Anna, Arabian girl - 2

Kepala penisku sudah melewati bibir vaginanya. Kudorong sangat pelan. Vaginanya sangat sempit. Entah apa yang menyebabkannya, padahal ia sudah punya anak dan menurut ceritanya penis suaminya satu setengah kali lebih besar dari penisku. Aku berpikir bagaimana caranya agar penis suaminya bisa menembus vaginanya.

Penisku kumaju mundurkan dengan perlahan untuk membuka jalan nikmat ini. Beberapa kali kemudian penisku seluruhnya sudah menembus lorong vaginanya. Aku merasa bahwa dengan kondisi vaginanya yang sangat sempit maka dalam ronde pertama ini aku akan kalah kalau aku mengambil posisi di atas. Mungkin kalau ronde kedua aku dapat bertahan lebih lama. Akan kuambil cara lain agar aku tidak jebol duluan.

Kugulingkan badannya dan kubiarkan ia menindihku. Anna bergerak naik turun menimba kenikmatannya. Aku mengimbanginya tanpa mengencangkan ototku, hanya sesekali kuberikan kontraksi sekedar bertahan saja supaya penisku tidak mengecil.

Anna merebahkan tubuhnya, merapat di dadaku. Kukulum payudaranya dengan keras dan kumainkan putingnya dengan lidahku. Ia mendengus-dengus dan bergerak liar untuk meraih kenikmatan. Gerakannya menjadi kombinasi naik turun, berputar dan maju mundur. Luar biasa vagina wanita Arab ini, dalam kondisi aku di bawahpun aku harus berjuang keras agar tidak kalah. Untuk mempertahankan diri kubuat agar pikiranku menjadi rileks dan tidak terfokus pada permainan ini.

Lima belas menit sudah berlalu sejak penetrasi. Agaknya Anna sudah ingin mengakhiri babak pertama ini. Ia memandangku, kemudian menciumi leher dan telingaku.

"Ouhh.. Anto, kamu luar biasa. Dulu dalam ronde pertama biasanya suamiku akan kalah, namun kamu masih bertahan. Yeesshh.. Tahan dulu, sebentar lagi.. Aku..".

Ia tidak melanjutkan kalimatnya. Aku tahu kini saatnya beraksi. Kukencangkan otot PC-ku dan gerakan tubuh Anna pun semakin liar. Akupun mengimbanginya dengan genjotan penisku dari bawah. Ketika ia bergerak naik, pantatku kuturunkan dan ketika ia menekan pantatnya ke bawah akupun menyambutnya dengan mengangkat pantatku.

Kepalanya bergerak ke sana kemari. Rambutnya yang hitam lebat acak-acakan. Sprei sudah terlepas dan tergulung di sudut ranjang. Bantal di atas ranjang semuanya sudah jatuh ke lantai. Keadaan di atas ranjang seperti kapal yang pecah dihempas badai. Ranjangpun ikut bergoyang mengikuti gerakan kami. Suaranya berderak-derak seakan hendak patah. Akupun semakin mempercepat genjotanku dari bawah agar iapun segera berlabuh di dermaga kenikmatan.

Semenit kemudian..

"Aaggkhh.. Nikmat.. Ouhh.. Yeahh," Anna memekik.

Punggungnya melengkung ke atas, mulutnya menggigit putingku. Kurasakan aliran kenikmatan mendesak lubang penisku. Aku tidak tahan lagi. Ketika pantatnya menekan ke bawah, kupeluk pinggangnya dan kuangkat pantatku.

"Ouhh.. Ann.. Nna. Aku tidak tahan lagi.. Aku sampaiihh!"

Ia memberontak dari pelukanku sampai peganganku pada pinggulnya terlepas. Pantatnya naik dan segera diturunkan lagi dengan cepat.

"Anto.. Ouhh Anto.. Aku juga..".

Kakinya mengunci kakiku dan badannya mengejang kuat. Dengan kaki saling mengait aku menahan gerakan tubuhnya yang mengejang. Giginya menggigit lenganku sampai terasa sakit. Denyutan dari dinding vaginanya saling berbalasan dengan denyutan di penisku. Beberapa detik kemudian, kami masih merasakan sisa-sisa kenikmatan. Ketika sisa-sisa denyutan masih terjadi badannya menggetar. Ia berbaring di atas dadaku sampai akhirnya penisku mulai mengecil dan terlepas dengan sendirinya dari vaginanya. Sebagian sperma mengalir keluar dari vaginanya di atas perutku. Anna berguling ke samping setelah menarik napas panjang.

"Luar biasa kamu Anto. Suamiku tidak pernah menang dalam ronde pertama, memang dalam berhubungan ia sering mengambil posisi di atas. Tapi kamu sanggup membawaku terbang ke angkasa," katanya sambil mempermainkan bulu dadaku.
"Akupun rasanya hampir tak sanggup menandingimu. Mungkin sebagian besar laki-laki akan menyerah di atas ranjang kalau harus bermain denganmu. Milikmu benar-benar sempit," kataku balas memujinya.

Memang kalau tadi aku harus bermain di atas, rasanya tak sampai sepuluh menit aku pasti sudah KO. Makanya, jangan cuma penetrasi terus main genjot saja, teknik brur!

"Kamu orang Melayu pribumi, tapi kok bulunya banyak gini. Keturunan India atau mungkin Arab ya?"
"Nggak ah, asli Indonesia lho..".

Ia masih terus memujiku beberapa kali lagi. Kuajak ia mandi bersama dan setelah itu kami duduk di teras sambil minum soft drink dan melihat laut. Aku hanya mengenakan celana pendek tanpa celana dalam dan kaus tanpa lengan. Ia mengenakan kemejaku, sementara bagian bawah tubuhnya hanya ditutup dengan selimut yang dililitkan tanpa mengenakan pakaian dalam.

Ia duduk membelakangiku. Tubuhnya disandarkan di bahuku. Mulutku sesekali menciumi rambut dan belakang telinganya. Kadang mulutnya mencari mulutku dan kusambut dengan ciuman ringan. Tangan kanannya melingkar di kepalaku.

"Kamu nggak takut hamil melakukan hal ini denganku?" tanyaku.
"Aku dulu pernah kerja di apotik, jadi aku tahu pasti cara mengatasinya. Aku selalu siap sedia siapa tahu terjadi hal yang diinginkan seperti sore ini. Aku sudah makan obat waktu masuk ke kamar mandi tadi. Tenang saja, toh kalaupun hamil bukan kamu yang menanggung akibatnya," katanya enteng.

Jadi ia selalu membawa obat anti hamil. Untung saja aku tadi tidak berlaku konyol dengan memakai kondom. Mungkin saja sejak ditinggal suaminya ia sudah beberapa kali bercinta dengan laki-laki. Tapi apa urusanku, aku sendiri juga melakukannya. Yang penting malam ini ia menjadi teman tidurku.

Matahari sudah jauh condong ke barat, sehingga tidak terasa panas. Hampir sejam kami duduk menikmati sunset. Gairahku mulai timbul lagi. Kubuka dua kancing teratas bajunya. Kurapatkan kejantananku yang sudah mulai ingin bermain lagi ke pinggangnya. Kususupkan tanganku ke balik bajunya dan kuremas dadanya.

"Hmmhh..," ia bergumam.
"Masuk yuk, sudah mulai gelap. Anginnya juga mulai kencang dan dingin," kataku.

Kamipun masuk ke dalam kamar sambil berpelukan. Sekilas kulihat tatapan iri dan kagum dari tamu hotel di kamar yang berseberangan dengan kamarku.

"I want more, honey!" kataku.

Kami bersama-sama merapikan sprei dan bantal yang berhamburan akibat pertempuran babak pertama tadi. Kubuka bajunya dan kutarik selimut yang menutup bagian bawah tubuhnya. Kurebahkan Anna di ranjang. Kubuka kausku dan aku berdiri di sisi ranjang di dekat kepalanya.

Anna mengerti maksudku. Didekatkannya kepalanya ke tubuhku dan ditariknya celana pendekku. Sebentar kemudian mulut dan lidahnya sudah beraksi dengan lincahnya di selangkanganku. Aku mengusap-usap tubuhnya mulai dari bahu, dada sampai ke pinggulnya. Peniskupun tak lama sudah menegang dengan keras, siap untuk kembali mendayung sampan menuju ke pulau nirwana.

Lima menit ia beraksi. Setelah itu kutarik kepalanya dan kuposisikan kakinya menjuntai ke lantai. Kubuka mini bar dan kuambil beberapa potong es batu di dalam gelas. Kujepit es batu tadi dengan bibirku dan aku berjongkok di depan kakinya. Kurenggangkan kedua kakinya lalu dengan jariku bibir vaginanya kubuka. Bibirku segera menyorongkan es batu ke dalam vaginanya yang merah merekah. Ia terkejut merasakan perlakuanku. Kaki dan badannya sedikit meronta, namun kutahan dengan tanganku.

"Ouhh Anto.. Kamu.. Gila.. Gila.. Jangan.. Cukup To!" ia berteriak.

Aku tak menghiraukan teriakannya dan terus melanjutkan aksiku. Rupanya sensasi dingin dari es batu di dalam vaginanya membuatnya sangat terangsang. Kujilati air dari es batu yang mencair yang mulai bercampur dengan lendir vaginanya.

"Anto.. Maniak kamu..," ia masih terus memekik setiap kali potongan es batu kutempelkan di bagian dalam bibir vaginanya dan klitorisnya.

Kadang es batu kupegang dengan jariku menggantikan bibirku yang tetap menjilati seluruh bagian vaginanya. Kakinya masih meronta, namun ia sendiri mulai menikmati aksiku. Kulihat ke atas ia menggigit ujung bantal dengan kuat untuk menahan perasaannya.

Akhirnya semua potongan es batu yang kuambil habis. Aku masih meneruskan stimulasi dengan cara cunilingus ini. Meskipun untuk ronde kedua aku yakin bisa bertahan lebih lama, namun untuk berjaga-jaga akan kurangsang dia sampai mendekati puncaknya. Yang pasti aku tak mau kalah ketika bermain dengannya. Kurang lebih sepuluh menit aku melakukannya.

Ia terhentak dan mengejang sesaat ketika klitorisnya kugaruk dan kemudian dan kujepit dengan jariku. Kulepas dan kujepit lagi. Ia merengek-rengek agar aku menghentikan aksiku dan segera melakukan penetrasi, namun aku masih ingin menikmati dan memberikan foreplay dalam waktu yang agak lama. Beberapa saat aku masih dalam posisi itu. Tangan kananku memegang kepalaku dan menekankannya ke celah pahanya. Tangan kirinya meremas-remas payudaranya sendiri.

Aku duduk di dadanya. Kini ia yang memberikan kenikmatan pada penisku melalui lidah dan mulutnya. Dikulumnya penisku dalam-dalam dan diisapnya lembut. Giginya juga ikut memberikan tekanan pada batang penisku. Dilepaskannya penisku dan kini dijepitnya dengan kedua payudaranya sambil diremas-remas dengan gundukan kedua dagingnya itu. Kugerakkan pinggulku maju mundur sehingga peniskupun bergesekan dengan kulit kedua payudaranya.

Kuubah posisiku dengan menindihnya berhadapan, kemudian mulutku bermain di sekitar payudaranya. Anna kelihatannya tidak sabar lagi dan dengan sebuah gerakan tangannya sudah memegang dan mengocok penisku kemudian menggesekkannya pada bibir vaginanya. Tanganku mengusap gundukan payudaranya dan meremas dengan pelan dan hati-hati. Ia menggelinjang. Mulutku menyusuri leher dan bahunya kemudian bibirnya yang sudah setengah terbuka segera menyambut bibirku. Kami segera berciuman dengan ganas sampai terengah-engah. Penisku yang sudah mengeras mulai mencari sasarannya.

Kuremas pantatnya yang padat dan kuangkat pantatku.

"Anto.. Ayo.. .. Masukk.. Kan!"

Bersambung...