Sedarah
Tuesday, 30 June 2009
Nikmatnya tubuh sepupuku
kulitnya putih mulus. Maklum, ibunya keturunan Belanda.
Selama bersekolah di Jakarta, Devi tinggal di rumahku. Makin hari, kami semakin akrab. Terkadang, bila ada waktu luang, ku jemput dia sepulang sekolah dengan mobilku. Tidak jarang kuajak dia ke tempat-tempat rekreasi yang ada di Jakarta, atau ke mal untuk sekadar Window Shopping. Semua itu kulakukan hanya untuk berdekatan dengannya. Sejujurnya, aku tergiur dengan keindahan tubuhnya. Namun semua itu masih bisa kutahan. Aku mencoba sebisa mungkin untuk tidak melakukan hal-hal yang menjurus padanya, mengingat dia adalah sepupuku sendiri.
Suatu hari, hujan turun deras sekali. Rumahku sedang kosong saat itu. Kedua orangtuaku sedang sibuk dangan urusan bisnisnya masing-masing. Adikku main ke rumah temannya, sedangkan pembantuku pulang kampung. Tinggallah aku sendiri di kamarku, bersantai sambil menyaksikan film porno ditemani sebotol Vodka. Aku adalah seorang pecandu alkohol. Tiba-tiba kudengar bel pintu berbunyi.
"Siapa yang datang hujan-hujan begini?", pikirku dalam hati.
Segera saja kubuka pintu dan tampak di depan pintu pagar rumahku ada seorang gadis berseragam SMU yang kehujanan. Ternyata gadis itu adalah Devi.
"Kehujanan ya Vi?" dia mengangguk.
"Kenapa ngga minta di jemput?"
"Tanggung Kak, Devi udah di perjalanan pas hujan tadi"
"Ya sudah kamu mandi air panas sana, biar nggak demam nanti."
Dia pun menurut. Saat itu aku baru menyadari di depanku ada pemandangan yang sangat indah. Tubuh Devi yang sangat indah terlihat jelas di balik seragam sekolahnya yang basah kuyup. Saat itu, Devi mengenakan Bra hitam yang sangat seksi. Melihat pemandangan seperti itu, penisku langsung menegang. Tiba-tiba muncul keinginan kuat untuk mencicipi tubuh Devi, sepupuku sendiri. Aku langsung melepaskan semua pakaianku, supaya lebih gampang melaksanakan niat jahatku. Kutunggu dia di depan kamar mandi.
Selang beberapa lama, pintu kamar mandi terbuka dan muncul Devi dengan hanya mengenakan handuk untuk menutupi tubuhnya. Dia tampak kaget setengah mati melihatku dalam keadaan bugil.
"Kak..", belum sempat ia melanjutkan kata-katanya, kuterkam tubuhnya.
Kudekap erat dan kutarik handuk yang melilit di tubuhnya dengan cepat, sehingga ia langsung telanjang bulat sama sepertiku. Ku seret dia ke dalam kamarku. Dia mencoba memberontak tapi sia-sia. Tenagaku jelas lebih kuat darinya.
"Kak, apa-apaan ini? Lepaskan!" Aku tidak peduli dengan teriakannya.
Sesampainya di kamar, kuhempaskan tubuhnya ke ranjang. Kutindih tubuhnya, kuciumi lehernya yang putih mulus.
"Kak, sudah Kak, cukup! Ingat aku saudaramu.."
"Diam kamu!"
"Kak Edo mabuk yah.. sadar Kak.."
Teriakan dan rontaannya malah membuatku semakin terangsang. Kulumat bibirnya yang merah dan tipis menggiurkan itu.
"Mmmhh.. mmppff.." Ia seperti ingin mengucapkan sesuatu tapi tertahan oleh bibirku.
Sementara tangan kiriku meremas dadanya yang putih dan montok. Begitu kenyal dan halus. Kumainkan putingnya yang berwarna pink itu. Ia masih belum menyerah untuk berontak. Tetapi, semakin ia berontak, semakin aku bernafsu untuk memperkosanya. Ciumanku turun ke dadanya. Kulumat puting susunya dengan rakus. Kadang kugigit-gigit. Devi menggelinjang kegelian.
"Kak.. sshh.. cukuphh.. udah dong.. sshh" Ujarnya setengah mendesah.
Aku malah semakin gencar melancarkan seranganku. Kali ini jemariku kuarahkan ke vaginanya. Kumasukkan jari tengahku ke dalamnya. Ternyata Devi sudah tidak perawan.
"Ooo, kamu sudah pernah toh.. gimana rasanya, enak kan? Sudahlah, nggak usah malu-malu. Nikmati aja.." Mendengar kata-kataku, Wajah Devi merah padam menahan malu.
"Tidak! Devi nggak mau.."
Mulutnya menolak, tetapi kurasakan vaginanya semakin basah karena jariku bergerak keluar masuk. Pantatnya pun bergerak-gerak merespon gerakan jariku. Kupermainkan klitorisnya dengan jariku. Dia tersentak kaget.
"Aahh.. jangan.. mmhh". Ciumanku pindah lagi ke bibirnya.
Kumainkan lidahku. Selama beberapa detik tidak ada respon. Tetapi beberapa saat kemudian lidahnya membalas lidahku. Dia juga sudah tampak mulai pasrah, tidak lagi mencoba berontak seperti tadi. Kulepaskan ciumanku dari bibirnya. Kujilati dari wajahnya ke leher, turun ke dada, perut dan akhirnya sampai pada lubang kenikmatan. Kujilat-jilat bibir vaginanya sementara jariku masih bergerak keluar-masuk vaginanya.
"Ooohh.. udahh.. geli.." Tangannya mencoba mendorong kepalaku. Tapi kutepiskan dengan tanganku yang satu lagi.
Kuteruskan permainan lidahku di vaginanya. Kali ini kugelitik klitorisnya.
"Uuhh.. sshh.. jangaannhh.. sshh".
Vaginanya semakin basah. Kupikir, inilah saatnya.
Aku segera bangkit dan mengarahkan penisku yang sudah pada ketegangan maksimal. Devi sepertinya tahu apa tindakanku selanjutnya. Dia mencoba mendorongku, tapi kupegangi kedua tangannya. Kubuka lebar kedua pahanya dengan pahaku. Kumajukan pinggulku dan, bless! Dengan sekali tekan, amblaslah penisku ke dalam vaginanya.
"Jangan Kaakk.. oohh" teriaknya berusaha mencegahku.
Tetapi sudah terlambat. Aku tidak membuang waktu. Langsung kukocokkan penisku, semakin lama semakin cepat. Vagina Devi masih sangat sempit. Mungkin karena belum terlalu sering diterobos. Kurasakan vaginanya berdenyut-denyut. Nikmat sekali. Devi pun sepertinya sudah lelah untuk melawan. Ia malah terlihat seperti sedang menikmati setiap sodokan yang kulakukan.
"Ssshh.. mmhh.. uuhh.." begitu saja yang keluar dari mulutnya.
Wajahnya merah, entah merah karena malu, atau karena nafsu. Bibirnya yang seksi terbuka, membuatku ingin melumatnya. Langsung saja kucium bibirnya. Kali ini, Devi langsung membalas ciumanku. Lidah kami saling membelit satu sama lain. Tanganku tidak tinggal diam. Kuremas lembut payudaranya yang indah. Kadang kupelintir putingnya yang sudah menegang.
"Oohh.. sshh.. uuhh" desahannya semakin keras.
"Gimana, enak kan?" tanyaku.
Wajahnya semakin merah mendengar pertanyaanku. Dia hanya terdiam. Kuhentikan sodokanku. Ternyata pantatnya masih terus bergoyang-goyang. Kusentakkan pinggulku secara tiba-tiba. Kupercepat gerakanku sampai pada batas maksimal kemampuanku.
"Aaahh.. Kak Edohh.. uuhh.. sshh.."
"Kenapa sayang? kamu menikmatinya?"
"Iyahh.. oohh.. eennaakkhh.. sshh.. aahh..".
Tak terasa 15 menit sudah kami berpacu dalam nafsu.
"Kak.. sshh.. Devi.. mauhh.. kkelluarrhh.. oohh.."
"Tahan dulu sayang.. hh.. sebentar lagi.."
"Nggak bisaahh.. Devvii kkelluuaarr.. aakkhh.."
Badannya mengejang tak karuan diiringi teriakan kenikmatan yang membahana. Sementara kecepatanku sama sekali tidak kukurangi. Tangan kiriku menggelitik klitorisnya, tangan kananku meremas dan memainkan payudara kirinya, sedangkan bibirku menghisap puting susu sebelah kanan. Semua kulakukan untuk menambah nikmatnya sensasi orgasme.
"Sabar ya sayang. Aku belum keluar." bisikku mesra di telinganya.
Kucabut penisku dari vaginanya untuk memberinya kesempatan beristirahat. Kujilati lehernya sampai ke belakang telinga. Kugelitik klitorisnya dengan jemariku. Tak lama kemudian, vaginanya kembali basah.
"Kamu mau lagi sayang?". Devi mengangguk pelan.
Kali ini dia lebih agresif. Dia langsung memegang penisku da meremasnya.
"Punya Kak Edo besar dan panjang yah.. sampai mentok."
Aku hanya tersenyum. Bangga juga ada yang memuji senjataku, walaupun bukan yang pertama kali penisku diakui kehebatannya. Devi meneruskan aksinya. Dia tidak lagi meremas, melainkan menjilati penisku dari ujung sampai ke buah zakar. Nikmat sekali rasanya. Tak lama kemudian, dia mengulun penisku. Kulumannya sangat nikmat. Lembut, tapi sangat terasa. Aku hanya bisa memejamkan mata dan menikmati setiaphisapan yang dilakukannya padaku. Saat kubuka mata, Devi sudah duduk di atas penisku. Dia lalu mengarahkan penisku ke lubang vaginanya. Dan.. slebb.. tertelan sudah batang penisku oleh vaginanya. Devi bergoyang diatasku seperti orang menunggang kuda. Terkadang, ia memutar pinggulnya, persis seperti goyang Inul. Kuremas-remas payudaranya yang menggantung seksi di depanku. Kadang kuhisap dan kujilati putingnya.
"Oohh.. sshh.. geli.. mmhh.." Devi merintih-rintih di atasku.
Selang 20 menit kemudian, Devi orgasme untuk yang kedua kalinya. Dia langsung ambruk di dadaku. Kubalikkan tubuhnya. Kutusuk dari belakang. Kugerakkan pinggulku secepat mungkin. Devi hanya mampu merintih dan mendesah. 5 menit kemudian, akumerasa ada sesuatu yang hendak keluar dari senjataku.
"Vi.. aku.. mauhh.. kkeelluarr.."
"Janganhh.. dihh.. dalammhh.. mmhh"
Langsung kucabut penisku dan kuarahkan ke wajahnya. Kubiarkan dia mengulum penisku. Beberapa detik kemudian.. croott.. croott.. aku ejakulasi di wajahnya. Sebagian spermaku masuk ke mulutnya, dan sebagian lagi membasahi wajah, leher dan dadanya.
Kami berbaring lemas dengan nafas tersengal. Kami berbincang-bincang dan akhirnya dia menceritakan tentang mantan pacarnya yang merenggut keperawanannya. Mantan pacarnya adalah kakak kelasnya sewaktu di Malang. Sekarang, anak itu sudah meninggal akibat overdosis narkoba. Devi pindah ke Jakarta untuk berusaha melupakan peristiwa itu. Ia beralasan kepada orangtuanya bahwa sekolah di Jakarta lebih bagus. Setelah cukup lama berbincang-bincang, kuajak dia mandi bersama.
Nafsuku kembali bangkit saat kami saling menyabuni tubuh masing-masing. Saat itu dia menyabuni penisku sambil meremas-remasnya. Langsung kucium bibirnya dan dia membalas dengan tak kalah ganasnya. Kami kembali melakukannya, kali ini dengan posisi berdiri di bawah guyuran shower. Tak henti-hentinya kuremas payudaranya yang montok dan kenyal itu. Kami melakukannya selama kurang lebih 12 menit lalu orgasme hampir berbarengan. Aku kembali berejakulasi di wajahnya. Entah mengapa, aku sangat merasa sangat puas bila melihat wajah wanita berlumuran spermaku.
Kami masih sering melakukannya hingga saat ini. Tak hanya di rumah tetapi juga di tempat-tempat lain seperti di hotel, mobilku, bahkan pernah kami melakukannya di WC sekolahnya. Padahal, aku sudah punya pacar dan Devi pun begitu. Ada kepuasan yang berbeda bila bercinta dengannya. Ada satu hal yang sama-sama ingin kami coba, yaitu beradegan three some. Ada yang berminat untuk ikutan?
Tamat