Waria piaraan pejabat - 2

Saat mesti berhenti di sebuah lampu merah, di keremangan cahaya dalam mobilnya Danu Roso menyandarkan kepala sambil mencium bahu indah Sophia.

Dia mendapatkan respon dan senyuman yang mengembang dari bibir Sophia. Bagi Sophia tamunya kali ini sungguh merupakan tamu istimewa. Disentuh belainya dagu Pak bupati saat nempel di bahunya. Pak bupati langsung serasa dimanjakan. Dia lupakan istrinya, dia lupakan anaknya, dia lupakan DPRD, dia lupakan 1 juta rakyat dan dia lupakan pekerjaan dinasnya di Jakarta. Pak bupati kini sedang perlu istirahat sejenak dan relaks untuk memikirkan hal-hal yang inovatip demi kesejahteraan yang lebih besar lagi bagi daerahnya.

Tangan yang membelai dagunya diambilnya. Telapak tangan Sophia diciuminya. Sophia menggelijang. Lidah Pak bupati terasa kasar pada permukaan telapak tangannya. Syahwat Sophia merinding bergetar. Tangannya menjamah dan meremasi lembut bibir tamunya.

"Soph, ke kamarku saja yok"
"Dimana pak?"
"Aku ada 2 kamar. Satu di Sahid, penginapan resmi untuk tamu-tamu resmi yang mau ketemu aku di Jakarta ini. Satu lagi di Daichi Tanah Abang yang disediakan oleh seorang pengusaha dari daerahku.
Pilih mana?"
"Terserah bapak, to".
Sampai di depan lobby hotel Daichi Pak bupati menyerahkan kunci kamar,
"Sophia langsung tunggu di kamar ya, ini kuncinya. Aku parkir dulu".

Dari kamar Pak bupati pesan makanan. Berbagai makanan serta minuman mewah dan enak melimpah di meja President Suite kamar no. 513 itu. Nampaknya mereka berdua siap untuk 'long play' hingga pagi hari.

Malam itu Sophia memberikan yang terbaik bagi tamunya. Pak bupati mendapatkan layanan hebat dari bidadari Taman Lawang ini. Layanan yang sangat spesial yang hanya diberikan untuk tamu spesial pula. Lidah Sophia melata pada tubuh Pak Danu Roso. Seperti kucing yang memandikan anaknya, dengan bibir, lidah dan ludahnya Sophia merambah dan memandikan tubuh berikut lambang-lambang ke-lelaki-an Pak Danu.

Pak Danu Roso merasakan betapa 'mandi kucing' yang diberikan Sophia telah memberikan sensasi syahwat yang luar biasa. Tak ada secuilpun bagian tubuhnya yang terlewat dari jilatan lidah Sophia. Semua lembah, bukit, palung beserta semak belukar yang ada di tubuh Pak bupati tanpa ada yang terlewatkan dirambah oleh kecupan bibir dan jilatan lidah sang bidadari.

Setiap sapuan lidah Sophia melata merambati bagian-bagian peka tubuhnya, setiap kali itu pula syahwatnya tergetar dan membuat tubuhnya bergelinjang luar biasa. Desah, rintih dan racau berkesinambungan terus menerus keluar dari mulut Pak bupati. Hampir sepenuh malam Pak bupati tak pernah menginjak bumi. Sophia telah membuatnya terus melayang-layang mengarungi angkasa nikmat birahi yang tak terhingga.

Hingga menjelang pagi, penis Pak bupati telah 4 kali menumpahkan berliter-liter sperma ke mulut Sophia. Tetapi energinya tidak nampak susut. Penisnya yang cukup gede bagi rata-rata ukuran orang Indonesia masih tetap tegak menantang. Adakah dia pakai resep dari daerahnya? Pasak Bumi kali, ya?! Dan dari sinilah kisah anak manusia ini bermula..

Ketika segalanya seharusnya usai, justru di kamar President Suite Daichi ini segalanya baru mulai. Pak Danu Roso benar-benar terseok dan tersungkur lahir maupun batinnya. Dia jatuh hati kepada Sophia. Pak bupati jatuh cinta kepada bidadari Taman Lawang.

Apa yang telah diberikan Sophia demi kepuasan syahwatnya sungguh luar biasa. Dia nggak pernah menerima kenikmatan sebesar itu. Baik dari istrinya maupun dari perempuan sundal atau dari waria lain. Sophia telah memberikan pengalaman syahwat birahi yang penuh sensasi. Kini, dengan sepenuh percaya dirinya, dengan tanpa merasa takut atau khawatir akan mengancam martabat maupun harga dirinya Pak Danu Roso melamar Sophia. Matanya memandang dengan tajam ke mata Sophia,

"Soph, maukah kamu jadi istriku? Maukah kamu melayani aku saat-saat aku di Jakarta? Maukah kamu jadi piaraanku? Sophia, aku jadi sangat mencintai kamu. Maukah kamu menerima cinta tulusku?"

Sesungguhnya kata-kata semacam itu sudah sering dia terima dari berbagai lelaki lain. Tapi pada kali ini bagi Sophia omongan ini bukan omongan orang biasa. Ini omongan dari orang yang cukup berwibawa dan 'handsome' dengan usianya yang relatip muda, 48 yahun. Dia yang terpilih oleh 1 juta rakyatnya untuk menjadi penguasa daerah. Ini omongan seorang bupati. Sophia berusaha memberikan respon,

"Pak bupati, jangan.., nanti bapak jadi repot.. Sudahlah. Saya akan selalu melayani bapak walaupun tidak harus bapak pinang macam ini. Percayalah".

Tetapi bagi Pak bupati yang sedang terseok dan tersungkur ini respon Sophia semacam itu terdengar seperti penolakan terhadap cintanya. Pak Danu Roso bukan orang yang biasa menerima penolakan. Dia harus bisa meyakinkan Sophia dan menundukkannya. Dia nggak akan mundur. Tanpa banyak pikir dan timbang Pak bupati langsung menggunakan 'politik uang'nya. Dia menaikkan tawarannya, bahkan melipat gandakannya,

"Nggak ada yang repot bagiku. Lihat Sophia, kalau kamu meluluskan permintaanku, untukmu telah kusediakan rumah lengkap dengan isinya di Bintaro Indah. Aku ingin menunjukkan padamu bahwa aku bersungguh-sungguh pada apa yang aku sampaikan pada kamu tadi. Aku benar-benar mencintaimu dan ingin kamu selalu berada di sampingku".

Edan, batin Sophia. Kini pikirannya jadi risau. Adakah Pak bupati ini benar-benar sadar akan apa yang dia ucapkan? Kini saatnya bagi Sophia harus menceritakan segalanya yang berkaitan dengan dirinya secara lugas, terus terang apa adanya. Sophia ingin mendapatkan keyakinan bahwa ucapan Pak bupati bukan 'asal bunyi' atau 'asbun'.

Dia ceritakan siapa dia, apa dan bagaimananya. Dia berusaha menceritakan sisi jelek maupun baiknya. Sophia memang orang yang terbiasa jujur dan apa adanya. Bahkan dia juga ceritakan adanya hubungan dengan seseorang yang bernama Antony itu. Pak bupati mendengarkan bicara Sophia dengan penuh kekaguman. Bukan kagum pada isi bicaranya tetapi lebih ke polah tingkah Sophia saat bicara. Dia semakin terpesona saat melihati bibir-bibir indah Sophia membuka dan menutup saat bicara. Pak bupati juga terpesona dengan vokal yang keluar dari bibir indah itu.

Sementara kupingnya mendengarkan tangan Pak bupati terus bergerilya. Tangan-tangan itu merabai dan meremasi bagian-bagian sensual di tubuh Sophia. Pak Danu Roso sangat terangsang saat menyentuhi penis gede dan panjang milik Sophia ini. Penis gede Sophia itu justru membuat niat Pak bupati semakin kenceng untuk memiliki Sophia. Setidaknya saat-saat dia berada di Jakarta.

Untuk hal-hal lainnya, dia sama sekali menyukai apapun keadaan Sophia. Soal Antony itu urusan dan terserah kepada Sophia. Pak Danu yakin tak akan terganggu dengan adanya Antony. Bukankan secara kelaziman, hubungan yang sedang terjadi inipun juga tidak lazim?! Dia mengagumi profesi yang dilakukan Sophia sebagai Sofyan yang disainer perusahaan iklan. Bahkan dia menawari apakah mau bikin perusahaan sendiri untuk menunjang profesinya? Berapa modal yang diperlukan?

Sophia tidak menjawab tawaran hebat Pak bupati. Yang dia rasakan kini adalah remasan tangan Pak bupati yang membuat penisnya semakin gede dan keras tegak mencuat dari selangkangannya. Dia menyaksikan betapa Pak bupati semakin asyik melihati penis hangat yang panjang penuh otot melingkar-lingkar di seputar batangnya itu. Matanya tak berkedip mengamati kepala dan lubang kencingnya. Dia melihat titik bening meleleh dari lubang itu. Nampaknya Pak Danu Roso diserang hasrat syahwatnya kembali.

Kini Sophia dengan kepala penisnya yang berkilat-kilat karena ngacengnya yang maksimal sedang pasrah dan menunggu. Dengan semangat penasarannya Pak bupati jadi penyerang. Dia menampilkan keasliannya yang tak sabaran. Dia mendekatkan wajahnya. Bibirnya membuka menyongsong kepala penis Sophia yang sangat menantang itu. Pak Danu Roso mulai dengan menyapukan lidahnya, menjilat precumnya. Dia kecapi asin precum Sophia sebelum akhirnya mengulum penisnya.

Sophia langsung kelabakan dan menggelinjang. Geliat tubuhnya mengaduk seprei ranjang hotel. Dia mendesah sambil meremas-remasi rambut Pak bupati. Dia merasakan nikmat tak bertara saat mulut Pak bupati mengenyot-enyoti penisnya. Rasa geli luar biasa merangsang syahwatnya untuk meledak. Dan akhirnya tak memerlukan waktu lebih lama, setelah segala upaya dan daya tahan dipertaruhkan, Sophia tak mampu lagi membendung spermanya. penisnya berkedut keras disertai dengan semprotan kuat. Gumpalan kental hangat muncrat menyembur dari lubang kencingnya.

Sophia berteriak tertahan sambil kedua tangannya kuat-kuat menahan kepala Pak bupati dan menekan agar penisnya lebih menyeruak menusuk tenggorokkannya. Baru kali ini Pak Danu merasakan dan mengecapi sperma waria. Sperma itu begitu kental sehingga Pak bupati serasa bisa mengigit-gigit dan mengunyahnya. Rasanya sangat manis dan gurih seperti rasa kelapa muda yang sangat muda.

Akhirnya kedua insan manusia itu jatuh terlelap. Mereka tertidur pulas sesudah lebih dari 4 jam tanpa jeda berasyik masyuk yang sangat menguras tenaganya. Dengan selimutnya yang hanya terpasang setengah Pak bupati telanjang memeluki Sophia yang telanjang pula. Nampak wajah Pak bupati nyungsep ke ketiak Sophia sambil tangan kanannya masih menggenggam batang penisnya yang gede itu.

Jam 8 pagi keesokan harinya..

HP Pak bupati memanggil. Dengan terhuyung Pak Danu Roso bangkit dari tidurnya. Dari ujung sana terdengar pesan bahwa pertemuan dengan Koperasi Tani dan Nelayan akan dilaksanakan jam 11 siang untuk dilanjutkan dengan makan siang bersama. Saat ini panitia menunggu konfirmasi dari Pak bupati.

Dengan matanya yang masih setengah ngantuk Pak bupati nengok kembali ke ranjang. Dia menyaksikan pemandangan yang sangat membangkitkan birahinya. penis Sophia yang gede panjang itu nampak menjuntai di selangkangannya yang putih bersih. Rambut kemaluannya menambah indahnya tampilan penis itu. Sambil mengelusi kemaluannya Pak bupati menjawab penelpon di seberang sana, suara jawabannya menampakkan perasaan iba yang dalam.

"Bb.. Bagaimana.. Kalau pertemuan itu ditunda sampai Senin siang. Aku.. Rasanya kena influensa ini. Tadi saya sudah janjian dengan dokter di RSPP untuk check dan recheck kesehatan"
"Bb.. Bbaik, pak" akhir jawaban dari ujung sana yang terbawa perasaan iba pula.

Pak bupati langsung tutup telponnya dan dia matikan batery HP-nya. Dia putuskan segala hubungan dengan dunia luar. Dengan tak sabar dia merangkaki kembali ranjangnya. Dia merangkak ke arah selangkangan Sophia yang masih tertidur itu. Bibirnya langsung mendekat dan nyosor tenggelam dalam palung selangkangan indah itu. Hidungnya yang mengendusi batang penis Sophia langsung diterpa baunya yang khas. Lidahnya sesaat menyapu-nyapu batang yang masih meng-ulai itu sebelum akhirnya dia melumatinya.

Sophia yang sejak tadi memang masih berat untuk melek dan bangun kini menggeliat. Dia merasakan penisnya dalam kehangatan mulut Pak bupati. Bibirnya langsung mengeluarkan desahan sambil tangannya mengelusi kepala Pak bupati. Pak Danu Roso telah ketagihan untuk kembali mengecapi sperma kental Sophia. Rasa kelapa muda yang lengket gurih. Kentalnya hingga bisa dikunyah-kunyah dan digigit itulah yang membuat Pak Danu Roso ingin merasakannya kembali.

Kini Pak bupati mulai memompa dengan mulutnya. Sementara Sophia juga mengayun dengan menaik turunkan pantatnya agar penisnya yang telah ngaceng dan tegak kaku ini bisa menjemputi mulut Pak bupati. Duh, nikmat banget niihh..

Tangan Pak bupati juga bergerilya untuk lebih merangsang birahi Sophia. Jari-jarinya di tusukkan ke analnya. Jari kanannya berusaha meruyak masuk ke lubang itu. Akibatnya bukan main. Sophia langsung makin liar mengayun pantat dan pinggulnya. Dia kini menggoncang-goncang ranjang hotel itu. Jari-jari tangan Pak bupati yang makin menusuk ke lubang duburnya benar-benar memberikan nikmat syahwat tak terhingga.

Lamaran yang mengungkapkan keinginan hati dan jiwa Pak bupati masih belum dijawab oleh Sophia. Hal itu membuatnya semakin penasaran. Ternyata Sophia ini bukan macam perempuan umumnya. Dia sama sekali tidak menunjukkan gemingnya saat mendengar lamarannya.

Jabatan bupati yang disandangnya dan tawaran harta atau uang untuk modal membuat perusahaan tidak membuat Sophia langsung 'yes'. Sungguh mati, Pak Danu Roso sangat heran.

Tetapi sesungguhnya jauh di lubuk hati dan relung jiwanya dia bukan sekedar heran. Dia kagum. Kok ada seseorang, apalagi di jamannya serba uang ini, kebetulan orang itu adalah Sophia yang waria, tidak tergiur untuk serta merta menyambar tawarannya yang bukan main itu. Tiba-tiba dia merasa jadi kecil. Dia merasa kalah secara moral kepada Sophia. Bahkan lebih buruk lagi, dia sangat hina di hadapan waria Taman Lawang ini.

Ataukah mungkin ada sebersit keraguan atau khawatir pada hati dan pikiran Sophia?!

Bersambung...