadikannya kepala bagian keuangan sesuai dengan latar belakang pendidikannya yang jebolan D3 Akuntansi.

Awal-awal kehidupan pernikahanku dengan Jhony berjalan wajar-wajar saja itu mungkin karena pengetahuanku tentang rumah tangga yang sangat kurang, bagi keluarga kami prinsipnya isteri harus nurut suami dan ngladeni tidak boleh banyak menuntut. Bahkan dalam urusan ranjangpun kami diajarkan untuk tidak membicarakannya dengan suami tabu kata orang tuaku. Dengan bekal seperti itu aku arungi bahtera rumah tanggaku, sehingga aku mandah saja dengan semua kehendak suamiku termasuk urusan ranjang.

Malam pertama kulalui tanpa kesan istimewa. Saat itu aku sudah berumur 26 tahun tapi aku masih buta soal berolah cinta, begitu acara resepsi selesai kami langsung masuk kamar penganten seperti umumnya penganten baru. Didalam kamar aku sudah siap menanti dengan segenap jiwa raga cumbuan Jhony suamiku. Selama pacaran kami cuma cium bibir tanpa cumbu-cumbuan keadaan ini membuatku bangga karena saya pikir Jhony sangat menghormati kesucianku.

Namun Jhony langsung memintaku membuka seluruh pakaian yang melekat ditubuhku. Aku menurut saja, meskipun agak kikuk dengan mencoba menutup payudaraku dan selangkanganku aku turuti perintah suamiku itu. Jhony memandangi tubuhku yang telah telanjang bulat dengan takjub, setelah itu ia padamkan lampu. Ketika ia memelukku dalam gelap kurasakan tubuhnya yang telah telanjang. Kurasakan detak jantungnya yang memburu sementara aku sendiri sudah tak dapat menggambarkan perasaanku, rasanya aku melayang seringan kapas yang tertiup angin begitu dada kami yang sama-sama telanjang saling bersentuhan. Kurasakan sengatan listrik ribuan wat menjalari tubuhku saat tangan Jhony mulai menggerayang selangkanganku dan mengelus bibir kemaluanku.

Aku basah.. mendesah.. Hingga tanpa terasa Jhony telah membaringkanku di ranjang penganten yang dialasi sprei merah jambu dalam posisi kedua pahaku menggantung. Diangkatnya kedua tungkaiku, dipanggulnya dikedua kakiku sehingga posisi kemaluanku berhadapan bahkan bersentuhan. Aaahh.. Aku mendesah saat kurasakan benda lembut hangat menyeruak diantara belahan kemaluanku. Gatal nikmat dan perih kurasakan jadi satu saat Jhony mulai menekan benda hangat itu ke dalam diriku, perlahan.. Mili-demi mili mulai menembusi diriku dan..

Bret!!

Aaahh aku mendesah, ada rasa nyeri dan perih tapi juga nikmat menyeruak dalam memekku ketika Jhony merapatkan tulang kemaluannya dengan bibir kemaluanku ia telah berhasil menembusi diriku. Aku melayang bahagia menikmati semua ini, dan dapat mempersembahkan perawanku pada suamiku. Tapi sesuatu terjadi didalam sana, kurasakan benda yang menembusi diriku itu berkedut-kedut dan

Cret.. Cret.. Cret..

Semburan lahar panas memenuhi rongga vaginaku, Jhony melenguh seperti sapi disembelih, badannya ambruk menindih tubuhku, perlahan kurasakan benda yang tadi menembusi diriku keluar. Tiba-tiba aku seperti jatuh dari ketinggian ribuan meter. Aku masih ingin terbang namun sudah tak ada lagi yang mendorongku dari dalam. Aku butuh batang itu menembusi diriku, aku ingin ia memompaku agar dapat melayangkan anganku jauh tinggi, tapi itulah yang kudapat, aku jatuh terhempas dari awang-awang. Dan kejadian seperti ini berulang ulang sampai aku punya anak dua.

Demikian malam-malam selanjutnya kulalui dengan kekecewaan. Kadang aku sering bingung kalau kebetulan ngerumpi masalah hubungan suami isteri dengan ibu-ibu di arisan apalagi bila mendengar mereka berkata bisa sampai puncak berulang-ulang. Aku harus bohong pada mereka. Apalagi mereka sering memuji Jhony meskipun badannya agak kerempeng tapi atletis kata mereka pasti hebat diranjang, mereka tidak tahu bagaimana Jhony sebenarnya. Segala cara aku lakukan untuk dapat menikmati kehidupan sex yang wajar, tapi semua sia-sia. Bahkan kalau aku bermanja-manja padanya ia malah menepiskanku. Hanya dengan Mbak Rien sajalah aku jarang bohong bahkan diam-diam apa yang disarankan saat ngobrol di arisan aku praktekkan dengan harapan Jhony akan makin menyayangiku. Namun Jhony tetap Jhony selalu membiarkan aku tergantung tanpa pernah sampai tujuan.

Siang itu aku belanja ke Mall sendirian untuk keperluan bulanan, saat aku lagi asyik membongkar belanjaanku dikasir, seseorang menjawil pundakku dari belakang. Aku menoleh.

"Oh..! Mas Pujo" sapaku begitu kulihat Mas Pujo dibelakangku sambil menenteng barang.
"Belanja sendirian?, Kemana Jhony?" balasnya.
"Iya Mas, Mas Jhony sama anak-anak dirumah" jawabku.
"Bawa kendaraan?" lanjutnya.
"Tadi diantar Mas, tapi pulang mau naik taxi Mas" jawabku karena Jhony mau kerumah ibu dulu.
"Ya sudah bareng saya aja, saya juga lagi nggak ada acara kok" Mas Pujo menawarkan diri.
"Terima kasih Mas, nanti ngrepoti" jawabku tapi sebenarnya basa-basi saja karena sungkan, yang jelas tak mungkin aku menolak karena memang kami satu arah.

Setelah membayar belanjaannya Mas Pujo membantu membawakan belanjaanku ke mobilnya. Tiba-tiba saja ada perasaan bahagia dan bangga dalam hatiku ketika berjalan berdampingan dengan Mas Pujo. Aku merasa seperti berjalan dengan suamiku sendiri yang gagah sabar dan begitu santun. Saat beberapa pasang mata melihat kami, aku sengaja agak mesra dengan Mas Pujo biar mereka menyangka kami pasangan suami isteri. Apalagi aroma parfum Mas Pujo membuatku benar-benar terpesona ketika aku harus dibawah ketiaknya saat memasukkan belanjaan ke bagasi. Selama perjalanan dari mall Mas Pujo banyak melucu ada saja yang dia tertawakan.

Tapi aku benar-benar terpesona padanya, bahkan aku sempat membayangkan andai aku yang jadi isteri Mas Pujo. Aku berkeyakinan bahwa mestinya orang seperti inilah suamiku. Sampai dirumah Jhony belum pulang hanya pembantu yang ada, Mas Pujo membantu menurunkan belanjaanku. Saat Mas Pujo pamit pulang aku serba salah tapi tidak tahu kekuatan apa yang mendorongku sehingga aku nekat menciumnya bukan sebagai ucapan terima kasih tapi benar-benar aku sudah tidak dapat mengendalikan hasratku. Mas Pujo kaget dan hampir saja mendorong tubuhku. Sejak itu obsesiku terhadap Mas Pujo seperti tak terkendali, makanya sengaja aku mendekati Mbak Rien karena pingin mendengar cerita tentang Mas Pujo dari isterinya langsung. Usahaku kulakukan cukup lama sampai aku yakin betul dapat curhat sama Mbak Rien masalah ranjang.

Sampailah ketika Mbak Rien menawarkan untuk belajar sama Mas Pujo, dan betapa selama tiga malam aku dapat memiliki Mas Pujo. Meskipun Mas Duta tak kalah ganteng dan gagah serta mempunyai kontol lebih panjang 18 cm/4 cm (Mas Pujo 16 cm/4 cm) tapi aku merasa lebih nikmat bila kontol Mas Pujo yang memasuki belahan kemaluanku. Sehingga aku lebih sering minta Mas Pujo memompaku sampai aku melayang kepuncak tujuan.

Suatu ketika dua minggu setelah kejadian tiga malam bersama Mas Pujo dan Mas Duta, rinduku pada Mas Pujo sudah tak tertahan lagi. Kucoba memberanikan menelepon di kantor.

"Ada apa Met..?" ketika pertama mendengar suaraku.
"Mas..! Boleh nggak..?" tanyaku ragu.
"Boleh aja.." jawab Mas Pujo sambil tertawa "Ada apa Meta sayang.." lanjutnya.
"Ngg.. Meta.. Kangen Mas" jawabku malu-malu.
"Kebetulan Met, Mas ada meeting di Jogya, Meta ikut ya" waduh kayak dapat durian runtuh aku melonjak gembira.
"Kapan Mas?" tanyaku nggak sabar.
"Dua hari lagi sayang! Meta siap-siap ya, bagaimana dengan Jhony" tanya Mas Pujo.
"Nggak pa-pa Mas, Meta bisa kerumah Yangti (Mamanya Jhony) di Klaten nanti Meta dari sana langsung Jogya" jawabku mantap, karena Jhony pasti mengijinkan aku kalau aku pamit ke Klaten.

Sesuai kesepakatan dan ijin yang kuperoleh dari Jhony aku berangkat belakangan, disamping itu karena Mas Pujo masih ada urusan. Aku sampai Klaten 4 hari setelah keberangkatan Mas Pujo tapi rasanya sudah seperti ribuan tahun. Pagi itu aku bangun jam 05.00 karena Mas Pujo telah menunggu di Jogya. Aku pamit mau ke Yogya sengaja naik taxi aja karena jaraknya yang nggak begitu jauh. Aku sengaja pakai celana panjang dan blaser tanpa dalaman tapi aku lapisi dengan slayer supaya kelihatan resmi tapi sebenarnya juga untuk menghindari pandangan ke arah dadaku yang memang cukup menggunung dan mengundang. Aku pakai CD dan Bra model sprint warna hitam kesukaan Mas Pujo katanya eksotis.

Ketika taxi yang kutumpangi sampai jalan Solo Hpku berdering Mas Pujo kiranya. Mas Pujo bilang lagi ada keperluan keluar sebentar, saya diminta langsung aja ya ke Hotel S kamar Cotage no. X kata Mas Pujo. Karena aku nggak bawa salin maka aku minta beliin lingerie sekalian. Aku masuk cottage sesuai yang dipesan Mas Pujo, cukup bagus karena terpisah dari hotel induk, ada ruang tamu dengan kamar tidur yang besar singgle. Kurebahkan badanku dengan posisi kaki menjuntai, meskipun hari masih pagi rasa kantukku tak tertahan, mungkin karena beberapa hari kurang tidur.

Aku hampir tertidur.. Ketika kudengar suara langkah sepatu yang makin mendekat diluar sana. Entah kenapa hatiku jadi berdebar-debar tak karuan, kubuka pintu hampir bersamaan dengan Mas Pujo hendak mengetuk pintu.

"Meta..!"
"Mas..!" aku menghambur dalam pelukannya, tak kuasa rasanya aku menahan kerinduannku kepadanya.

Kusorongkan mulutku, kami saling berpagut masih di depan pintu. Mas Pujo melemparkan bawaannya, dan membopongku masuk, aku merangkul lehernya karena tak ingin ciumanku terlepas. Perlahan Mas Pujo membaringkan aku di tempat tidur dan duduk dipingginya.

"Mas..! Capek ya?" tanyaku sambil memegang tangannya.
"Yaah.. Begitulah, tapi kan ada yang mau dipijiti" jawabnya sambil tertawa dan memencet hidungku.

Ada perasaan lega bahagia bercampur jadi satu, melihat tawanya yang renyah, wajahnya yang selalu ceria, jujur saja aku sebenarnya sudah ingin ndusel didadanya yang bidang, membaui keringatnya dan menggelitik putingnya yahh..! Segalanya deh. Sambil ngobrol kucoba pejamkan mataku.. Membayangkan hari-hari indah yang pernah kulalaui bersamanya.

Tiba-tiba kurasakan bibir Mas Pujo mengelus bibirku, jantungku seperti melompat-lompat, kemudian ditelusupkannya tangan kirinya menelusuri leherku, aku meremang geli. Kemuadian aku merasakan tangan kanannya meraba buah dadaku sebelah kiri yang masih tertutup, mula-mula ia mengelus dari pangkal bawah buah dadaku dan perlahan merayap ke atas dan berhenti tepat pada putingku, aku tidak dapat diam menikmati elusannya, apalagi ketika aku merasakan putingku mulai dipijit-pijit, kutarik Mas Pujo sehingga menindihku, dada kami bertindihan.

Tangan Mas Pujo membuka kancing blaserku satu persatu, tak lama kemudian slayerku dilemparkannya, kurasakan tangan kekar Mas Pujo mulai meremas dan memilin puting susuku dari luar BHku yang memang tipis (puting susuku besar dan kenyal). Aku merintih nikmat, tapi mulut Mas Pujo membungkamku. Tangannya kemudian merambat ke punggungku untuk melepas kait BHku. Aku memiringkan badan memudahkan. Kurasakan hembusan nafasnya telah diujung puting susuku, kulihat Mas Pujo mendekatkan mulutnya ke arah buah dadaku, lalu ia mulai menjilat-jilat puting susuku, aku menggeliat merasakan kenikmatan, yang menjalari seluruh pori-poriku. Kulihat puting susuku yang bulat berwarna merah tua sudah menjulang tinggi dan mengkilat basah air liur, mulut Mas Pujo tak henti terus menyedot puting susuku disertai gigitan-gigitan kecil. Perasaanku campur aduk tidak karuan, nikmat sekali.

Sementara tangan kanan Mas Pujo mulai menelusuri selangkanganku, kurasakan jarinya meraba vaginaku yang masih tertutup celana dan CD, vaginaku sudah mulai basah. Kemudian perlahan Mas Pujo merosot celanaku sekaligus CD yang kukenakan. Saat jari-jari Mas Pujo mulai menekan-nekan lubang vaginaku tepat di atas klitorisku jantungku sudah tak dapat kukendalikan lagi, detaknya sarasa sayap-sayap yang mulai menerbangkanku, kurasakan kenikmatan menjalari pori-pori tubuhku. Apalagi saat Mas Pujo mulai turun dan mulai menciumi vegiku, aku sudah tak tahan lagi, kujambak rambut Mas Pujo kutekan kepalanya tepat diatas klitorisku. (Itulah Mas Pujo kata Mbak Rien, Mas Pujo paling senang penetrasi saat pasangannya orgasme karena remasan vegi pada batang kontolnya akan membuatnya lebih nikmat. Bedanya dengan suamiku Jhony jauh, Mas Pujo lebih sabar. Dia tidak segera memasukkan batang penisnya, melainkan terus menciumi sekujur tubuhku apalagi vaginaku).

Saat lidah Mas Pujo menari-nari diujung klitorisku, aku telah melayang karena kenikmatan yang mendera tiada tara. Aku benar-benar terbang saat Mas Pujo melumat klitorisku dan tangannya memilin-milin kedua putingku.

"Mas aku nggak tahan Mas.. Mas aku.. Ah.. Mas gimana ini Mas.. Aduh.. Mas" rintihku, Mas Pujo selalu tidak banyak bicara saat dalam bercinta, tapi dengan sabar ia mendorongku sampai akhirnya.
".. Ahh.. Mas.. Aku.. " dengan sekuat tenaga kukepit kepala Mas Pujo, puncakku telah kugapai. Aku telah sampai pada orgasmeku yang pertama.

Setelah beberapa saat perlahan kepitan melonggar, Mas Pujo terengah-engah kehabisan nafas. Tapi tak habis-habisnya Mas Pujo mencium memekku, katanya memekku saat orgasme baunya sangat eksotis (bahkan katanya mau bikin parfum yang aromanya kayak memekku saat orgasme). Perlahan Mas Pujo merayap diatasku sehingga aku berada dibawahnya, aroma tubuhnya yang menyambar hidungku membuatku makin terangsang. Kugelitik kedua puting Mas Pujo bergantian, ia menggelinjang menahan nikmat sementara setelah itu tanganku yang satu menuntun kontolnya yang telah tegak untuk memaski memekku yang telah berdenyut-denyut karena 0rgasme. Terasa topi kontolnya menelusup lembut kebelahan bibir vaginaku yang basah dan merekah.

"Vaginamu indah dan eksotis sekali Met, itulah sebabnya Mas suka menciumnya lama-lama.." dia berbisik di telingaku.

Tapi memang bibir vaginaku lebih tebal dari vagina Mbak Rien, dan lebih cembung (njembunuk kata orang Surabaya). Kata-kata Mas Pujo membuatku melambung bahagia sebagai wanita. Kupejamkan mataku rapat-rapat, seakan aku takut melihat kecepatan rasa nikmat yang akan membawaku melambung tinggi keawan surgawi. Terasa nafas Mas Pujo yang menerpa leherku saat ia menciumi bawah telingaku, sementara batang kontolnya mulai menyeruak masuk sampai setengahnya hal ini dapat kurasakan karena tulang kemaluan kami belum menyatu. Mas Pujo sengaja menahannya dan membiarkan memekku tak henti meremas-remas batang kenikmatan itu. Kedua tangan Mas Pujo menggenggam dan meremas gemas buah dadaku, sementara pinggulnya masih mengangkat seperti menungging, kubuka lebar pahaku dan.. benda tumpul itu terus menyeruak masuk ke liang vaginaku. Oh, gusti.. begini nikmatnya Mas Pujo telah sempurna memasukkan kontolnya bersamaan dengan hentakan lembut pinggulnya..!!

Aku sangat menikmati inci demi inci batang kontol Mas Pujo saat membelah liang vaginaku, terasa nikmat luar biasa.

"Oohh.. Mass..!!" aku bereaksi dengan mendesah merasakan kenikmatan yang tak karuan. Tubuhku langsung merinding, sementara Mas Pujo mulai memaju mundurkan kontolnya perlahan, aku mulai merintih-rintih tak terkendali.
"Mass, aduh Mas.. Betapa nikmatnya penismu maass..!!," kataku setengah menjerit.

Mas Pujo mengangkat kepala matanya memandang mataku yang telah layu (istilah Mas Pujo bedroom eyes) dia tak mengeluarkan suara apa-apa tapi raut wajahnya menandakan sedang dilanda nikmat yang menggelora yang meneyerbu dari memekku. Mas Pujo terus memaju mundurkan rudalnya mula-mula pelan teratur tapi makin lama gerakannya makin cepat dan kuat, bahkan cenderung kasar. Tentu saja aku semakin mendesah-desah dibuatnya. Penisnya telah berubah tegang keras seperti hendak membongkar liang vaginaku sampai ke dasar.

"Oohh.. gimana Mas.. Aduh.. Toloongg.., gustii..!!"

Mas Pujo malah semakin bersemangat mendengar jerit dan desahan rintihanku. Aku semakin melayang seakan menari erotis diawang-awang.

"Aahh, Mas Pujo.. oohh, aarrghh.. U.. oohh..!! Aku nggak tahan.. Mas.. Aku.. Keluar! Mau keluaar!!" aku menjerit-jerit.
"Akuu.. aku juga sayang..!" bisik Mas Pujo sambil memelukku kuat-kuat dan kontolnya menyodok-nyodok vaginaku semakin kencang.
".. Terus, Maassn!! Yah, oohh, yahh, ugghh!!"
"Oh.. aahg, uugghh.. " detik-detik terakhir pendakianku kepuncak nikmat, kuraih pantat Mas Pujo, kuremas bongkahan pantatnya, terasa vaginaku berdenyut-denyut kencang sekali.

Yeess.. Aku orgasme.. Yang kedua..! dan Mas Pujo masih terus memacu karena mulai terasa denyut ujung kontolnya yang menandakan ia akan puncak.. Dan

Croot.. Croot.. Croott..

Cairan hangat menerjang pintu rahimku sementara Mas Pujo menekan batang kontolnya kuat-kuat. Beberapa saat aku seperti melayang, tidak ingat apa-apa kecuali nikmat yang tidak terkatakan. Sudah bertahun-tahun aku tak merasakan kenikmatan seperti ini. Mas Pujo mengecup-ngecup bibirku serta kelopak mataku. Dibiarkannya aku mengatur nafas.

Sebelum akhirnya tubuh kami sama-sama melunglai, tetapi kemaluan kami masih terus bertautan. Mas Pujo memelukku mesra kami sama-sama telah mencapai puncak. Aku menggeliat dengan manja, batang kemaluan Mas Pujo bergerak-gerak perlahan di dalam vaginaku.

"Memekmu enak banget sekarang Met, sudah bisa kenyot-kenyot.." bisik Mas Pujo mesra.

Kucubit bokong Mas Pujo ia membalas menciumi aku lagi, kemudian lidahnya terus menjulur-julur menjilati buah dadaku. Dibawah sana dalam lobang memekku masih terganjal batang kontol Mas Pujo yang mulai mengendur, tapi aku tetap tak ingin melepaskannya, biarlah ia disana. Aku suka. Sebenarnya birahiku mulai menghentak-hentak lagi tapi aku benar-benar lemas setelah berkali-kali mendaki sampai puncak.

"Aku puas bercinta denganmu Met.. Meta juga kan?" bisik Mas Pujo lagi.

Aku membalasnya dengan tersenyum manja, dan itu sudah cukup bagi Mas Pujo sebagai jawaban. Seharian itu kami bersetubuh sampai empat kali layaknya seperti pengantin baru. Bahkan setelah istirahat siang aku minta jatahku.. lagi.

Hampir selama 3 hari di Yogya aku jarang tidur, hari-hari aku hanya di kamar bersenggama dan terus bersenggama tapi anehnya aku tetap fit dan dapat pergi jalan-jalan keliling kota. Mungkin resep Mbak Rien benar (kalau banyak melek sebaiknya banyak-banyak makan buah). Sehabis bersetubuh setiap malam aku selalu minum jus buah seperti saran Mbak Rien.

*****

Kisah ini kutulis bersama Mbak Rien dan Mas Pujo mulanya aku malu ngaku tapi karena kami telah menyatu jadi aku bisa leluasa cerita pada Mbak Rien jujur rasanya aku bahagia jika jadi isteri Mas Pujo.

E N D