Perjalanan pulangku dari Galaxy mall - 1

Kejujuran memang sudah hampir tidak ada di muka bumi ini, dan jadi orang jujur itu memang juga tidak mudah. Aku selalu berusaha untuk jujur dan apa adanya, seperti semua apa yang pernah kuungkap di Rumah Seks, namun masih banyak juga pembaca yang meragukan kejujuranku itu.

Kalau mau dipikir, berapa biaya yang harus kukeluarkan untuk akses ke Internet setiap harinya, saat aku harus mengirimkan kisah-kisahku ini? Terus terang secara materi aku rugi, namun dari segi kebutuhan batin aku merasa diuntungkan, karena aku bisa mengungkap semua apa yang pernah kualami. Aku bisa berbagi pengalamanku kepada pembaca yang mengakses Rumah Seks.

Tak jarang ada juga pembaca yang merasa sakit hati karena saat membalas emailnya kuajukan persyaratan jika memang ingin berkenalan dan mengobrol lebih lanjut denganku. Mereka mungkin lupa bahwa aku punya hak untuk itu. Kalau mereka memang menginginkannya, silakan berlanjut, namun bila tidak berkenan, silakan lupakan saja. Jadi sebenarnya tidak ada yang dirugikan kan?

Baiklah, tidak perlu berpanjang lebar lagi, begini ceritaku kali ini..

*****

Hari ini Sabtu malam Minggu, aku pulang agak sore dari Kebun Binatang Surabaya (KBS) tempatku magang. Sesampai di rumah aku langsung masuk ke kamar dan kukunci dari dalam. Kulepas hem longgar yang kukenakan, berikut rok miniku yang bawahannya lebar itu dan kuletakkan begitu saja di atas tempat tidur.

Kini aku hanya tinggal memakai CD mini model G String berwarna putih, bentuknya hanya terbuat dari seutas tali nylon melingkar di pinggang, ada ikatannya di kanan dan kiri pinggangku. Selebihnya juga ada seutas tali nylon yang tersambung dari pinggang bagian belakang terus turun melilit ke selangkangan melalui belahan pantatku yang padat dan sintal.

Model G String memang sexy sekali, tepat di ujung bagian bawah vaginaku tersambung dengan secarik kain sutera tipis yang berbentuk segi tiga kecil. Lebarnya tidak lebih dari seukuran dua jari, fungsinya hanya bisa menutupi liang vaginaku bagian luar sedang selebihnya bulu-bulu kemaluanku terseruak keluar menghiasi sisi lipatan G String yang kukenakan.

Aku masuk ke kamar mandi yang ada di kamarku, sambil menanggalkan secarik kain yang masih tersisa sebagai penutup tubuhku yang kuning dan mulus ini. Kubasahi tubuhku yang sudah telanjang bulat tanpa sehelai benang pun, dengan air hangat dari shower kamar mandi.

Kugosok setiap jengkal bagian tubuhku dengan sabun cair, kubersihkan setiap sudut dan lipatan yang ada di tubuhku. Mulai dari lipatan di belakang telinga, siku, ketiak hingga bagian dari lipatan selangkanganku. Hanya saja setiap kali aku mandi dan saat aku menggosok serta membersihkan bagian dari selangkanganku, aku selalu menjadi horny sekali, apa lagi saat-saat jari tanganku menyentuh bagian-bagian sensitif di selangkanganku.

Kali ini aku pun merasakan hal yang demikian, namun aku mencoba segera mengalihkan konsentrasiku dan aku cepat-cepat menyelesaikan aktifitasku, kemudian segera membasahi tubuhku kembali dengan air. Setelah bersih membilas tubuhku dengan air hangat dari shower, maka dengan segera pula kuakhiri acara mandiku.

Aku keluar kamar mandi yang pintunya langsung tembus ke kamarku, dengan keadaan tetap telanjang bulat sambil mengeringkan badanku dengan handuk. Kunyalakan komputer di mejaku sambil tetap mengeringkan ujung-ujung rambutku yang masih basah saat mandi tadi.

Suhu udara di kota Surabaya akhir-akhir ini memang sangat panas, aku baca di surat kabar konon suhunya sampai mencapai 37 derajat celcius. Maka tak heran kalau AC di kamarku seakan tidak berfungsi dan tidak mampu memberikan kesejukan, apalagi aku tadi mandi pakai air hangat. Inginnya tadi aku mandi dengan air dingin, namun karena aku ingin menghilangkan rasa pegal-pegal, maka aku mandi saja dengan air hangat.

Selesai mandi aku hanya mengenakan celana pendek mini yang terbuat dari bahan yang tipis. Modelnya longgar terutama di bagian bawahnya, yang bagian ujung lipatannya tepat sejajar dengan pangkal pahaku sehingga kalau kuangkat sedikit pahaku, maka lipatan bibir vaginaku akan tampak dengan jelas karena aku memang tidak memakai CD lagi di dalamnya. Kupikir toh aku berada sendirian di dalam kamar, dan aku akan langsung mengakses Internet untuk membuka mail box-ku.

Seperti hari-hari sebelumnya, mail box-ku selalu penuh hingga sulit dibuka. Setiap hari aku menerima ratusan email dari para pembaca Rumah Seks, dan demi agar tidak mengecewakan mereka, email mereka yang masuk tetap kubalas satu persatu. Aku tidak peduli apa yang mereka sampaikan padaku melalui email yang mereka kirim. Kebanyakan mereka memang to the point saja langsung mengajakku berkenalan, tak jarang malah ada juga yang nekad langsung mengajak ML, mungkin mereka memandangku serendah itu. Tak jarang ada juga yang menasehatiku bahkan ada juga yang memakiku seenaknya. Pikirku itu memang hak mereka, dan aku juga punya hak untuk mengabaikan email yang isinya seperti itu.

Semua email yang kubalas selalu kulampiri persyaratan dariku bila mereka memang serius ingin berkenalan dan mengobrol lebih lanjut denganku. Persyaratannya memang sebenarnya tidak terlalu sulit, juga tidak sebanding dengan jerih payahku menulis pengalamanku yang kukirim agar bisa dibaca di Rumah Seks. Namun mereka toh masih ada juga yang langsung menjawab emailku dengan makian saat menerima persyaratan yang kuajukan dariku. Dengan demikian saja sudah dapat kunilai bagaimana sebenarnya karakter orang tersebut. Ada juga yang langsung mundur teratur dan tidak menjawab kembali emailku.

Tapi ada beberapa di antara mereka yang nekad dan tidak punya malu, tanpa memenuhi persyaratan dariku langsung saja mencoba meneleponku. Aku pun punya kiat untuk menghindar, dan kujawab saja kalau mereka salah sambung, atau kusampaikan bahwa yang menulis cerita di Rumah Seks itu bukan aku.

Memang itulah salah satu kiatku untuk menyeleksi pembaca yang hanya iseng dan nekad ingin melanjutkan perkenalan denganku tanpa memperhatikan norma-norma kemanusiaan dan perasaanku sebagai wanita. Apa yang kuungkap di Rumah Seks memang semua pengalamanku yang sesungguhnya, namun bukan berarti aku adalah wanita murahan yang bisa begitu saja mereka hubungi untuk diajak berkenalan kemudian berlanjut ke tempat tidur.

Memang kuakui seperti yang pernah kuungkap dalam ceritaku sebelumnya, kalau aku memang pernah berkenalan dengan salah seorang pembaca, yang namanya kusamarkan bernama Sinto, kemudian hubungan kami sempat berlanjut ke ML. Hal itu memang mungkin saja terjadi, karena terus terang aku juga butuh melampiaskan hasratku. Baca saja kisahku di "Aku Tidak Ingin Munafik".

Selesai membaca dan membalas semua email yang masuk, kumatikan komputer dan aku menuju lemari pakaian untuk segera mengenakan busana. Malam minggu ini aku ingin jalan-jalan ke Galaxy Mall sambil mencuci mata, karena pada hari Sabtu malam minggu begini, biasanya Galaxy Mall penuh dengan ABG yang berkumpul sekedar mejeng atau menonton bioskop.

Toh usiaku baru 28 tahun dan penampilanku juga tidak kalah dengan ABG yang usianya di bawahku. Omong-omong soal usia, ada juga pembaca yang mengaku berusia 21 tahun, namun dalam emailnya dia memanggilku Tante. Gila! Memangnya aku pernah kawin dengan Oom-nya apa?

Aku memilih memakai tank top garis-garis hitam putih, bentuknya adalah tali nylon yang melingkari leherku dengan ikatan di tengkuk. Bagian belakang punggungku terbuka lebar sampai pinggang, sehingga tampak kalau aku tidak mengenakan BH karena tidak terlihat adanya tali BH yang melilit di punggungku.

Aku memang sejak kecil tidak suka mengenakan BH dan kebiasaan ini terus berlanjut hingga sekarang, jadi tidaklah mengherankan kalau aku tidak pernah tahu berapa ukuran payudaraku. Yang jelas payudaraku ukurannya normal-normal saja, tidak terlalu besar dan juga tidak dapat dikatakan kecil. Bentuk payudaraku padat dan sintal, puting susuku dan sekitarnya berwarna merah muda, ranum dan agak sedikit kecoklatan, bentuknya dapat dilihat dari luar tank top yang kukenakan sore ini.

Tank top-ku memang bentuknya sangat sexy dan menggoda setiap lelaki yang memandangnya. Bagian depannya hanya menutupi sebagian saja dadaku, di bawahnya agak lebar ke belakang dan diikatkan begitu saja di belakang pinggangku. Praktis fungsinya hanya menutupi payudara dan sebagian perutku saja, samping kanan kiri tubuhku hingga punggung tetap terbuka lebar sehingga kulit tubuhku yang mulus tetap terpampang jelas sekali.

Aku memakai rok mini yang bagian bawahnya lebar sebagai bawahannya, bentuknya seperti rok mini yang biasa dipakai para cheerleader. Bedanya kalau para cheerleader di dalamnya masih memakai celana pendek untuk menutupi bagian tubuhnya yang paling vital, namun aku di dalamnya tidak mengenakan apa-apa lagi selain mengenakan CD berenda yang sangat mini juga. Hal ini tentunya juga merupakan kesulitan tersendiri bila aku di Galaxy Mall harus naik lantai ke atas menggunakan eskalator maupun lift tabung yang ada di sana, karena bagian dalam rok-ku pasti akan menjadi santapan mata para lelaki yang berdiri tepat di bawahku.

Tidak dapat kubayangkan bagaimana rupa pemilik mata tersebut saat memandang ke dalam rok miniku saat aku menaiki tangga eskalator. Mata mereka pasti akan terbelalak memandang ke arah CD yang kukenakan saat itu. Warnanya hitam seperti warna rok mini yang kukenakan, bentuknya berenda yang ukurannya sebesar jari tangan melingkari pinggangku.

Selebihnya juga berupa renda dengan ukuran yang sama melingkar ke bawah melewati selangkanganku melalui belahan pantatku. Di bagian depannya yang berfungsi menutupi bagian luar vaginaku bentuknya sedikit agak lebar, ukurannya selebar dua jari juga berenda dan berbentuk hati tepat di depan bagian yang menutupi liang vaginaku.

Aku memakai sepatu model bertali dengan hak tinggi, sehingga badanku yang tingginya 170 cm ini terlihat lebih semampai lagi. Biasanya pada malam minggu begini sulit sekali mencari tempat parkir di Galaxy Mall hingga kuputuskan untuk naik taxi saja ke sana. Saat aku akan menelepon taxi, kudengar suara mobil berhenti di depan rumahku. Ternyata Anto pacar adikku datang menjemput adikku.


Bersambung . . . .