Susan yang menawan - 1

Kehidupan itu ada pasang surutnya, ketika saya sedang jaya, saya mempunyai client yang lumayan banyak untuk ukuran AE pemula di sebuah advertising.


Dan dengan ketekunan saya, perusahaan tempat saya bekerja mengalami kemajuan


pesat hingga mencapai Top 5 billing di semua stasiun TV. Dan kemudian bencana datang, Perusahaan tersebut bangkrut karena miss management.


Ditengah kesusahan datanglah tawaran dari Nancy, junior saya yang telah


pindah ke Gokil Advertising, dan mengenalkan saya dengan Ibu Susan, pemilik


perusahaan tersebut. Ibu Susan dipertengahan abad usianya, masih mempunyai tubuh yang terawat


dengan baik, body-nya tidak kalah dengan gadis-gadis yang masih muda yang


menjadi anak buahnya di Gokil Advertising.


Karena prestasi kerja saya yang baik, kami sering mengadakan meeting after


hours, dan progress kerja saya yang baik, membuat kami cukup akrab..tapi


pada suatu malam ada kejadian yang benar-benar mengubah hidup saya! Begini


anak-anak ceritanya..


Suatu malam, ketika karyawan lain telah pulang, Saya tengah memaparkarkan pendekatan saya terhadap satu perusahaan rokok


terkemuka, dan kemudian tiba-tiba Ibu Susan berkata,


"Waduh, kog punggungku gatal ya?"


Saya masih berusaha menahan diri untuk tidak terlalu cepat menolongnya,


takut nanti dianggap kurang ajar!


Semakin lama gatalnya sepertinya semakin bertambah,


"Tolong Dik Uki, bisa garuki punggung Ibu?"


Saya mengangguk dan berusaha membuang pikiran kotor saya, yang ingin sekali


rasanya mengetahui lebih dalam bentuk tubuh boss yang cantik dan keturunan


bangsawan ini..


Saya garuk pelan-pelan, tapi lebih tepatnya hanya mengusap-usap punggungnya


saja, takut kalau Ibu Susan kesakitan.


"Dik Uki, agak keras dikit, masih gatal lho Dik", pinta Ibu Susan.


Dan saya agak sedikit memantapkan tangan saya dipungungnya.


"Dik Uki, masih belum terasa, sebentar saya buka dulu blazer saya."


Dia langsung membuka blazernya, sehingga tinggalblouse-nya yang putih


dan transparan. Waduh semakin tidak tahan nih saya, karena kulit tengkuknya


yang mulus dengan sedikit rambut lembut yang tergerai di tengkuknya (Dia kalau ke kantor


selalu rambutnya disanggul di atas), semakin menambah feminin, dan semakin


membikin saya langsung terangsang.


Saya menggaruknya tetap tidak mau keras dan masih cenderung mengusap atau


membelai punggungnya, karena saya menikmati kehalusan kulit seorang bangsawan


yang berada dibalik bajunya yang tipis. Saya usap seluruh punggungnya dengan


pelan, ke atas dan ke bawah, ke kiri dan ke kanan, terkadang tangan saya,


saya telusupkan di bawah ketiaknya, untuk menggapai payudara yang di depan.


Dia menengadahkan kepalanya, dan menggeleng-gelengkan kepalanya ke


kiri dan ke kanan, sambil suaranya mendesah,


"Uuhh enak Dik Uki.. enaakk..uuhh.."


Mendengar desahannya yang merangsang, rudalku langsung tegak bak tugu Monas.


Sekujur tubuhku mulai menggigil dan seperti dialiri setrum listrik yang


halus merambat di sekujur tubuh dan terpusat di kemaluanku. Tenggorokanku


terasa kering, dan susah bicara, karena nafsuku yang langsung menggebu.


Baru kali ini saya bisa menikmati tubuh seorang bangsawan yang bersih,


terhormat dan sangat terjaga dari tangan laki-laki lain, selain suaminya.


Karena Dia duduk membelakangiku yang berdiri sambil memijit-mijit


punggungnya, batang kemaluanku langsung kutempelkan di punggungnya yang


lembut seperti sutera. Kugesek-gesekkan batang kemaluanku ke punggungnya


dengan pelan. Dan Dia berkali-kali melenguh,


"Uughh, enachh Dik, enaak, terus Dik."


Dia membimbing tanganku untuk mengusap dua gunung kembar yang


kencang dan kenyal. Kuusap payudaranya dengan lembut, kucium tengkuknya


dengan lembut, dan kugesekkan batang kemaluanku ke pungungnya dengan lembut.


Aku sangat tahu, kalau melayani tipe wanita seperti Dia ini harus


dengan lembut dan dengan menggunakan perasaan.


Kucium tengkuknya dengan lembut, Dia sekali lagi menengadahkan kepalanya


ke atas, matanya sambil terpejam, dan bibirnya yang tipis terbuka sedikit,


dan mulutnya hanya bergumam, "Emm." Aku tahu itu artinya dia sangat menikmati.


Tanganku, kuusapkan dengan lembut di sekeliling payudaranya, dan kulingkari


masing-masing payudaranya dengan kedua tanganku, sengaja aku tidak sentuhkan


tanganku ke pentilnya, untuk memberikan sensasi yang sangat halus dan perlahan.


Beberapa kali tanganku mengitari sekeliling payudaranya, kemudian perlahan-lahan


tanganku kutarik untuk mengusap pipinya. Kutengadahkan wajahnya, dan kucium


keningnya dengat lembut sekali. Aku bisa rasakan kelembutan nafasnya di


wajahku, bibirnya yang tipis masih mengeluarkan gumaman yang lembut,


"Dik Uki.. emm.. eemm.."


Dengan perlahan aku membalikkan badan Dia ke arahku, dengan cara memutar


kursinya, dan saya membimbing dia untuk berdiri dengan perlahan, kini aku


dan Dia sudah berhadapan, sama-sama berdiri, dadaku menempel ke dadanya,


dan aku bisa merasakan kekenyalan susunya, dan saya membayangkan betapa indahnya bukit kembarnya.


Tanganku kudekapkan ke pinggangnya, dan telapak tanganku kuusapkan ke pantatnya


yang juga sangat indah dan kencang. Tangannya memegang pundakku


dengan lembut, kepalanya sudah menengadah ke atas, dan tatapan matanya..


waduh, jernih dan indah menatap mataku tanpa berkedip. Kusentuh bibirnya


dengan lembut, kuusapkan perlahan bibirku ke bibirnya. Dia memberikan


reaksi dengan mengencangkan dekapannya ke pundakku dan dadanya ditempelkan


lekat ke dadaku, tanganku kudekapkan semakin erat ke pantatnya dan agak


kutarik ke atas pantatnya, sehingga kakinya agak diangkat ke atas. Waduh


ciumannya sangat lembut, perlahan-lahan kuusapkan lidahku ke lidahnya, dia


memberikan reaksi yang sama, menyapukan lidahnya ke seluruh mulutku. Tanganku


mulai mengusap-usap punggungnya naik turun dengan lembut. Aku menikmati sekali


kehalusan kulit punggungnya.


Setelah aku puas menciumi bibir, wajah dan pipinya, ciumanku perlahan-lahan


kuarahkan ke lehernya. Dia menggeleng-gelengkan kepalanya ke kiri


dan ke kanan, matanya masih terpejam menikmati, nafasnya agak memburu, dan


mulutnya masih bergumam,


"Mmm.. uhh.."


Ciumanku mulai bergeser ke bawah, ke belahan dadanya. Kancing blousenya yang di depan dengan mudah kubuka


satu persatu, sehingga tersingkap sudah BH hitam yang menyangga dua buah


payudaranya yang padat, bulat, kenyal, bersih dan ranum. Kuciumi lehernya


dengan sangat lembut, ke pundaknya, bergesar turun ke sebelah atas payudara


yang tidak ditutup BH. Dia semakin menengadahkan kepalanya, punggungnya


juga semakin melengkung ke belakang, kedua tangannya memegang kepala saya


dan sedikit meremas rambut saya, tandanya semakin menikmati gaya permainanku.


Kedua tanganku memegangi dibawah kedua ketiaknya, biar Dia tidak


terjerembab ke belakang, tapi bibirku masih mengusap daerah leher dan di atas payudara.


Aku sengaja memperlama untuk menyentuh payudaranya, apalagi pentilnya.


"Diik..Ukii.. uugghh.. sstt", sambil mulutnya berdesis kenikmatan.


Blousenya yang masih menempel di pundaknya perlahan-lahan kulepaskan, sehingga


pemandangan kemulusan dan kemolekan tubuh Dia terpampang jelas di


hadapanku, dan terkena sinar lampu down light kekuningan yang berada di


langit-langit tepat di atas kami berdua, menambah romantisnya suasana malam


itu yang tidak akan pernah kulupakan. Sekali lagi tanganku kugunakan meremas


sebelah pinggir dari payudaranya, dan tampak bahwa payudaranya sudah mulai


mengeras.


Tanganku mengusap punggungnya dengan perlahan sambil membuka tali BH yang


ada di punggungnya. "Click" sekali jentik langsung terbuka pengait BH-nya.


dengan pelan kuturunkan tali BH yang ada di pundaknya, akhirnya BH-nya kulepas.


Woow, terlihat pemandangan indah sekali, dua gunung kembar yang kuning dan


bersih dengan puncaknya yang kecil yang sudah berdiri tegak. Aku sudah sangat


terangsang tapi aku tidak boleh gegabah. Kuusap payudaranya dari sebeleh


bawah dengan tangan kananku, tangan kiriku masih mendekap punggungnya untuk


menjaga agar Dia tidak terjatuh, dan kucium payudaranya, berkeliling


mengitari pentilnya, dan tangan kananku masih mengusap-usap sebelah luar


payudara, tapi dengan gaya agak memeras. Kedua tangan Dia memegang erat pundakku tanda sudah semakin gemes, untuk dicium pentilnya.


Karena aku sudah merasa waktunya tepat, maka dengan lembut kukulum pentilnya.


Dan reaksinya,


"Aaaughh, uuhh..ss.. uuhh",


Dia melenguh-lenguh dan mendesis-desis keenakan, seakan-akan yang dinantikannya telah tiba.


Meskipun kondisinya sangat terangsang, tapi lenguhan itu tetap lembut dan


terdengar lirih. Kukulum pentilnya, kugesek-gesek pentilnya dengan lidahku,


dan kugigit lembut pentilnya, tanganku tetap meremas-remas lembut payudaranya.


Setelah aku puas mempermainkan pentilnya kiri dan kanan bergantian, kulepaskan


bibirku dari susunya, dan kugeserkan mulutku ke bawah ke seputar perutnya


yang datar dan mengeluarkan aroma parfum yang lembut dan semerbak.


Ketika mulutku terlepas dari susunya, Dia kelihatan menghela napas lega dan


baru bisa bernafas dengan tenang. Aku menciumi perutnya dengan agak sedikit


jongkok. Kucium pusarnya, dan kujilati pusarnya dengan lidahku. Dia


menggelinjang kegelian. Karena terlalu lama berdiri atau karena sudah sangat


terangsang, Dia sudah tidak kuat berdiri dan dia bergeser ke belakang


duduk di meja kerjanya. Aku berdiri dengan kedua lututku dan aku tetap jilati


pusarnya dan perutnya. Dia menggelinjang kegelian, dan mengusap-usap


rambut kepalaku dengan tidak beraturan, terkadang meremas, menjambak dan


mengusap rambutku. Sehingga rambutku sangat kacau.


Puas dengan permainan perut, Dia kurebahkan di meja kerjanya. Untungya


meja kerja Dia cukup besar. Kupelorotkan rok bawahannya, sekaligus


dengan CD-nya. Sekarang tampak di hadapanku seorang putri yang kuning, bersih,


dengan kaki dan betis yang aduhai indah, terbujur pasrah di hadapanku.


Kunikmati tubuh Dia sebentar, karena selama ini aku hanya bisa membayangkan


keindahan tubuhnya, tanpa berharap untuk dapat memandangnya. Tapi ternyata


malam ini apa yang kudapatkan jauh dari yang kubayangkan. Seorang wanita


dengan tubuh montok dan kuning mulus, dengan kaki dan betis ramping. Dua


buah dada yang tidak terlalu besar, tapi bulat, padat dan kencang, sehingga


cocok dengan kesan payudara seorang putri. Bentuk lengan dan bahu yang padat


bulat dan berisi.


Dia telentang di atas meja di hadapanku, aku masih berdiri. Aku mencium


pipinya sekali lagi dengan lembut, kuusap payudaranya dengan lembut. Kedua


tangan Dia merangkul leherku dengan erat. Kedua kakinya bergerak-gerak


dengan halus pertanda sangat terangsang. Perlahan-lahan tanganku kugerakan


dari susunya turun ke perutnya. Kuusap sebentar perutnya dan bergerak turun


ke bawah mengusap pahanya. Paha yang selama ini hanya bisa kupandang. Aku


usap pahanya naik turun dengan tetap mulut kami masih saling memagut.


Erangan-erangan kecil keluar dari mulut Dia,


"Ugh.. ugh.. emm.. emm.."


Tanganku bergerak dari sekitar pahanya terus mengusap sekitar bibir kemaluannya.


Dengan perlahan kedua kaki Dia mengembang, memberi kesempatan tanganku


untuk mengelus kemaluannya. Tetapi kemaluannya belum kuelus, hanya kedua


selangkangan saja yang aku belai dengan kedua jari telunjuk dan jari manis


bersama-sama. Kuelus selangkangannya naik turun, dan Dia menambah


kecepatan gerakan kakinya. Dengan pelan Dia mengangkat pantatnya,


sehingga kemaluannya juga ikut naik. Aku tahu ini pertanda agar aku dapat


segera mengelus kemaluannya. Kuusap pelan dan dengan jarak sentuhan yang


kubuat serenggang mungkin antara bibir kemaluannya dan telapak tanganku,


membuat gelinjang Dia menaikkan kemaluannya untuk menyentuh tanganku


semakin tinggi.


Kubelai rambut kemaluannya yang lembut, tipis dan tertata rapi. Setelah


puas memainkan sekitar kemaluannya, dan liang kemaluan Dia sudah semakin


terbuka dan semakin basah. Kusentuh klitorisnya dengan sedikit ujung dari


jari tengahku dengan lembut dan.. "Uuhhgh", lenguhan Susan kenikmatan.


Gerakan kakinya sudah semakin tidak teratur. Tiba-tiba tanganku dijepit


dengan kedua pahanya.


"Diik Ukii.. aakkuu.. nggakk.. taahh.."


Kemudian tangannya menarik punggungku sebagai bertanda agar aku segera menaiki


tubuhnya. Kutarik kedua kakinya ke arah pinggir meja, sehingga kedua kakinya terjuntai,


kemudian Dia membuka kedua selangkangannya dengan tidak sabar. Aku


sempat memandangi kemaluannya, dan seakan liang kemaluannya merah seperti


bibir gadis yang memakai lipstik yang sedang merengek.


Kugesekkan batang kemaluanku pelan-pelan ke bibir kemaluannya, dan Dia


mengerang lagi,


"Uugghh.. uughhg.."


Kumasukkan dengan pelan batang kemaluanku ke liang kemaluannya. Belum sampai habis masuk semua, kutarik kembali dan


kumasukkan kembali. Dengan gesekan-gesekan yang pelan tersebut membuat erangan Dia semakin tidak beraturan.


Untuk melayani tipe seperti Dia ini, kugunakan gaya gesekan 5:1, artinya


lima kali keluar masuk setengah batang kemaluan, baru sekali masuk seluruh


batang kemaluan. Dan pada saat masuk yang seluruh batang kemaluan, erangan


Dia semakin hebat. Dengan gaya lembut dan 5:1 ini kami bisa saling


menikmati.


"Uuugghh.. acchh.. Diikk.. Ukii.. ucchh.. sstt.. uhh.."


Erangan erangan yang tidak beraturan tetapi artinya hanya satu yaitu Enak.


Sambil kugenjot pelan batang kemaluanku, kedua tanganku dengan leluasa meremas


kedua susunya, yang bergerak-gerak naik turun tergantung sodokanku.


Kadang-kadang tanganku mengusap wajah dan pipinya, kadang-kadang mengusap perutnya.


Setelah cukup lama aku melakukan genjotan 5:1, tiba tiba kedua paha Ibu


Susan diangkat dan dililitkan ke pinggangku. Kedua tangannya mendekap diriku,


mulutnya sedikit menganga dan mendesis..


"Diikk..Uuu..Ki.. saa..yaa saampaaii.. uuhhff."


Kupegangi pinggangnya untuk menekan liang kemaluannya ke batang kemaluanku. Setelah Dia selesai mengejang


dan nafasnya tersengal-sengal, aku mulai lagi dengan genjotan, tetap dengan gaya 5:1.


Dia melenguh, "Uuff.. uff.. uuff.. Dik Uki beluumm yaa. Ayo donk.. uff.. uff jangan ditahaan.. uuff.. ugh.."


"Sebentar Bu!" kataku.


"Dik.. uhff, ceepetan dikit.. Dik.. ughf.. uhfgg.. aa.. ku mau uhgf uff uff.. keeluar.. laa.. ggii.."


"Sebentar Bu, aku juga sudah.. mma.. uu.. saammpai.."


Tiba-tiba ada aliran listrik menjalar dari ubun-ubun turun ke arah kemaluanku dan semakin-lama semakin mengencang. Batang kemaluanku seakan balon yang ditiup dan mau pecah.


"Aachghh.. accghh.. Buu.. Sussann.. aku mmau keluarr.."


Dia memegang erat tubuhku dan


"Crret.. crrett.." keluar semua cairan yang ada di seluruh tubuhku dan "Aaachh.."


Kami berdua terkulai lemas dengan badan penuh keringat dan nafas terengah-engah.


"Dik Uki, makasih ya Dik, kamu telah memberi saluran yang selama ini tersumbat."


Aku sangat puas malam itu, karena aku tidak dapat membayangkan, ternyata


aku bisa menikmati tubuh seorang wanita terhormat, yang selama ini orang


luar sangat menghormatinya, tapi ternyata malam ini dia begitu pasrah


menyerahkan tubuhnya kepadaku.


Jam telah menujukkan pukul 22.00 ketika permainan kami usai, dan kami berdua


segera masuk ke toilet untuk membersihkan dan merapikan badan kami masing-masing.


Dan sebelum pulang aku mendapat tugas baru dari Dia, yaitu membantu membersihkan cairan yang membasahi meja kerja Dia, dan membantu merapikannya. Sambil merapikan mejanya aku berbisik ke telinga Dia,


"Bu meja ini dirapikan ya.. karena besok malam mau dipakai lagi",


Dia hanya tersenyum dan mencubit mesra lenganku.


Hal tersebut kuulangi setiap ada kesempatan, baik di kantor ataupun di hotel,


tapi rahasia tersebut tidak terbongkar dan kami saling menjaga rahasia.


Dan kalau pagi hari, Dia kembali memerankan perannya sebagai atasan


yang berwibawa, profesional, tetapi kalau malam, melenguh-lenguh dan


menggelinjang-gelinjang di bawah selangkanganku.


Bersambung...