Seminggu full waria, duh nikmatnya - 4

Lihat tuh, gaya makannya. Uuhh.. Indahnya bibirnyaa.. Rasanya aku mau jadi sendoknya. Mulutnya yang sungguh tegas garis-garisnya membuat Nico nampak sangat jantan. Aku dan Bella langsung jatuh hati.

Nggak usah bayar, deh, Nik. Biar aku jilati dadamu, lehermu, pentil susumu, kaki-kakimu. Biar kuminum ludahmu atau kalau kamu mau, aku juga akan minum air kencingmu. Begitu gelora syahwat yang berkobar di hatiku. Aku sangat berharap dan menunggu lamarannya. Mungkin demikian pula Bella.

Seusai makan kami meneruskan ngobrol sebelum pada akhirnya dia melihat jam tangannya,
"Terima kasih Lisa dan Bella. Saya makan sangat nikmat kerena bersama anda hari ini. Sayang saya harus balik kantor. Siapa tahu lain waktu kita bisa jumpa lagi".

Yaacchh.. Sayaang..

Dengan perasan kesal dan kecewa kami melanjutkan 'window shopping' hingga kakiku pegel. Sekitar jam 2 siang Bella ngajak naik ke Teater Darmo Plasa 21 di lantai 5. Tak ada film yang menarik. Aku usul pada Bella bagaimana kalau kita terusin saja ngobrol di cafe teater itu. Siapa tahu ketemu orang macam Nico lagi. Aku masih penasaran.

Ternyata ini cafe yang sangat laris. Suasananya sangat akrab. Rupanya tempat ini menjadi tempat 'rendesvous' bagi para muda-mudi Surabaya. Kursinya-kursinya nyaris selalu penuh. Kami langsung jadi pusat perhatian. Seorang pelayan menunjukkan kursi kosong di pojok sana.

Aku minta capuchino dengan cake seledri. Entah Bella. Aku rasa banyak mata kini tertuju ke kursi kami. Aku bergaya 'cool', demikian pula Bella. Saat aku menarik kursiku, mataku beradu pandang dengan seseorang yang duduk pada meja sebelah meja depanku. Tidak terlampau menarik, tetapi orang ini, atau tepatnya anak ini gayanya simpatik sekali.

Wajahnya yang bercorak Semit mengingatkan aku pada seorang selebritis cowok bernama Didi Riadi yang pemain drum dan bintang sinetron itu. Tubuhnya hanya dibungkusi kaos oblong ber-iklan rokok kretek terkesan anak yang cuek. Rambutnya yang dilepas begitu saja men-citrakan sebagai anak muda yang santai dan bebas.

Dia mengangkat alisnya. Itu adalah bentuk kontak komunikasi antar para gay atau dengan waria macam kami sekarang ini. Aku memandangnya dengan menebar senyumanku. Sesudah itu kami bermain mata. Bella melihat gayaku dia tersenyum geli,

"Ah, laparnya si Lisaa..!".

Namun rupanya hanya sebatas itu yang bisa dilakukan anak itu. Anak ini tidak berusaha lebih jauh, misalnya mendekat dan mengenalkan dirinya. Mungkin belum percaya diri. Maklum masih sangat muda. Aku taksir paling baru 19 atau 20 tahunan.

Sesungguhnya aku sering mengimpikan anak-anak muda seumur dia ini. Bau tubuhnya masih sangat alami. Dan penisnya saat lagi ngaceng, uuhh.. Keraass banget. Aku juga membayangkan betapa air maninya pasti kental dan pekat. Dan nembaknya sangat kencang saat air maninya muncrat. Mungkin seharusnya akulah yang lebih agresif. Tetapi hal itu tak mungkin kulakukan di tengah orang ramai begini. Yaa.. Sudahlah.

Tiba-tiba pelayan menyodori aku secarik kertas. Ada catatan ringkas,

"Anda berdua sangat cantik. Aku pengin kencan. Bolehkah aku menunggu di parkir mobil lantai dasar? Mau, ya? Aku sangat mengharap.. Ttd. Roni".

Aku tak sempat bertanya ke pelayan dari mana surat itu. Aku serahkan surat itu kepada Bella. Dia tersenyum penuh arti dan kemudian mengangguk. Kembali aku ke meja anak simpatik itu. Ternyata dia telah pergi. 'What ever'-lah. Kini toh ada yang serius menunggu di tempat parkir.

Bella memanggil pelayan untuk membayar. Tetapi sekali lagi, ternyata hari ini uang kami memang tidak laku. Pemberi surat tadi telah membayar seluruh bon makan dan minum kami. Dan orang itu telah meninggalkan ruang cafe ini. Hebat.. Aku merasa sangat bahagia dan tersanjung. Betapa demikian banyak orang yang menaruh atensi kepada kami.

Kami langsung turun ke lantai dasar dengan lift. Begitu keluar lift dan celingak-celinguk mencari siapa yang mengundang kami nampak dari arah depan sebuah BMW seri 5 merangkak mendekati kami. Dari kaca mobil depan yang terbuka nongol anak simpatik itu. Mobilnya berhenti tetapi dia tidak turun karena ada mobil lain di belakangnya yang menunggu jalan. Tetapi,

"Ayoo, Mbak-Mbak, naik sini", sambil tangannya membuka pintu belakang. Kami seperti kerbau yang dicocok hidungnya langsung bergegas memasuk ke BMW itu dari pintu belakang.
"Ini surat anda, Mas, dik?", tanyaku ragu.

Ternyata bacaanku tentang anak ini tidak betul. Walaupun masih muda dia telah menunjukkan percaya dirinya. Dialah yang nulis surat ini kemudian membayar bon-bon kami di kafe tadi dan kemudian tanpa ragu membuka pintu BMW-nya untuk kami.

Panggilannya Roni, dari nama lengkapnya yang Baron Gumilang. Benar usianya baru 19 tahun. Dia mengaku hanya suka dengan waria. Dia bahkan takut sama gadis-gadis. Takut bunting, katanya. Kami tertawa sekaligus mengagumi anak ini.

Disamping tampilannya yang simpatik, gaya Roni yang muda ini sangat dinamis dan berani. Kalau bicara terus terang dan lugas. Dia tidak merasa perlu memberikan pilihan yang rumit ke kami.

"Mbak, aku pengin banget tidur ber-3. Boleh, khan? Bagaimana kalau kita menuju Tretes saja. Pulangnya n'tar malam atau sekalian besok pagi, OK? Ongkos-ongkosnya jangan khawatir, aku yang tanggung. Termasuk untuk Mbak-Mbak. Setuju?", dia begitu lancar bicara.
"Sekedar info, Mbak. Aku bukan sok kaya. Memang aku cukup kaya. Walaupun masih muda aku sudah mandiri. Aku punya usaha Rokok Kretek merk BXX (nama sebenarnya disamarkan) warisan Ortu-ku. Aku punya anggaran khusus untuk rekreasi macam ini".

Rasanya semua sudah ada skenario di otak Roni. Terserah kita, Yes atau No. Ya, tentu saja Bella dan saya tidak akan mengeluarkan kata 'tidak' untuk Roni yang muda dan simpatik ini. Dan rata-rata kami memang sangat merindukan anak-anak seumur Roni ini. Apalagi pergi ke Tretes juga merupakan salah satu rencanaku selama di Surabaya ini.

Sebelum memasuki Tretes Roni turun membeli makanan dan minuman. Aku dan Bella sepakat untuk berpegang pada prinsip 'pokoknya bersenang-senang'. Kami tak mengharapkan uang Roni. Kalau perlu aku pribadi juga ada uang untuk menikmati senang-senang ini.

Kami memasuki sebuah rumah kecil untuk peristirahatan. Udara Tretes sungguh sejuk. Rasanya nyaman banget kalau kita ber-3 akan bisa saling memberikan kehangatan. Roni memasukkan mobilnya ke garasi, menyuruh pelayan memasukkan barang-barang ke rumah. Dia memberikan beberapa lembar ratusan ribu kepada penjaga sambil,

"Pak Mijan boleh pulang dulu, nanti kalau aku pulang malam atau besok pagi kutaroh kunci di atas pintu, ya?". Nampaknya ini rumah Roni. Benar.
"Ini rumah pribadi untuk peristirahatan keluarga. Mereka tahu saya suka kemari dengan teman-teman saya".

Begitu masuk rumah, Roni sepertinya tak mampu menunggu. Sudah kebelet. Dia langsung jamah tubuhku. Dia lumatkan lidahnya ke bahu kemudian leherku. Tangannya langsung mencopoti celana jeansku. Kemudian menyeruak merogoh celana dalamku. Bergetar karena menanggung hasrat birahinya yang menyala, tangannya meraih penisku.

"Wwoowww.., gede banget mbakk.. Uuuhh.. Aku seneng banget, nihh.. ", dielus dan remasi batang penisku yang langsung ngaceng ini. Dia nampak sangat geregetan merabai batang hangatku.

Aku mendesah tak tahan menerima serangan bertubi dari Roni. Kemudian tangan Roni melepas aku dan meraih Bella. Dia merangkul pinggul dan melumat bibir Bella. Kenikmatan main ber-3 macam ini adalah saling menonton teman lain yang sedang bercumbu. Bella menggeliat-geliat saat tangan Roni menggerilya paha dan selangkangannya. Dia menyibak rok Bella dan memasukkan jari-jari tangannya menembus tepian celana dalam Bella. Dia meremasi batang penis Bella yang gede dan panjang juga.

"Uuaacchh.. Aku puaass.. Penis-penis geedeeii..!!", racau histeris Roni.

Tetapi Roni kemudian melepaskan semuanya.

"Lisa dan Bella, kita keluarin dulu makanan dan minumannya yok", ajak Roni sambil meraih kantong plastik dari depan pintu yang memang belum sempat diurusinya.

Roni nampak puas dengan apa yang dia dapatkan. Hal ini membuatnya lebih tenang. Sepertinya dia ingin menikmati banget apa yang dia dapatkan kali ini. Hasrat seksualnya semakin meninggi sejak menyaksikan kemaluan kami. Nampaknya Roni yang anak muda ini siap untuk berasyik masyuk sampai pagi.

Sesudah mengeluarkan berbagai belanjaan makanan dan minuman, Roni melepaskan kemeja dan celana panjangnya. Dengan hanya bercelana dalam dia naik dan telentang di ranjang. Aku terpesona penampilannya. Oohh.., betapa indah tubuh muda.

Aku akan puaskan kamu Ron. Aku akan buat kamu kelojotan menerima nikmat dariku. Pentil-pentil susunya sangat menggodaku. Aku langsung menyusul ke ranjang dan langsung mencium, menjilati dan melumatinya. Gelinjang nikmat langsung merambati Roni. Dia meraih kepalaku, merangkulnya sambil mendesah,

"Enak banget, Liss.. ", dengan setengah menggeliatkan tubuhnya.

Bella menyusul. Dia datang dari arah bawah. Dia jilat dan gigiti kedua tungkai kaki Roni yang berbulu lembut itu. Jilatan Bella langsung membuat Roni kelojotan. Rasa geli nikmat yang sangat telah memaksa Roni beberapa kali bangkit dari telentangnya. Dia buru-buru meraih kepala Bella untuk menahan jilatan dan gigitannya.

"Ampun, Bell.. Aku benar-benar tak tahan. Nikmat luar biasa tetapi aku tak tahan, uuhh.. ".

OK. Kini Bella meruyak ke pahanya. Dia menciumi setiap sentimenter pori-pori paha Roni. Benar-benar Roni kelojotan, tetapi masih mau menahan diri. Dia biarkan Bella meneruskan jilatan dan ciumannya. Tetapi Bella sendiri tidak berhenti di paha. Dia naik menlumat-lumat selangkangan Roni. Dia ciumi gundukan celana dalam yang menyimpan kemaluannya.

Bayangan ukuran penis Roni yang nampak di celana dalamnya normal-normal saja. Tetapi paha dan selangkangannya yang sangat 'perawan' itu membuat Bella demikian bernafsu. Paha dan selangkangan yang sangat 'perawan', begitu bersih dan mulusnya.

Bella tak akan puas-puasnya menjilat dan menciuminya. Dari sana ciuman Bella merambat ke perut dan akhirnya bertemu dengan aku di dada Roni. Aku terus melumat pentil kiri dan Bella melumat pentil kanannya.

Roni seperti raja yang dilayani 2 dayangnya. Dia menggeliat-geliat menahan kegelian syahwat yang menderanya. Desahan dan rintihannya terdengar seperti nyanyian merdu di telingaku dan telinga Bella. Kini aku melata. Lengan Roni kuangkat ke atas kepalanya. Aku pengin banget membuat ketiaknya kuyup oleh ludahku.

Rupanya Bella juga mempunyai keinginan yang sama. Kedua tangan Roni terentang di atas kepalanya. Sungguh merupakan pemandangan yang sangat mengairahkan birahi. Ketiak Roni yang penuh bulu halus sangat mengundang lidah-lidah kami. Lereng-lereng atau lembah-lembah ketiak itu sangat mempesona. Hidungku menangkap bau alami dari tubuh 'perawan' Roni. Dia jauh dari aroma imitasi dan kimia.

Keringatnya yang membasah dan lengket pada ketiaknya memberikan rasa asin dan menebarkan rangsangan pada libidoku. Rasanya kami tak pernah puas merambahkan lidah kami pada lembah dan lereng indah itu. Aku terus menerus menciumi ketiak kiri dan Bella terus menciumi dan menjilat-jilat ketiak kanannya.

Kepala Roni mengayun-ayun ke kanan dan kiri menahan gelinjangnya. Ciuman kami pada ketiaknya membuat birahinya terbakar membara. Di bawah sana kulihat celana dalamnya terangkat menonjolkan penisnya yang telah ngaceng banget. Dengan tangan kiriku aku meraih tonjolan itu untuk mengelusi dan meremasinya. Bella kini bergeser dan beralih melumati bibir Roni. Suara kecupan-kecupan bibir mereka sangat menyenangkan.

Aku sendiri milih turun ke dada kemudian turun lagi ke perut dan turun lagi, turun lagi, turun lagi hingga berhenti di penisnya. Tanganku menarik turun melepaskan celana dalamnya. Nampak penis Roni yang keras dengan kepalanya yang mengkilat banget muncul dari rimba lembut jembutnya.
Aku tahu kini, penisnya tidak disunat. Kulupnya membungkus keindahan kepalanya yang mengintip dengan lubang kencingnya.

Pada kulup dan batangnya yang indah bersih itu menampakkan urat-urat lembutnya. Karena tegang kulupnya terdorong dan menguak memberi jalan bagi kepalanya yang mirip topi baja itu untuk nongol. Dari lubang kencingnya nampak membasah oleh cairan birahinya.

Ah, begitu indahnya paduan batang, kulup, kepala dan cairan birahi itu. Aku tak mampu menahan diri. Pelan-pelan kudekatkan wajahku. Aku menjilati dan makan 'precum' Roni itu.

Tiba-tiba dia bangkit kemudian langsung nungging dan Bella bergeser mepet ke 'backdrop' ranjang sambil merenggangkan pahanya.

Wwoowww.. Rupanya Roni pengin menciumi atau mengulum penis Bella. Aku cepat menyesuaikan dengan perubahan. Kini yang terpampang di depanku adalah pantat Roni. Kembali aku disuguhi pemandangan penuh pesona. Lubang duburnya seorang 'perawan'.

Bersambung...