Seks Umum
Monday, 2 May 2011
Pengalaman seks dengan teman kencanku ke 21 - 4
Dia memandangku dengan senyum manis dan keringat yang mulai bercucuran, dan bertanya, "Capek yah?"
"Lumayan, giliran kamu dong, yang kerja..." jawabku.
Dia hanya tersenyum, lalu mengambil posisi duduk mengangkang di atas pahaku. Lalu dengan bertumpu pada lututnya dia mengangkat tubuhnya, memegang batang penisku, mengarahkan ke lubang vaginanya, lalu mendudukinya kembali. Langsung jagoanku masuk kembali ke dalam lubang hangatnya dengan sukses. Tina mulai bekerja. Dia membuat gerakan seperti orang menunggang kuda. Tubuhnya seaolah terguncang naik-turun oleh punggung kuda. Aku membantunya dengan gerakan menggangkat pinggulku naik turun seirama dengan gerakan Tina. Setelah belasan menit "menunggang kuda," dia berhenti.
Aku memandangnya, dan dia berkata "Capek. Kakiku pegal."
"OK. Kamu duduk aja begini, jangan bergerak seperti itu lagi. Gini aja, kamu gerakkan pinggulmu seperti ini..." kataku sambil mengajarkan dia untuk menggoyangkan pinggulnya ke depan dan ke belakang.
Tina "sangat berbakat" dalam hal ini. Dia langsung mengerti dan menguasai gerakan yang baru kuajarkan.
"Gimana, terasa nggak?" tanyaku. Tina hanya mengangguk.
"Enak nggak?" tanyaku lagi.
"Enak..." jawabnya singkat.
Aku merasakan cairan hangat dari vaginanya mengalir membasahi selangkanganku sehingga terasa licin. Cairan vagina Tina membantu goyangan Tina lebih lancar. Aku berbaring dengan santai, sambil melihat pemandangan yang sangat indah di depanku, seorang gadis cantik sedang duduk menggangkang di atas selangkanganku, dengan penisku yang menancap erat ke dalam vaginyanya, dan gadis itu sedang bergoyang memberiku kenikmatan sex. Kedua tanganku menggenggam erat kedua payudaranya yang indah dan kuremas-remas. Aku memang sangat menyukai dan mengagumi bagian tubuh wanita yang menonjol indah yang disebut payudara atau buah dada ini. Selama bergoyang di atas tubuhku, dia tak banyak bersuara, hanya desahan nafas yang sewajarnya terdengar dari seorang wanita yang sedang mendapat kenikmatan sex, tak lebih dari itu.
Kira-kira sepuluh menit kemudian dia berhenti dan berkata...
"Sayang, saya capek, nih. Giliran kamu yah?"
"Capek, yah? Ya udah, kamu baring, sekarang giliranku lagi..." jawabku.
Lalu dia bangkit dari duduknya dari tubuhku. Aku mendapati selangkanganku sudah becek oleh cairan vaginanya. Pantas saja dia sudah kecapean, mungkin sudah berkali-kali dia mencapai orgasme.
"Udah keluar, yaa?" tanyaku menggoda sambil tersenyum.
"Ii.. Ih!," jawabnya sambil tersenyum malu.
Aku tersenyum melihat tingkahnya yang malu-malu menjawab pertanyaanku.
"Sekarang kamu tiarap, yah?" pintaku.
Dia menurut. Lalu aku duduk di atas kedua pahanya. Tanganku meraih belahan pantatnya. Dengan kedua jempol tanganku kubuka belahan pantatnya yang kencang padat berisi itu sampai terlihat bibir vaginanya. Lalu kusodokkan penisku masuk dengan pelan ke dalam. Kemudian kulepaskan peganganku, menindih punggungnya dengan pelan dan lembut. Tangan kananku merangkul bahu kanannya lalu menyilang di dadanya, hingga telapak tanganku menggapai payudaranya dan keremas-remas kiri-kanannya secara bergantian. Sedangkan tangan kiriku menggenggam tangan kirinya yang diletakkan di depan wajahnya yang menghadap ke kiri, sementara tangan kanannya di bawah bantal.
Sambil menyodok-nyodokkan penisku ke dalam vaginanya, aku mengecup dan mencium rambutnya yang wangi, pelipisnya, pipinya, belakang telinganya, telinga, leher, bahunya dengan variasi jilatan yang kuyakini memberinya kenikmatan yang tak ada taranya. Dia memalingkan wajahnya, dan menyodorkan bibirnya untuk menyambut bibirku untuk berciuman. Memang sedari tadi, bibir kami sudah lama tidak beradu, jadi ada kerinduan untuk menciuman dan berjilatan dengan panas lagi.
Kami berciuman sambil terus kugoyangkan pinggulku dan kuremas buah dadanya. Kurasakan ada kontraksi otot pantatnya yang sengaja dibuatnya untuk memberiku kenikmatan extra. Aku terus menyodoknya dengan penuh semangat, sementara makin banyak cairan hangat yang terasa di selangkanganku dan di pantatnya. Tubuh kami terasa panas dan gerah, keringat bercucuran membasahi sekujur tubuh kami dan ranjang tempat kami bekerjasama dalam perjalanan menuju puncak kenikmatan.
"Badanmu asin..." kataku menggodanya di sela-sela kenikmatan kami berdua.
"Itu kan keringatmu yang netes ke badanku..." katanya mengelak kalau dia juga basah oleh keringatnya sendiri.
Aku tersenyum mendengar jawabannya. Makin lama gerakanku makin laju dan bersemangat. Ciuman dan kecupan kami makin panas, keringatku dan keringatnya makin banyak, bercampur baur membasahi spray ranjang, nafas kami sama-sama ngos-ngosan tidak karuan. Remasan tanganku terhadap payudaranya makin kencang dan kasar, cairan vaginanya terasa makin banyak, makin basah sampai membasahi spray. Aku merasakan puncak orgasme sudah dekat.
"Yang, aku sudahi ya, aku keluarkan aja yah?" tanyaku dengan bisikan di telinganya.
Dia cuma bisa mengangguk. Seujur tubuh mungilnya tak bisa bergerak sama sekali karena tertindih tubuhku yang besar demi memberi dan menerima kenikmatan kepada dan darinya. Tak lama kemudian aku merasa kepalaku berdenyut hebat, pandangan mataku kabur, telingaku berdengung, otot bahu, lengan, dada, dan punggungku terasa menegang. Aku orgasme. Detik-detik berikutnya, aku merasakan denyutan hebat dari bagian bawah tubuhku, penisku terasa berdenyut kencang, lalu.....
"Nghhk.. Hh!" air maniku menyebur seiring dengan denyutan yang makin hebat di penisku. Aku menekankan makin kuat penisku ke dalam vaginanya.
"Oohhk..!" aku mendesah menikmati puncak kenikmatan sex yang luar biasa ini.
Beberapa detik kemudian, penisku berhenti berdenyut. Pelan-pelan, otot-otot tubuhku mulai mengendor. Denyut di kepalaku mulai mereda, dan pandangan mataku perlahan-lahan mulai normal kembali. Aku menarik nafas panjang, seolah baru menyelesaikan suatu pekerjaan berat yang sangat melelahkan. Dan memang pekerjaan ini cukup berat dan pasti sangat melelahkan, tapi setimpal dengan kenikmatan luar biasa sebagai bayarannya. Aku melirik ke jam dinding untuk mengecek berapa lama aku memompanya, ternyata lebih dari 45 menit, hampir satu jam!
"Udah keluar, Yang..." bisikku padanya, sambil masih memeluknya, lalu kukecup dan kucium mesra pipi dan bibirnya dengan lembut.
Dia membalas kecupan dan ciumanku. Setelah terasa jagoanku mulai jinak dan melunak, aku cabut pelan-pelan dari lubang vaginanya sambil kupegangi kondom yang masih membungkus jagoanku. Kulepaskan kondom yang sudah banjir air maniku dari penisku dengan hati-hati supaya tidak tumpah. Dia meraih kondom itu dari tanganku dan membawanya ke kamar mandi. Aku merebahkan tubuhku ke ranjang. Terasa enak sekali rajang ini. Jauh lebih empuk setelah melakukan "pekerjaan berat" ini.
Sebentar kemudian, aku menyusulnya ke kamar mandi. Dia sedang membersihkan vagina dan selangkangannya dari cairan nikmatnya yang membanjir. Aku juga membersihkan jagoanku dari sisa-sisa air maniku yang masih menempel. Tina duluan keluar dari kamar mandi, sedangkan aku meneruskan membersihkan penisku. Ketika aku keluar dari kamar mandi, kudapati Tina sudah selesai merapikan spray ranjang dan mengajakku untuk tidur. Aku naik ke atas ranjang, baring di samping kirinya, dan dengan kepala yang terangkat oleh tanganku yang bertumpu pada sikut, aku memandangi wajahnya yang cantik, tersenyum padanya dan berkata, "Kamu puas nggak?"
"Ng Ng..." dia menjawab sambil mengangguk.
"Kamu keluar berapa kali?" tanyaku.
"Ii.. Ih!," jawabnya sambil menarik selimut menutupi wajahnya.
Aku tersenyum melihat tingkahnya yang lucu karena tersipu malu untuk menjawab pertanyaanku. Aku menarik selimutnya lalu kupandangi wajah cantiknya lalu mengulangi pertanyaanku, "Hayo..... Berapa kali?"
Dia hanya diam dan tersenyum sambil menarik lagi selimut untuk menutupi wajahnya, kali ini sampai batas wajahnya di bawah mata. Walaupun mulutnya tertutup selimut, aku bisa melihat senyumnya dari kontraksi otot sekitar matanya. Lalu aku melihat tangan kanannya mengacungkan empat jari di samping matanya.
"Empat kali?" tanyaku.
"Ng.. Ng..!" jawabnya sambil menggeleng.
Aku melihat sekali lagi dengan teliti, dan kudapati rupanya kedua tangannya mengacungkan empat jari, delapan!
"DELAPAN KALI!?" tanyaku setengah terpekik.
Dia menganguk dan cepat-cepat menarik selimut lagi menutupi seluruh wajahnya. Aku tersenyum, meraih selimutnya sampai wajahnya terlihat lagi. Senyumnya manis sekali, membuat aku benar-benar jatuh cinta dan makin sayang dengan cewek spesial yang satu ini.
"Pantesan capek sekali yah?" tanyaku menggoda.
Dia hanya tersenyum, mengerutkan pangkal hidungnya, menjulurkan lidahnya dan menutupi kembali wajahnya sdengan selimut. Tingkahnya benar-benar lucu dan membuatku gemas. Aku menarik selimutnya dengan keras hingga terbuka dan terlihat tubuhnya yang masih telanjang bulat, lalu dengan gemas, aku mengecup, mencium dan menggigit-gigit leher dan payudaranya hingga dia terpekik karena geli, meronta dan tertawa cekikikan.
Sebentar kemudian aku kembali memandang wajah cantiknya. Kami saling melempar senyum. Lalu aku mengecup bibirnya. Dia menyambutnya, dan kami berciuman dengan penuh kemesraan dan kehangatan. Setelah itu aku berbaring di sisi kirinya, dengan lengan kananku terjulur mengalasi lehernya, meraih bahunya dan memeluknya dengan mesra. Sebentar kemudian kami tertidur pulas dengan posisi saling berpeukan.
Entah berapa lama aku tertidur, tiba tiba aku terbangun oleh kecupannya di bibir dan pipiku. Setelah tersadar dari tidurku, kudapati dia sedang memegang dan meremas jagoanku sambil mengecup bibirku.
"Mau lagi?" bisikku diantara perasaan ngantukku karena capek.
Dia hanya mengangguk sambil tersenyum. Lalu aku kembali melakukan pekerjaanku untuk memuaskannya seperti di ronde pertama. Tapi ronde kedua ini tidak lagi melalui proses pemanasan yang lama, seperti di ronde pertama. Hanya pemanasan seperlunya. Jadi malam itu aku memberinya hubungan sex dua ronde yang memuaskan. Setelah itu kami tertidur dengan saling berpelukan sampai pagi.
Tamat