Selingkuh pertamaku

Tidak pernah terbayangkan sebelumnya, bahwa memasuki usia 35, kehidupanku menjadi begitu berubah. Dulu aku tumbuh sebagai gadis yang polos dan taat. Terutama juga karena lingkungan pendidikan yang cukup ketat dengan persaingan untuk berprestasi, maka tidak pernah terpikirkan untuk menjalani masa pacaran yang erotis. Semua biasa-biasa saja, lurus-lurus saja.

Aku menikah pada usia 24 tahun, begitu selesai kuliah, dalam keadaan perawan. Selama 10 tahun perkawinanku, aku tidak pernah merasakan adanya masalah, kecuali bahwa aku selalu bertanya-tanya dalam hati, mengapa aku tidak pernah bisa merasakan orgasme vaginal. Aku baru bisa merasakan orgasme, kalau aku melakukan masturbasi setelah kami berhubungan seks. Ganjalan ini terus aku simpan sampai usia perkawinan kami 10 tahun.

Tetapi kemudian, aku mulai mencari jawaban melalui konsultasi-konsultasi seks di internet. Hal ini kulakukan karena untuk berkonsultasi langsung ke seksolog, terus terang aku malu. Kemudian aku bergabung di suatu forum seks untuk saling bertukar pikiran. Baru kuketahui bahwa ternyata suamiku menderita ejakulasi dini. Dan ini sudah berlangsung sejak awal perkawinan kami. Teman-teman di internet menyarankan kami untuk berkonsultasi, bahkan ada yang berbaik hati mengirimiku dengan artikel-artikel penyembuhan ejakulasi dini.

Tetapi semua sia-sia, karena sepertinya suamiku tidak pernah menyadari bahwa dia mengalami ejakulasi dini. Setiap kusindir, dia cuma bilang, "Tidak ada yang bisa lama begitu, itu kan cuma ada di film blue saja, yang pengambilan gambarnya juga dilakukan berkali-kali".

Jawaban begini membuatku terdiam, karena aku tidak mau menyinggung kelaki-lakiannya. Usaha penyembuhan ternyata agak sulit, karena hanya satu pihak yang menginginkan perbaikan, sementara pihak yang lain tidak menyadari adanya permasalahan yang walaupun bukan paling penting, tetapi cukup signifikan karena sudah berlangsung sekian lama. Komunikasi yang kurang baik di antara kami berdua, makin memperburuk hubungan kami. Walaupun orang melihat kami sebagai pasangan yang tidak pernah bertengkar, tetapi itu karena semua permasalahan tidak pernah dibicarakan.

Pencarian informasi di internet berjalan kurang lebih satu tahun. Sampai suatu ketika aku bertemu secara online dengan seorang pria bule yang bekerja di Jakarta, panggil saja namanya Pete.

Dalam setiap kesempatan kami bercakap-cakap melalui internet, saling curhat mengenai kehidupan rumah tangga kami yang terasa semakin hambar. Percakapan yang tadinya biasa-biasa saja, kemudian menjurus ke percakapan untuk saling memuaskan.

Pada malam-malam yang sepi, ketika semua orang sudah tidur, kami sering sama-sama bermasturbasi di depan webcam, sambil melakukan cyber sex maupun phone sex. Awalnya ini terasa seperti orang gila, tapi karena kebutuhan, sementara untuk berselingkuh langsung, terus terang aku tidak berani, maka apa boleh buat.

Hubungan erotik online berjalan kurang lebih selama 4 bulan. Selain karena kesibukan, juga karena kami tinggal di kota yang berbeda, sehingga harus menunggu jadwalku dinas ke Jakarta untuk bisa bertemu muka dengannya. Tetapi akhirnya kami bisa bertemu muka juga, setelah menunggu sekian lama.

Pertemuan pertama di Cafe O'lala Plaza Senayan. Cuma makan siang, dan bercakap-cakap biasa saja. Pete adalah seorang pria bule yang tampan, tubuhnya tinggi dan atletis. Usianya 42 tahun (seusia suamiku), dan kami sama-sama saling gemar membaca buku sastra. Tadinya kupikir dia kecewa setelah melihat penampilanku, seorang ibu umur 35 tahun berpenampilan sangat biasa, dan sudah punya anak 2. Tetapi malam harinya ketika kami bertemu lagi di internet, dia mengajak untuk bertemu lagi, suatu saat kalau masing-masing kami punya kesempatan.

Pertemuan kedua, beberapa minggu setelah pertemuan pertama, merupakan pertemuan yang direncanakan untuk saling memadu kasih. Buat Pete, mungkin sudah sekian banyak perempuan yang diajaknya berkencan. Tetapi buat aku, ini adalah yang pertama. Semalaman aku tidak bisa tidur, membayangkan apa yang akan kulakukan dengan seorang pria asing yang bukan suamiku.

Kami bertemu pada hari minggu siang. Pete menjemputku dengan mobilnya di Plaza Senayan. Dia mengajakku ke sebuah hotel.

"Aku harus mandi dulu, Pete. Tidak enak rasanya kalau keringatan begini", kataku.
"Ok, take your time", kata Pete.

Aku menyalakan shower dan bersiap untuk mandi. Ketika sedang kulepas pakaianku, tanpa kuduga, Pete masuk ke kamar mandi hanya dengan sehelai handuk di pinggangnya. Dia peluk tubuhku dari belakang, dan dia ciumi bahu dan pundakku.

Aku melenguh.., "Oh, Pete.. I have never felt this anymore for a long time".
"Yes, I know.., just enjoy it", bisik Pete sambil menggigiti daun telingaku, hingga makin membuatku menggelinjang dan melenguh-lenguh.

Lalu kami masuk ke shower yang sudah menyiramkan air panas. Pete menyabuni seluruh tubuhku. Meremas-remas buah dadaku, dan menciumi putingku.

"Pete, aku nggak bisa tidur semalam membayangkan semua ini", bisikku.
"Me, too", bisik Pete sambil mengenyot putingku satu persatu.

Aku permainkan penis Pete yang mulai mengeras. Memang lebih panjang dari milik suamiku. Dan ini adalah penis kedua yang pernah kulihat dan kupegang. Dia ternyata juga disunat.

"You're circumsized, Pete".
"Yes".
"Kapan Pete kamu disunat?"
"When I was born".

Tiba-tiba dia meregang, hanya beberapa saat dia sudah mengalami ejakulasi.

"Ah.. I am sorry, this is too fast. I feel so excited", kata Pete.
"Kamu nggak orgasme ya? Cuma ejakulasi kan?", tanyaku.
"Iya, but it's ok. Nanti juga bisa lagi kok", kata Pete yang bahasa Indonesianya cukup bagus.

Selesai dari shower, kami berpakaian lagi. Lalu kami duduk di sofa sambil ngobrol. Pete membuatkanku secangkir kopi.

"Aku suka kejujuran kamu mengenai seks", begitu kata Pete.
"Well, apa yang harus aku sembunyikan? But this is really my first time, Pete".
"I know.., and this is what you have been missing, kan?", kata Pete sambil memelukku.
"Iya, aku miss the romance. Bukan seks sebetulnya, but the romance".
"Iya, aku juga merasakan hal yang sama". Lalu kami berciuman.
"You know, aku suka BH kamu", kata Pete.

Sebuah isyarat yang lalu membuatku melepaskan kancing bajuku satu persatu. Melihat bajuku terbuka, Pete menyentuh pundakku dengan ujung jemarinya.

"I really wanted to kiss you here last nite", bisik Pete.
"Then kiss it, Pete. You know, I am all yours now".

Pete menciumi bahuku, lalu terus turun sampai ke bagian atas payudaraku. Dengan gigi-giginya, disibakkannya BH yang menutupi buah dadaku.

"Kamu suka ini diapakan?", bisik Pete.
"Being kissed, and sucked, and nibbled", jawabku di tengah desahan akibat nikmat yang ditimbulkan oleh lidah dan gigitan-gigitan kecil Pete di putingku.

Pada saat yang sama, aku elus-elus penis Pete dari luar celananya. Terasa bahwa penisnya mulai mengeras, sehingga tampak menggunduk di celananya.

"Can I open the zipper, Pete?" Pete hanya mengangguk sambil terus mengulumi buah dadaku. Sementara jemariku, setelah berhasil membuka ritsleting celananya, mulai mengelus-elus kepala penis Pete yang licin.

Pete melepaskan celananya. Lalu aku kulum penisnya. Di ujung sedikit, untuk menggodanya. Dia melenguh panjang. Lalu aku jilati kepala penisnya, keluar beberapa tetes awal air mazinya. Kujilati terus penisnya, dari kepala, lalu turun, lidahku melingkar-lingkar di sepanjang penisnya. Sementara itu tangan Pete mulai menggerayangi sekujur tubuhku. Aku hisap-hisap penis Pete yang panjang dan keras. Kuberi gigitan-gigitan kecil hingga membuatnya terengah-engah.

"You look so beautiful down there", kata Pete sambil mengelus pipiku. Aku tersenyum menatap sambil lidahku terus menjilati penisnya.

Dalam hal oral sex, aku memang lumayan ok. Karena aku tahu bahwa suamiku sangat menyukainya, maka aku belajar dari beberapa film blue yang pernah kutonton, sehingga aku bisa memberikan oral sex yang kaya dengan variasi.

Tiba-tiba kaki Pete mengejang.

"Ahh..", serunya.

Cairan sperma muncrat dari ujung penisnya yang masih berada di dalam mulutku. Aku jilati terus penisnya, dan sperma yang telah muncrat seperti air mancur.

"Are you sure you want to swallow it?", tanya Pete, ketika melihatku terus menerus menjilati muncratannya. Aku cuma mengangguk, karena mulutku masih penuh dengan penisnya.

Pete, terkulai lemah di sofa. Ditariknya tubuhku dari tempatku berlutut di hadapannya. Diciuminya bibirku dengan penuh rasa terimakasih.

Setelah membersihkan diri, kami berpakaian lagi, lalu mengobrol lagi. Sambil saling meraba tubuh masing-masing. Kami berciuman cukup lama. Sampai kemudian terasa bahwa Pete sudah siap untuk bertempur lagi. Kami masih duduk di sofa. Kali ini aku naik ke atas tubuhnya. Kuciumi wajah Pete, dan kukulum bibirnya yang membalas memagut bibirku.

Masih dengan pakaian lengkap, aku gesek-gesekkan vaginaku ke gundukan penisnya yang mulai mengeras kembali. Pete meraih putingku dari balik bajuku, dan meremas-remasnya. Kemudian dia mendorongku untuk berlutut kembali di hadapannya. Dan aku memulai aksiku dengan kembali menjilati penisnya yang sudah kencang lagi. Dua kali Pete mengalami orgasme dari oral sex yang kuberikan. Aku puas karena dia tampak puas.

"I really want to make love to you", kata Pete di sela-sela ciuman kami.
"Aku nggak bisa, Pete. Aku belum siap untuk make love sekarang"
"Tapi kamu jadinya nggak orgasme"
"It's ok, Pete. Bukankah aku sudah bilang, that I just miss the romance? Well, may be next time", kataku sambil mengecup bibir Pete.
"Iya, next time will especially be for you", balas Pete dengan kecupan yang sama membaranya.

Sorenya, Pete mengantarku ke stasiun Gambir. Aku harus pulang ke Bandung, kembali ke keluargaku. Ada sedikit kegundahan, penyesalan, kekecewaan pada diriku sendiri.

Tapi pengalaman pertama ternyata merupakan suatu titik balik kehidupanku, suatu langkah awal dari adventure-adventure selanjutnya. Aku baru tahu, ternyata tidak perlu cantik untuk bisa berselingkuh dengan banyak pria. Aku baru tahu, bahwa pada umurku yang 35 tahun, tidak hanya pria 40+ yang dapat kuajak berkencan. Tidak sedikit pria muda yang juga suka berpetualang dengan ibu-ibu yang lebih tua.

Jalan pencarianku ternyata masih sangat panjang. Cerita yang akan kututurkan pun ternyata masih akan terus beruntai.


Tamat