Anneke, kembang liar dari Madiun - 2

Aku meluncur terus dengan meninggalkan cupang-cupang di sekujur pahanya. Dan dari sini aku sempat melihat nonok Anneke yang mengkilat oleh basahnya cairan birahinya yang muncrat terserak di permukaannya dan jembut-jembut halusnya. Bukan tidak mungkin bila dia telah meraih orgasmenya. Kemudian dengan jalan yang sama aku perlakukan tungkai kaki sebelahnya. Anneke nampaknya benar-benar sudah larut dan lebih tenang. Yang terdengar kini adalah sisa isak tangisnya dan jambakan tangan pada rambutku yang tak dilepaskannya. Aku sendiri ingin menuntaskan janjiku untuk melumat setiap mili pori-pori di tubuhnya.


Saat aku kembali ke pangkal paha di tungkai kaki sebelahnya aku menyaksikan kemaluan Anneke yang semakin membasah. Cairan birahinya nampak meleleh keluar. Aku menahan diri untuk belum mendekatinya sekarang.


Aku bergerak kembali ke bagian atas. Kusaksikan betapa keringat Anneke sudah demikian kuyup membasahi rambut, wajah dan lehernya. Kukecup bibirnya dan kurasakan asin keringatnya yang menetes di ujung bibirnya. Aku melumat ujung bibir itu. Dia pasrah lelah. Yang kudengar hanyalah erangan kecil dalam matanya yang tertutup untuk merasakan secara intens semua birahi yang kutumpahkan kepadanya.


Sesaat kemudian kembali kupagut lehernya untuk mengawali bibir dan lidahku menyisir turun ke dadanya. Kini aku menemukan impian-impianku yang selama hampir 3 minggu telah menggoda malam-malam hariku. Kini aku menemukan contoh asli kristal buatan Rossental yang bahan bakunya digali dari bebatuan Afrika dan pengolahannya dilakukan oleh para disainer top dunia. Dan keindahan itu kini dalam kuluman bibirku. Susu dan pentil Anneke merupakan kesatuan nilai yang tak terpisahkan. Bibirku merasakan api panas dari gundukkan kencang dan getas susu dan pentil Anneke. Kuakui belum pernah aku menemui jenis keindahan dan nikmat macam ini. Rasanya aku juga mulai trans, tersungkur dan terjebak dalam lautan nikmat dengan mataku yang membeliak tinggal putihnya. Aku tak ingat lagi di mana aku berada kecuali hanya nikmat yang menenggelamkan aku. Hal itu berlangsung ber-menit-menit hingga kudengar jerit dan desah Anneke yang tak tertahankan sambil tangannya meremas rambutku lebih keras menahan nikmat yang terus mengalir.


Aku buru-buru meninggalkan buah dada ranumnya sebelum aku kembali tenggelam dan tersungkur dalam lupa diri. Kini kutarik lepaskan tangan Anneke dari remasan dirambutku, kutaruh ke atas kepalanya dekat dengan kisi-kisi ranjangnya. Kemudian aku merangsek ketiaknya yang setiap detik aku dambakan selama 3 minggu terakhir ini. Aku melumati lembah ketiak kanan maupun kirinya. Hidungku menangkap aroma hutan jati Madiun, aroma alami Anneke asli tanpa terkontaminasi oleh macam-macam aroma artifisial buatan pabrik-pabrik parfum Perancis maupun Swedia. Aroma yang langsung di-adon dari kembang hutan jati khusus oleh para malaikat untuk Anneke. Dan dari Anneke untuk hidungku ini. Ah, aku sungguh beruntung bisa tenggelam ke ketiaknya kini.


Kulihat tangan Anneke kini berpegang erat pada kisi-kisi untuk menahan derita nikmatnya. Aku merasa kini saatnya untuk menapaki ke jenjang puncak nikmat. Aku bergerak keperut mayoretku. Lubang pusernya sangat menggodaku saat aku ngintip mandinya. Kini lidahku meraihnya dan bibirku melumati hingga kuyup oleh ludahku. Kulakukan itu keseluruh pori lembut perut Anneke sebelum aku minta agar dia tengkurap.


Kini aku menyisir pinggulnya sesaat untuk menuju wilayah belakang pinggangnya. Tak semilipun yang kulewatkan. Seluruh pinggul dan pinggang Anneke telah basah oleh ludahku. Anneke tetap memegang erat kisi-kisi ranjang untuk menahan nikmat kecupan bibir jilatan lidahku. Rintihan dan desahannya sudah menjadi konser yang mengiringi setiap jilatan, gigitan dan kecupanku padanya. Dan saat aku mulai mendaki bukit bokongnya aku jadi ingat sebuah bukit di tengah kota Magelang, Jawa Tengah. Aku pernah berkesempatan mendaki bukit itu. Dari puncak bokong Anneke ini aku bisa melihat seluruh persada keindahan panorama tubuh mayoret dan Paskibraka-ku ini. Adakah ini sebuah kenyataan? Adakah ini bukan alam mimpi? Aku coba menutup mataku dan membukanya kembali. Kutemui keindahan yang sama. Kalau ini benar aku memang dimanjakan oleh para malaikat. Keindahan bukit ini antara lain karena dari sini aku bisa menyaksikan keindahan bukit dan lembah tubuh Anneke. Kusaksikan bayangan pada belikat Anneke yang simetris seakan sepasang sayap bidadari yang akan mengajakku terbang tinggi.


Kusaksikan bayangan pada alur tulang pinggangnya yang membelah tubuhnya menjadi dua bagian terpadu, meliuk turun saat ketengah dan menanjak menuju bukit Cordoba, seakan Laut Merah yang terbelah untuk menenggelamkan Firaun yang kejam itu. Ah, Anneke-ku.


Kini aku berada tepat dia atas bokongnya dimana tatto pesawat ulang-alik Challenger nangkring di sana. Kukecup, kugigit dan kujilat tatto Anneke itu. Reaksi Anneke seketika mengangkat kepalanya sambil berteriak tertahan.


"Jangan, Mbak Mar.. jangann..".


Semula aku tidak tahu maksudnya, tetapi saat tangannya menggapai dan menangkap acakan rambutku kemudian lebih menekan kepalaku, aku tahu bahwa itu adalah bahasa nafsu birahinya. Anneke mau agar aku lebih dalam mengecupinya, lebih keras menggigitnya dan lebih cepat menjilatinya. Jangan cemas, Anneke, aku akan penuhi harapanmu. Dan aku tidak ingin dia menunggu. Aku langsung tumpahkan segala yang aku bisa tumpahkan.


Dan bukan hanya itu, kini lidahku mulai mencoba membelah lereng di pantatnya. Lereng itu terjal dan licin yang terbentuk antara dua bukit indah, dengan akhiran yang semakin menyempit dan akhirnya berhimpit rapat. Kerapatannya menyimpan misteri sejuta nikmat yang tak mungkin cukup diutarakan dalam kata. Serasa tak sabar aku merangsek kedalamnya. Ku-usel-usel-kan mukaku kecelah itu. Kucoba dengan lidahku menguak misterinya. Ku-uselkan hidungku hingga kurasakan ada semburat aroma yang menerpa. Dan ternyata Anneke tahu akan kehausanku, akan problema hidung dan lidahku. Dia menggerakkan tubuhnya dan menaikkan pantatnya. Dengan kepalanya yang bertumpu pada bantal, Anneke nungging tinggi-tinggi melepas cadar misteri belahan pantatnya. Dan kini yang aku hadapi adalah sebuah pesona paduan dari garis-garis lembut yang menuju sebuah titik pusat dan apabila lebih turun ke bawah lagi akan nampak pesona kerang mutiara yang saat diangkat ke permukaan sepasang kulit lokannya terkejut dan dengan cepat menutup tetapi membiarkan sepotong bagiannya tertinggal di luar. Itulah lubang anus dan nonok Anneke yang memamerkan bibir vagina dan kelentitnya.


Ah, Anneke-ku. Bagaimana aku mampu menahan prahara birahiku ini. Bukan salahku saat dengan serta merta aku menyergap untuk menciumi dan mejilati lubang pantatnya. Dan aku melumatinya habis-habisan. Aku merasa pesona misteri Anneke harus kulumat dan kulahap tanpa sisa. Dan disinilah terjadinya ledakkan nafsu seksual Anneke.


Akibat sergapanku yang tak tertahan yang menjilati dan mencium anusnya, Anneke menjadi liar. Kini dia benar-benar mengeluarkan jurus mayoret dan Paskibraka-nya. Dia ganti meringkusku yang langsung gelagapan karena tidak menduga sebelumnya. Dia seret aku telentang ke tengah ranjangnya. Dia merangkaki tubuhku untuk kemudian menduduki dadaku atau lebih tepat menduduki wajahku dengan dengan nonoknya yang sudah basah kuyup oleh cairan birahinya yang dia jejalkan ke mulutku. Kemudian dia menggerakkan maju mundur pantatnya dengan sekaligus menggaruk-garukkan nonoknya ke bibirku. Cairan itu meraupi mukaku, beleberan hingga ke leherku dan membasahi kasur. Dia ingin aku melumatinya. Dia dalam keadaan liar tanpa memperhitungkan lagi dengan siapa dia melakukan ini semua. Dia tidak lagi menampilkan kesantunannya. Dia sudah kerasukan nafsunya untuk selekasnya meraih puncak birahinya. Aku benar-benar gelagapan dibuatnya.


Cairan birahi Anneke membuatku hampir tersedak. Dia bisa membunuhku karena aku kehabisan nafas. Dengan sekuat tenaga kutahan berat dan tekanan tubuhnya dengan tanganku. Dan agar aku tidak lagi tersedak kuminum langsung cairan yang membanjir ke mulutku. Aku melumat nonoknya sebagaimana aku melumat mulutnya. Bibir vaginanya adalah bibir mulutnya, kelentitnya vaginanya adalah lidah di mulutnya, cairan birahinya adalah ludah yang terus mengalir dari kelenjar ludah di mulutnya. Anneke semakin cepat menggosok-gosokkan kemaluannya ke bibirku. Semakin cepat lagi. Semakin cepat lagi. Cepat, cepat, cepat.


Nafasku ngos-ngosan dibuatnya. Hingga cairan panasnya tumpah ruah meraupi seluruh wajahku. Anneke mendapatkan orgasmenya. Dia masih terus menggosok-gosokkan nonoknya ke mulutku. Dan aku menjadi sangat sibuk untuk menjilati dan menyedoti nonoknya serta meminum semprotan cairan birahinya. Saat akhirnya reda, Anneke rubuh ke kasur. Pasti sangat kelelahan dan lunglai. Kudengar nafas-nafas panjangnya. Aku sendiri masih dengan sepenuh birahi menggerakkan tanganku untuk meraup cairan yang menumpuk dimukaku, meratakan ke mukaku, keleherku dan sebagian lain ke dadaku. Aku yakin ini menjadi semacam lulur kecantikkan yang akan meningkatkan penampilanku. Aku ikut rebah dan lunglai. Kali ini aku tidak dikejar untuk meraih orgasme. Aku sudah sangat puas melihat Anneke meraih kepuasannya. Aku merasa dapat memberikan sesuatu yang terbaik baginya. Aku benar-benar sangat puas. Kami tertidur sesaat. Saat aku terbangun aku melihat Anneke masih pulas. Mungkin di kereta tadi malam kurang bisa tidur. Dengan sedikit tertatih aku bangun. Kuambil pakaianku dan kukenakan. Aku langsung pergi mandi. Kali ini tidak ada lagi acara intip-mengintip.


Usai mandi aku lihat Anneke masih nyenyak. Aku membuat minuman hangat untuk mengembalikan tenagaku. Hampir 1 jam aku menggeluti Anneke, sekarang baru terasa tulang-tulangku seperti lolos dari tempatnya.


Kembali aku masuk kamarnya. Kini aku leluasi memandangi tubuh indah yang tergolek telanjang di kamarnya itu. Aku kagum dengan dadanya yang bidang. Buah dada dan pentilnya yang begitu ranum dan selalu menantang bibirku. Pinggang dan pinggulnya yang sangat mempesona. Tungkai kedua kakinya yang kubayangkan alangkah gagahnya saat memakai pants sebagai mayoret, atau saat memakai rok midi saat menjadi Paskibraka. Jari-jari kakinya yang walaupun hitam manis tetap saja mengingatkan aku akan patung dewi Aphrodite dari Yunani itu. Dan kini kembali aku merasakan bagaimana Anneke dengan liar menduduki wajahku, menjejalkan nonoknya ke mulutku dan menumpahkan seluruh cairan birahinya ke mulutku. Anneke sungguh-sungguh bunga liar dari Madiun


Bersambung...