Seks Umum
Monday, 2 May 2011
Selingkuh hati - 3
Aku mendengarkanya sambil berulang-ulang mengecup lengannya dan kemudian membelai wajahnya kembali, "Minum obat? Obat apaa? Obat-abit? Hehehehe.. Enak aja. Aku kan nggak ada persiapan kalau akhirnya aku ML sama kamu? Eh, semalem aku sih emang minum obat diare..?" jawabku enteng.
"Eh, emang kamu kenapa?" tanya Santi kemudian.
"Sakit perut laa.. Emang sakit panu?"
"Sekarang masih nggak?"
"Nggak... Udah sembuh kok, kenapa?" tanyaku.
"Ooh.. Kirain masih sakit perut.. Bisa gawat! Kalo kamu orgasme, yang keluar bukan dari penis, tapi dari pantat! Kalo gitu kan, gue yang bingung, Hahaha.."
"Idiidih.., jorok amat sih, Lu!! Nggak disangka, cantik-cantik jorok, hahahaha"
"Ee.. Jangan asal ya! Gini-gini juga, Lu mau ama gue! Buktinya mau jilatin vagina gue.. Dari depan sama dari belakang, kan?"
"Habis.. aku kan emang pengen banget nyetubuhi kamu? Lihat pantat kamu aja aku udah horny.. Apalagi bersetubuh!"
Santi tertawa mendengar celotehanku itu. Kemudian aku bangun untuk meneguk segelas air yang tadi diletakkan di meja. Sementara Santi ke kamar mandi, aku yang sudah selesai minum mengikutinya. Di dalam kamar mandi, Santi membasuh vaginanya dengan air, kemudian mengeringkannya dengan handuk. Aku memperhatikannya dengan seksama. Setelah selesai mengeringkan vaginanya, aku menghampirinya. Dengan memberi kecupan mesra pada tengkuknya, aku berkata.
"San, aku mau lagi, boleh ya?"
Dengan posisi berdiri, aku sisipkan penisku yang sudah agak mengeras ke vaginanya dari belakang, sementara tanganku yang satu meremas payudaranya dari dalam bajunya. Setelah mengangguk, Santi merespon dengan menunggingkan pantatnya, dengan mengangkat satu kakinya ke kakus. Diiringi dengan desahan panjang.. Aku menggenjotnya perlahan-lahan. Desahan demi desahan mengiringi menit dan gerakan kami yang semakin kencang. Dalam posisi yang sama itu kami melewati kenikmatan bersetubuh dengan rasa sayang dan mesra.
Sambil berpegangan di pinggir bak mandi, Santi merespon setiap gerakan aku yang menyetubuhinya sambil meremas pantatnya yang kenyal. Akhirnya persetubuhan kami itu diakhiri dengan jeritan tertahan dari Santi yang merespon orgasmenya, sementara aku mendekapnya dengan erat saat aku merasakan orgasmeku dan menyemprotkan cairan cintaku di dalam vaginanya.
Santi menghempaskan tubuhnya di pinggir bak mandinya. Peluh dan rasa nikmat menjalar di tubuh kami berdua. Dengan penis masih tertancap di vaginanya, aku membelai lembut rambutnya dan memberi kecupan sayang ke pelipis kirinya. Santi berbalik dan mengecup lembut bibirku.
Setelah itu sambil memegang penisku, Santi berkata "Aku bersihkan, ya?"
Dengan tersenyum aku mengangguk. Kemudian Santi mengambil gayung dan mulai membersihkan penisku. Setelah mengeringkan dengan handuk, sambil berjongkok Santi mengocok penisku dengan perlahan, kemudian mengulumnya dengan lembut sekali. Aku menikmati permainannya dengan memejamkan mataku. Rasa nikmat dan geli menjalar di dalam tubuhku dengan cepat. Aku menariknya berdiri dan mencium bibirnya dengan dahsyat sambil memainkan klitorisnya. Kemudian menariknya kembali ke kamar tidur.
Di kamar, aku duduk di pingir tempat tidur dan menarik Santi agar duduk di pangkuanku. Santi mengerti dengan permainanku kali ini. Dengan segera mengambil posisi untuk duduk dan memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Sedikit-demi sedikit penisku amblas ke dalam vaginanya Santi yang duduk berhadapan denganku. Setelah masuk semua, aku mencium bibirnya yang indah itu dengan penuh nafsu dan bersemangat.
Santi merespon ciumanku dengan menyedot ujung lidahku, sambil berusaha melucuti kaosku. Akupun tidak ketinggalan, ikut pula dalam program pelucutan kaos. Setelah BH aku buka, maka terpampanglah Payudaranya yang indah. Tidak besar, tapi membuat nafsuku tambah bergelora. Walaupun ada sedikit lipatan-lipatan lemak di tubuhnya (karna kurang olah raga), nafsuku bertambah naik saat melihat tubuhnya bugil.
Sambil bergerak naik turun, tubuhnya tidak luput aku serang dengan remasan dan jilatan lidahku. Dengan tangan kiri meremas payudara kanannya, aku menyedot gemas payudara kirinya dengan memainkan putingnya dengan ujung lidahku. Kemudian, aku menjilati dan mencium setiap senti tubuhnya bagian depan sambil meremas pantatnya dari depan. Sementara Santi mengerakkan tubuhnya semakin liar, naik turun dan memutarkan pantatnya. Saat itu penisku seperti diremas dari atas, nikmat dan panas. Seiring dengan waktu, gejolak orgasmepun semakin dekat.
Gerakan-gerakan Santi yang dibuat semakin orgasmeku tidak tertahan. Dengan dekapan yang kencang pada tubuh Santi, aku merapatkan tubuhnya padaku sambil melepas orgasmeku yang kesekian. Setelah itu aku mencim leher dan bibirnya dengan mesra.
Aku tahu Santi belum sampai. Oleh sebab itu masih dalam pelukanku, aku mengangkat tubuhnya dan meletakkan di tempat tidur. Dengan gaya konvensional, aku setubuhi kembali tubuhnya dari atas. Tubuhnya yang indah, dan wajahnya yang cantik tidak membuat sulit menaikkan libidoku. Dengan memegang pergelangan tangannya di kiri dan kanan kepalanya, aku menjilati tubuhnya dan buah dadanya, tidak ketinggalan lengan dan ketiaknya.
Bunyi khas vagina yang becek karena cairannya dan spermaku, ditambah tubuhnnya yang berguncang karena sodokanku, menambah nafsu untuk menyetubuhinya kian memuncak. Santi yang telentang dengan kaki kakinya melebar, segera mengunci tubuhku rapat-rapat. Diiringi dengan desahan panjang dan erangan tertahan, iapun orgasme dalam pelukanku. Setelah reda, aku merapatkan kakinya didepanku. Sambil memeluk kakinya, aku menyetubuhinya untuk mendapatkan kenikmatan puncak. Dan terjadilah. Dengan melepas pelukanku pada kakinya dan memeluk tubuhnya rapat-rapat, cepat-cepat aku tekan penisku dalam-dalam pada vaginanya, dan menyemprotlah cairan cintaku dengan derasnya.
Masih dalam posisi memeluk, aku menciumnya kembali. Senyuman manispun terhampar diwajahnya, walau aku melihat ada rasa letih pada wajahnya. Aku mencium seluruh wajah dan dagunya, sambil berkata "Kamu letih sekali, San. Kamu istirahat dulu, yah?"
Santi merengut "Emang, kamu mau kemana, pulang?"
"Iyaa.. Udah mau malem, San. Nanti kalau malem-malem aku tiba-tiba berubah jadi semangka gimana?" kataku kemudian.
"Biarin!! Aku taruh aja di kulkas. Kan, aku bisa ngeluarin kapan aja aku mau.."
"Maksud kamu, aku harus tinggal disini, gitu?" kataku dengan lembut.
Santi diam mendengar pertanyaanku. Tiba-tiba tangannya bergerak, kemudian memelukku rapat-rapat.
"Santi, walau bagaimanapun aku harus tetap pulang, yah? Kapanpun kamu mau jalan atau bertemu, aku usahakan pasti datang, kok. Nggak enak, nanti kalau ketauan sama pacar kamu, gimana?".
Perkataanku itu membuat pikiranku kosong beberapa saat. Sebenarnya aku berkata seperti itu dengan penuh pertentangan didalam batinku. Aku memang suka sekali dengan Santi sejak dulu. Tapi karena ia sudah punya tunangan dan kami beda prinsip, aku kemudian mundur. Oleh sebab itu akhirnya aku mengalihkan perhatianku kepada Anita, yang masih satu prinsip denganku. Walau akhirnya dia menikah dengan teman kuliahnya.
Walau dengan berat hati, akhirnya Santi mengizinkan aku pulang. Sebenarnya aku memang ingin sekali menerima tawarannya untuk menginap di kostnya. Tetapi ada banyak hal yang harus aku utamakan, tidak hanya sex atau perasaan sayangku padanya.
I long to know your touch. I wish to kiss your lips. I want you to be mine. I have no idea of how you feel. I am risking all, I know.
Setelah hari itu, aku masih sering bertemu dengan Santi di kantor. Baik di jam makan siang, atau setelah jam kantor, aku masih menyempatkan diri bertemu dengannya sesuai dengan janjiku. Hanya saja aku harus tetap menghilangkan perasaanku yang sebenarnya padanya. Walau pada kenyataannya aku beberapa kali bermain sex dengannya, perasaan sayangku padanya, dapat aku pendam dengan nafsuku itu.
Beberapa kali aku menyetubuhinya setelah kejadian itu. Baik di kostnya atau di hotel dekat kantorku. Kalau keinginan kami sudah memuncak, pernah kami lakukan dikantor. Dengan menghadap ke kaca gedung, kami melakukannya dengan cepat sambil menikmati pemandangan kota Jakarta dari balik kaca. Sudah tentu kami melakukannya dengan posisi berdiri dan berpakaian lengkap! Hanya menyibakkan roknya (pernah dengan celana panjang) dan aku cukup membuka resletingku, aku menyetubuhinya dari belakang. Atau berhadap-hadapan dengan kaki Santi yang satu naik keatas kursi. Walaupun ruangan yang kami pergunakan adalah ruangan sisa tidak terpakai di belakang ruangan utama dan kedap suara, kami tetap merasa was-was dan hati-hati bila bermain sex.
Demikianlah pengalamanku dengan Santi, wanita yang pernah aku cintai sesaat walau masih tetap aku sayangi. Biarpun aku samarkan, aku rasa ia akan tahu siapa yang diceritakan diatas. Walaupun aku yakin dia tidak pernah membaca situs ini. Tetapi apabila membaca cerita ini, maafin aku yah..
Time has not diminished the feelings you create inside of me. My soul quivers when I think of our closeness, of our hearts entwined. I savor your touch. It awakens sensations that I thought could only belong to those discovering new love. I gave you all of me when we made our commitment to each other. I am yours, since then, until forever. I love you..
Tamat