Seks Umum
Wednesday, 22 December 2010
Calon asisten
Setelah melalui screening yang ketat oleh personalia, Lenny akhirnya menyetujui 6 calon asisten yang untuk itu dimintanya aku untuk menguji langsung mereka itu. Lenny terus-menerus tersenyum ketika ia menceritakan betapa cantiknya para calon sekretaris yang melamar dan pasti aku akan bingung untuk memilihnya. Akupun hanya tertawa karena aku yakin pikiran Lenny sudah ngeres saja. Dalam hati aku sudah tak sabar menunggu jam makan siang, karena setelah itu para calon pegawaiku ini akan menghadapku.
Ketika aku kembali dari makan siang, kulihat diruang tunggu sudah berderet duduk beberapa gadis yang rata-rata berdandan rapi. Dari pandangan pertama aku mengakui bahwa mereka rata-rata cantik hanya saja kelihatannya kalau umurnya masih muda. Mereka semua memandangku dengan penuh harap sambil berusaha menunjukkan senyum yang terindah, aku membalas senyum mereka dan langsung masuk ke ruanganku. Lenny yang sudah menunggu aku langsung mendatangiku dan menanyakan apakah aku sudah siap untuk mulai wawancara. Aku mengangguk namun kusempatkan untuk bertanya pada Lenny, apakah semuanya masih perawan, Lenny menjawab bahwa perasaan dia ada dua yang masih perawan yaitu yang namanya Indah dan Ratih, kalau yang lainnya kelihatannya sudah punya pengalaman. Yang pertama masuk seorang gadis memakai rok ketat berwarna biru tua, wajahnya cantik dengan tubuh yang tinggi langsing. Dengan penuh hormat ia menjabat tanganku dan duduk didepanku sambil menyerahkan berkas wawancara dari staffku sebelumnya. Kubaca namanya adalah Hesti ia lulusan Akademi Sekretaris yang terkenal di kota Bandung umurnya baru 21 tahun.
Setelah mengetahui jati dirinya aku menutup map itu dan memandangnya tajam. Hesti menatap pandanganku dengan berani meskipun tetap sopan. Aku langsung menanyainya dengan beberapa hal yang umum mengenai kemampuannya, sementara mataku dengan teliti memandang wajah serta badannya. Aku kurang suka dengan Hesti ini karena badannya terlalu langsing meskipun susunya kelihatan cukup montok untuk badan selangsing dia itu. Setelah dia tak begitu canggung berbicara denganku, aku mulai memasang jebakanku, kutawari dia untuk merokok, Hesti kaget mendengar tawaranku itu, dengan ragu-ragu ia memandangku. ketika kukatakan bahwa kalau dia memang biasa merokok boleh saja merokok agar bisa lebih santai berbicara, barulah ia berani mengambil sebatang Marlboro yang kusodorkan.
Ketika kutanyakan apakah dia berkebaratan kalau aku bertanya hal hal yang bersifat pribadi, dia langsung menggelengkan kepalanya tanda tak keberatan. Aku tersenyum sambil membetulkan dudukku.
"Apakah Hesti sudah punya pacar?", Hesti tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Apakah pacar Hesti juga tinggal di Bandung?".
"Tidak Pak, pacar saya ada di Jakarta".
"Oh, makanya Hesti kepengen kerja di Jakarta ya?" Hesti lagi-lagi mengangguk dan tersenyum manis.
"Apakah ini pacar Hesti yang pertama ataukah sebelumnya sudah sering berpacaran?
"Sering Pak, tetapi semuanya sudah putus karena tak cocok!".
Aku tersenyum dan bertanya lagi, "Selama berpacaran, apa saja yang dilakukan oleh Hesti?".
"Maksud Bapak bagaimana ya?", Hesti balas bertanya.
"Maksud Bapak, apakah hanya sekedar omong-omong, atau dengan tindakan tindakan lain!
Hesti terdiam dan hanya tersenyum mendengar pertanyaanku yang mulai terarah itu.
"Sebagai seorang sekretaris, Hesti harus bisa menyimpan rahasia perusahaan secara maksimal, maka bagi Bapak, kalau Hesti bisa berkata jujur mengenai diri Hesti, berarti juga Hesti bisa dipercaya untuk memegang rahasia perusahaan!".
Mendengar itu Hesti baru berani menjawab, " Ya kadang kadang omong-omong, kadang-kadang juga yang lainnya Pak!".
"Yang lainnya bagaimana?" kejarku, Hesti tak menjawab tetapi hanya senyum saja.
"Apa berciuman?" Hesti mengangguk.
"Apakah pacar Hesti suka meremas-remas buah dada Hesti?" dengan wajah sedikit malu Hesti mengangguk.
"Sekarang coba jujur pada Bapak ya, apakah Hesti pernah berhubungan seks?", dengan wajah yang makin merah Hesti menganggukkan kepalanya.
Kukejar lagi dengan pertanyaan, "Sudah dengan berapa pria Hesti berhubungan seks?
Hesti menjawab, "Empat orang Pak!"
Aku tidak terlalu terkejut dengan pengakuan Hesti ini, tetapi karena aku tak terlalu tertarik dengan Hesti, maka aku tidak berusaha untuk mengajaknya untuk main, aku hanya ingin mengetahui keadaan Hesti luar dalam dan nantinya memberi dia duit agar supaya kalau tokh dia tidak kuterima maka aku tidak dituntutnya macam-macam. Dari laci mejaku kukeluarkan sebendel uang limapuluh ribuan senilai 5 juta rupiah, aku berkata kepada Hesti, bahwa aku ingin melihat dia membuka pakaiannya agar aku dapat lebih mengenal dia secara nyata, untuk itu akan kuberikan uang 5 juta rupiah yang ada di depannya itu. Kalau nanti dia diterima, maka uang itu tetap menjadi miliknya, sedangkan kalau tidak maka uang itu sebagai hadiah dariku. Hesti ternganga mendengar perintahku yang tak pernah didengarnya itu, tetapi ia benar-benar siap untuk apapun rupanya.
Dengan agak gemetar ia berdiri dan mulai membuka pakaiannya satu persatu, aku hanya duduk saja di depannya. Seperti yang kuduga buah dada Hesti cukup montok untuk badan ceking seperti itu, ketiaknya juga bersih mulus tanpa bulu selembarpun, ketika BH-nya dilepas, tampaklah buah dadanya yang kelihatannya sudah agak mengendur dan penuh dengan kecupan merah. Dari situ aku yakin kalau Hesti ini doyan main! Ketika Hesti membuka rok dan sekaligus celana dalamnya, penisku agak tegang juga, karena selangkangan Hesti ditumbuhi dengan bulu yang cukup rimbun. Setelah telanjang, Hesti berdiri mematung di depanku sambil tersenyum dan menunduk. Aku berdiri mendekati dia dan menyentuh susunya yang kurasakan agak empuk begitu juga dengan pantatnya, ketika kuraba bulu vaginanya, Hesti merangkulku seperti orang yang kaget. Aku diam saja, hanya jariku yang mulai menyelinap di antara celah pahanya mencari liang vaginanya. Hesti mengerang ketika jariku menyentuh clitorisnya, tangannya meremas-remas bahuku tanpa berkata apa-apa. Aku merasa semuanya sudah cukup, maka aku kembali duduk di kursiku dan kusuruh dia kembali berpakaian.
Setelah kuberikan uang dalam amplop itu, kuucapkan terima kasih dan kuminta Hesti menunggu kabar dari personalia. Hesti juga mengucapkan terima kasih dan meninggalkanku. Setelah itu masuk berturut-turut, Meity, Retno, Onny dan Ratih yang perkiraan Lenny masih perawan. Meity, Retno maupun Onny semuanya juga kuberi hadiah 5 juta rupiah setiap kali mereka telanjang bulat di depanku, semuanya berbadan bagus dengan susu yang montok, benar-benar berat bagiku untuk menahan diri menghadapi vagina yang masih muda dan segar seperti milik mereka itu. Ketika Onny telanjang di depanku aku tak tahan untuk tak menciumi vaginanya yang berwarna merah muda itu, kujilati clitorisnya sampai Onny merintih-rintih, begitu juga dengan Retno yang sempat merasakan tusukan penisku meskipun hanya sampai dasar dan segera kucabut kembali. Ratih yang diduga Lenny perawan ternyata juga sudah tak perawan, justru cewek satu ini yang berani terang-terangan mengajakku untuk main tetapi aku ragu-ragu karena aku hanya mau main dengan calon pegawai yang betul-betul akan kuterima saja, yang lainnya cukup main-main saja.
Kesabaran dan ketahananku akhirnya berbuah juga, ketika calon sekretarisku yang bernama Wulan masuk, aku merasakan kalau inilah cewek yang tepat untuk mendampingi Lenny sebagai sekretaris, mataku dengan tak sungkan-sungkan melahap wajah dan tubuh Wulan yang tinggi besar itu. Wajahnya cantik dengan tipe Jawa, hidungnya mancung dan kulitnya putih, bibirnya sangat sensual dengan lipstick merah tua. Blousenya yang berpotongan rendah dilapisi jas berwarna biru tua, sepintas aku dapat melihat lekuk buah dadanya yang dalam menandakan kalau buah dada pemiliknya montok. Dari penampilannya, sepertinya cewek yang satu ini alim, tetapi aku yakin kalau sebenarnya dia ini super hot dan sangat sesuai dengan seleraku. Pandanganku yang jalang itu, tidak membuat dia rikuh, malah dia tersenyum manja waktu mengulurkan tangannya untuk bersalaman, tangannya empuk dan hangat sekali, begitu juga dengan suaranya yang agak bernada bass itu. Semuanya sangat memuaskan seleraku, hanya sekarang tergantung bagaimana aku dapat mengolah agar dia dapat aku sikat dan selanjutnya akan kupakai untuk membantu Lenny. Pikiranku sudah membayangkan kalau mereka berdua aku sikat sekaligus diruang ini, pasti asyik.
Setelah berbasa basi dengan menanyakan beberapa hal yang sifatnya formil, aku mulai menanyakan hal hal yang sensitif, karena begitu bernafsu akau merasakan kalau suaraku agak gemetar, tetapi justru yang kulihat Wulan malah tersenyum melihat gayaku itu.
"Wulan keberatan nggak kalau saya tanya hal hal yang sifatnya pribadi, karena sebagai tangan kanan Bapak, tentunya Bapak juga ingin tahu hal hal seperti itu".
"Tentu saja boleh Pak, silakan Bapak tanya apa saja!", Aku menelan ludah mendengar jawaban Wulan yang menantang itu.
"Wulan tingginya berapa ya?".
"Seratus tujuh puluh enam senti Pak".
"Berapa ukuran vital Wulan?".
"Dada 36, pinggang 30, pinggul 38", Aku tersenyum mendengar ukuran vitalnya yang hebat itu, Wulan juga menyeringai melihat aku tersenyum itu.
"Masak dada Wulan sebesar itu, kelihatannya kok nggak ya!".
"Benar kok Pak, Wulan nggak bohong", jawabnya mengajuk.
"Coba Wulan buka jasnya, biar Bapak bisa melihat lebih jelas!".
Tanpa ragu-ragu Wulan berdiri dan melepas jasnya, ternyata Blouse Wulan tak berlengan sehingga aku dapat melihat lengannya yang putih mulus itu. Memang setelah Wulan hanya memakai blouse, baru kelihatan kalau susunya memang besar. Ketika kusuruh Wulan mengangkat lengannya, kelihatan juga kalau ketiaknya penuh bulu yang sangat aku sukai. Aku makin bernafsu melihat tubuh Wulan yang sip ini, tetapi aku masih harus berusaha agar Wulan benar benar dapat kutiduri, karenanya aku masih harus terus berusaha.
"Apakah Wulan pernah melihat blue film?"
"Pernah Pak".
"Sering?".
"Sering".
"Coba ceritakan pada Bapak apa yang kamu sukai kalau nonton blue film itu!"
Wulan pertamanya agak ragu untuk menjawab, tetapi akhirnya keluar juga jawabannya.
"Wulan senang kalau mereka melakukan adegan pemanasan, dan juga melihat mimik muka ceweknya kalau puas! Aku rasanya sudah tak tahan lagi ingin menubruk Wulan, tetapi aku masih menahan diri.
"Wulan, coba ya behanya dilepas, Bapak ingin melihat buah dada Wulan!".
"Apa blousenya juga dilepas Pak?".
"Terserah!".
Kembali Wulan berdiri, dia dengan tenang membuka blousenya serta kemudian melepas pengait behanya. Benar-benar fantastis payudara Wulan, besar, montok, putih namun sedikit kendor. Aku sejenak terpana memandangnya, tetapi aku langsung dapat menguasai diriku dan berdiri dan berjalan memutari mejaku mendekati Wulan. Tanpa ragu kedua tanganku langsung meremas payudara Wulan dengan lembut. Wulan hanya diam saja, merasakan empuknya payuadara Wulan aku tahu kalau dia sudah tidak gadis lagi. Remasan tanganku ke payudara Wulan menyebabkan puting susunya mulai mengeras, aku menyelusupkan tanganku ke ketiaknya dan mengangkat lengannya tinggi-tinggi, kuperhatikan ketiaknya yang penuh dengan bulu hitam itu dan tanpa sadar aku sudah menciuminya.
Saat itulah Wulan mulai mendesah kegelian, aku terus menciumi bulu ketiaknya yang berbau harum oleh karena deodorant itu untuk kemudian ciumanku mulai mengarah keputing susunya.
Wulan dengan agak berbisik berkata, "Pak, nanti ada yang melihat lho, Wulan takut!", Aku mana peduli dengan semua itu. Justru sambil mengulum puting susunya aku mulai melepaskan rok yang dipakainya. Dengan mudah kulepaskan rok bawah Wulan demikian juga dengan celana dalamnya, ketika kuraba selangkangan Wulan dapat kurasakan ketebalan bulu vaginanya di telapak tanganku, ketika jariku menyelinap ke dalam vaginanya. Wulan makin menggelinjang dan meremas pundakku tanpa bersuara sedikitpun. Karena aku tahu waktuku hanya sebentar, maka aku menghentikan ciumanku dan mulai melepasi pakaianku sendiri. Wulan hanya berdiri saja melihat aku melepaskan semua pakaianku itu, matanya terbeliak ketika kulepas celana dalamku sehingga penisku tersembul keluar.
Dengan terbata-bata ia berkata "Pak saya takut Pak, punya Bapak besar sekali, nanti nggak cukup lho Pak, saya baru beberapa kali bersetubuh! Aku berbisik agar ia tak takut karena aku akan hati hati dan kujamin dia tak merasa sakit.
Kubaringkan Wulan di sofa yang ada di kantorku, dan aku kembali ke mejaku. Tanpa diketahui Wulan aku memejet interkom untuk memanggil Lenny, Lenny yang telah mengerti dengan kode dari aku segera masuk ke ruanganku dengan tenangnya. Tetapi lain dengan Wulan yang langsung meloncat kaget dengan wajah pucat pasi dan kebingungan mencari penutup tubuh.
"Wulan nggak usah takut, tokh nanti kalau kamu kerja juga bersama dengan Mbak Lenny, jadi rahasiamu juga jadi rahasia Mbak Lenny ya!", Wulan hanya diam saja dengan wajah merah menatap Lenny yang tersenyum manis kepadanya. Ketika kutanyakan dimana kondom yang kubutuhkan, Lenny mengeluarkannya dari saku dan membukanya untuk kemudian dengan berjongkok ia memasangnya di penisku yang sudah berdiri kaku itu, karena memang tujuannya agar supaya Wulan tidak rikuh dengan dirinya, Lenny secara sengaja mengulum penisku dulu sebelum memasang kondom bahkan dengan demonstratif ia menelan seluruh penisku hingga tinggal pelirku saja. Wulan memandang semua itu dengan wajah merah padam, entah karena malu atau karena nafsunya yang sudah naik. Yang pasti ia diam saja ketika Lenny duduk di atas meja kerjaku sementara aku mendekatinya, kurenggangkan kaki Wulan sehingga vaginanya kelihatan merekah merah tua.
Pelan-pelan kusapukan lidahku kepinggir vagina Wulan, Wulan langsung mendesah dan mendorong kepalaku, aku diam saja malahan kuteruskan jilatanku pada clitorisnya yang bulat itu, Wulan merintih rintih kegelian, tanganku tak tinggal diam juga ikut meremas remas susunya yang montok itu. Wulan dengan gemetar meraih penisku dan diremasnya penisku dengan gemas sekali. Aku juga kasihan melihat Wulan yang demikian kebingungan karena merasakan kegelian yang luar biasa itu, tetapi tujuanku sebenarnya agar dia tak terlalu merasa sakit bila penisku yang gede itu menembus vaginanya.
Langsung saja aku mengarahkan penisku ke liang vaginanya yang sudah basah kuyup dan merekah itu, ketika kulihat ujungnya sudah terselip diantara bibir vagina Wulan, pelan-pelan kutekan masuk. Wulan menggigit bibirnya sementara tangannya memegang pantatku entah mau menahan atau malahan mendorong, yang pasti penisku dengan pelan berhasil juga masuk seluruhnya ke dalam liang vaginanya. Vagina Wulan terasa legit sekali, rasa hangat yang menjepit penisku membuat aku menggigit bibir karena enaknya. Tetapi seperti yang kuduga, Wulan kurang berpengalaman dalam persetubuhan, karena meskipun penisku sudah mentok menyentuh leher rahimnya, ia diam saja bahkan menutup matanya.
Aku berbisik di telinganya agar Wulan juga menggerakkan pantatnya, tetapi Wulan tetap diam saja. Gerakan penisku naik turun membuat vagina Wulan bertambah basah dan becek, aku benar-benar kecewa dengan vagina Wulan ini, rasanya aku kepengen mencabut penisku dan berpindah ke vagina Lenny yang pasti lebih pulen dibanding punya Wulan itu, tetapi aku tak mau melukai perasaan Wulan. Dengan agak tergesa-gesa aku mempercepat genjotanku agar aku segera mencapai puncak kenikmatanku, tetapi dasar masih belum berpengalaman, tiba-tiba saja Wulan merintih keras, sementara kurasakan vaginanya mengejang. Rupanya Wulan sudah mencapai puncak kepuasannya, badannya berkeringat dan kakinya erat melingkar dipantatku. Dengan beberapa sentakan lagi, akupun memuntahkan air maniku yang tertampung dalam kondom yang kupakai. Begitu rasa geli mulai hilang dari ujung penisku, aku segera mencabut penisku dan kusuruh Lenny mengajak Wulan untuk keluar dari ruanganku. Lenny tersenyum melihatku, ia tahu bahwa aku kurang puas dengan permainan Wulan, pasti nantinya Lenny harus bekerja keras untuk mendidik Wulan agar tahu seleraku dalam bermain main! Kuingatkan Lenny agar tak lupa memberi Wulan uang serta memanggilnya lagi untuk masuk kerja.
TAMAT