Seks Umum
Monday, 31 January 2011
Memory bercinta - 1
Kebetulan kemerdekaan saat itu benar-benar kami rasakan, karena orang dan saudara kami sibuk dengan aktivitasnya. Awalnya kami hanya berjalan berdua, lalu bergandengan tangan, duduk berduaan, berpelukan, berciuman, dan akhirnya ia menyerahkan keperawanannya, dan hubungan ini adalah yang pertama buat kami. Ternyata kami ketagihan, setiap malam Minggu kami lakukan dengan pakaian lengkap. Ia selalu memakai rok, sehingga tangan serta milikku dapat leluasa masuk ke dalam tubuhnya, ini merupakan kenangan indah kami. Tapi yang paling kusuka bila selesai pulang sekolah, sebab di rumah kami selalu kosong, kami leluasa. Di saat itu aku dapat melucuti pakaiannya satu persatu sampai aku memuntahkan cairanku, aku menikmatinya. Aku puas menikmati tubuhnya berjam-jam tanpa sehelai pakaian. Yang paling kusuka adalah saat aku ulang-tahun, ia selalu memberi hadiah yang istimewa, mengundang datang ke rumahnya dan hadiah langsung, yaitu tubuhnya yang tanpa sehelai kain pun dan aku diajak ke lantai atas rumahnya, untuk menikmati hadiah istimewanya.
Memang awalnya aku takut berhubungan badan, setelah sering dengan Veni, aku malah ketagihan. Akhirnya aku dan Veni lulus sekolah dan kami kuliah. Saat itu aku memiliki kenalan baru di telepon, ia adalah teman dari temannya Veni waktu di sekolah, ia sering menghubungiku dan meminta tolong supaya aku mencari kabar tentang cowoknya, sebab cowokya anak kampusku dan sudah lama tidak bertemu. Namanya Reyne dan awalnya kami hanya berbincang biasa, lama kelamaan kami akrab dan berbicara bebas. Akhirnya kudapati dengan samar-samar kabarnya, dan ternyata cowoknya telah memiliki pacar baru, dan aku minta cerita tersebut dibarter dengan hadiah. Ia berjanji akan memberi hadiah. Awalnya aku bercanda kalau hadiahnya Reyne, dan Reyne menyanggupinya sambil bercanda. Kami hanya berbincang ditelepon dan belum pernah bertemu, entah setelah beberapa lama kami sepakat bertemu, dan Reyne berterima kasih kepadaku atas bantuanku dan akan memberikan hadiah yang ia janjikan, entah apa hadiah itu.
Akhirnya kami bertemu di suatu tempat lalu ke rumahku yang kebetulan kosong waktu itu (keluargaku berlibur ke daerah). Kami mengobrol, aku bertanya bahwa hadiahnya dimana, lalu jawabnya adalah hadiahnya belum ada dan apa yang kumau. Lalu kami berdua berbincang panjang lebar, aku menanyakan dan meminta hadiah darinya, aku meminta cumbuan sebagai hadiahnya sambil bercanda tapi entah mengapa kami menjadi serius. Awalnya ia tidak merespon, tapi setelah beberapa lama ia terima permintaanku. Akhirnya aku mengambil kadoku, aku bertanya sambil tanganku mengarah ke dada kanannya, "Ini boleh kan?" lalu Reyne menjawab, "Boleh!" dengan tegang. Tanpa basa-basi dan birahi yang berkembang aku menyentuh dadanya, memang tidak terlalu besar sekali tapi aku suka petualangan ini. Lalu kuusap-usap dan perlahan kuangkat kaosnya hingga terlihat BH-nya, lalu kubuka kaitan BH-nya dan kuangkat tinggi sehingga kedua buah dada serta putingnya dapat kunikmati dengan mataku dengan jelas.
Kuraba-raba dan kuremas-remas sampai puting dan dadanya mengeras, wajahnya memucat dan tegang tapi tampaknya Reyne menikmati sentuhanku. Lalu aku menawarkan menonton film, dan ia mau nonton film. Aku bergegas mengambil film, tetapi yang kuambil adalah film XX. Kuambil film tersebut lalu kembali ke tempat dimana aku merasakan tubuh Reyne, kulihat ia sudah menutup kembali buah dadanya seperti semula. Aku agak kecewa, tapi tak apalah. "Kita nonton ini ya," sahutku, lalu kusetel dan segera duduk di sampingnya. Reyne tak tahu film apa yang kusetel, film belum mulai, aku kembali meraba-raba dadanya yang tertutup seperti semula, lalu film pun dimulai. "Ini nggak apa-apa kan?" tanyaku sesaat. "Asal bagus, aku suka," jawabnya.
Film pun dimulai seiring tanganku yang meraba-raba tubuhnya, tampaknya ia menyukai film yang kusetel. Tangannya ke pundakku, lalu wajahnya ke dadaku sambil berkata, "Filmnya, ah.." kulihat tubuhnya tegang, lalu tangan kananku mengangkat dan menarik dagunya dan bibirnya perlahan ke bibirku. Akhirnya bibirnya kukecup dan kami berciuman bersama nafsu kami, tanganku tak henti-henti meraba-raba tubuhnya dan melakukan pekerjaan awal lagi, kulepas kaitan BH-nya, lalu kuangkat bersama kaosnya sehingga mata dan tanganku dapat menikmati buah dadanya secara langsung. Kulepas sesaat bibirku dari bibirnya, lalu kuhisap kedua putingnya secara bergantian, setelah itu kukecup bibirnya lagi, dan kami berciuman lagi.
Lidah dan bibir kami bersaing menyerang, bersama tanganku yang terus meraba-raba tubuhnya. Ternyata tangannya tak mau kalah, segera milikku didekap jemarinya dan dimainkan. Birahi kami pun terus bertambah, tanganku tampaknya sudah tak tahan. Secara bertahap kubuka ikat pinggangnya, tapi ia menolak halus dan bekata, "Jangan!" dengan ucapan lembut. Tampaknya gairahku tak dapat kutahan, kujawab, "Nggak apa-apa," lalu kukecup bibirnya dengan nafsu, ia pun mengimbangiku. Tanganku tetap membuka ikat pinggangnya, tanganya menolak dengan halus dan menghentikan sementara, tapi tak benar-benar menahan tanganku. Akhirnya ikat pinggangnya kulepas. Tangannya masih menahan halus, perlahan kubuka kancing celananya dan resletingnya kutarik perlahan sampai habis, lalu jemari tanganku menyusup ke dalam celananya, kurasakan bulunya yang lebat. Aahh, getaran birahiku, kuraba-raba bulu halusnya, ia menikmatinya.
Kulihat matanya dipejamkan perlahan, kurasakan hasratnya bergairah. Kuteruskan perjalanan jemariku, terus menyusup di dalam CD-nya, akhirnya sampai ke tonjolan sensitifnya yang tertutup bulu-bulu halus. Perlahan-lahan kuusap-usap, wajahnya terlihat lemas dan agak memucat seiring getaran nafasnya. Aku terhenti, lalu kubertanya kepadanya, "Kamu mau ML nggak?" tetapi ia menjawab ragu dengan isyarat seiring hasratnya. Lalu kupegang lengannya, dan kuajak ke kamar kakakku, sebab kamarnya ber-AC. Kunyalakan AC, dan ia bertanya, "Kulepas celana aja ya," lalu kuanggukan daguku. Ia pun duduk di samping tempat tidur, lalu kuhampiri, kupeluk tubuhnya dari samping, kuraba dadanya, kukecup bibirnya, bibir kami akhirnya saling menyerang. Perlahan kudorong tubuhnya dengan tubuhku, akhirnya tubuhnya terebah dan ku tindih tubuhnya. Langsung penisku menyerang vaginanya, tapi tak berhasil karena terlalu licin.
Dengan sadar ia lalu memegang penisku, kakinya mengangkang lebar, lalu penisku diiring masuk ke dalam vaginanya. Secara cepat penisku masuk bersama birahi, ah lembut dan halus vaginanya. Segera ia melepas dekapan jemari yang membimbing penisku. Perlahan-lahan kukeluar-masukkan penisku, ia pun perlahan menyebut, "Aah, Ndi.." dengan desahannya. Tampaknya birahinya lebih tinggi dariku, lalu ia menggoyangkan pinggulnya agar lubang vaginanya dapat gesekan yang cepat dari penisku. Sesaat kulihat ia menegang, lalu merarik pantatku agar penisku dapat masuk dengan dalam ke vaginanya. Lalu ia tegang sekali dan tak bergerak, wajahnya memerah, putingnya terlihat mengeras, dan kurasakan penisku tergigit lubangnya yang lembut. Sesaat aku dapat menggesekkan penisku lagi, keluar-masuk dan akhirnya aku tak sempat mengeluarkan penisku dari vaginanya. Ah, air maniku keluar dengan cepatnya di dalam vagina Reyne, aku tak dapat bergerak, yang kurasakan kenikmatan yang dasyat, Reyne pun hanya dapat mendesah sambil merasakan semburanku di dalam tubuhnya.
Lalu kami istirahat dan setelah beberapa lama kami berbicara seperti semula. Kurasakan kenikmatan yang berbeda dari tubuh wanita, dan membuatku tertarik terhadap tubuh wanita. Keesokannya aku bertemu dengan Reyne, kebetulan aku membawa mobil, lalu kami jalan-jalan. Di saat berhenti ia sempat merangkulku, lalu mengecup bibirku, aku agak malu takut terlihat umum, lalu kuajak ia ke tempat sepi di suatu halaman yang rumahnya kosong. Lumayan halamannya luas dan sepi dari orang-orang, lalu bibir kami berperang saling mengalahkan, kaitan branya kulepas, kuangkat kaosnya, sesaat kulihat bra dari bahan seperti kaos yang berwarna merah dengan kembang-kembang. Lalu kuangkat sehingga terlihat kedua puting di ujung buah dadanya, kuraba, kuremas, kumainkan putingnya, lalu kulepas bibir kami dan kuhisap putingnya bergantian.
Sesaat aku terhenti, dan kurasakan hasrat penisku, tapi kurasa tempatnya tidak memungkinkan. Lalu kubuka resletingku dan kukeluarkan milikku, sesaat kemudian ia pun melihat, lalu kutanya, "Bisa hisap ini?" ia menggeleng dan terdiam sesaat, beberapa lama kemudian akhirnya ia memberi jawaban yang berbeda. Perlahan tangannya mendekap penisku, perlahan wajahnya menghampiri, lalu bibirnya mendekat penisku, perlahan mulutnya terbuka dan menelan ujung penisku. Mulai kunikmati, perlahan mulutnya menelan penisku, lalu perlahan dikeluarkan sedikit dari mulutnya, terkadang penisku dihisap habis, lalu secara bertahap penisku dikeluar-masukkan dengan cepat. Ah, kulihat matanya terpejam dan wajahnya memperlihatkan ia menikmatinya. Beberapa waktu kemudian aku merasakan puncak, seiring aku berkata kepadanya, "Nanti kalo sempet kita ML ya, tapi kayaknya aku mau muncrat," perlahan penisku ditelan sedikit oleh mulutnya, lalu puncakku kurasakan. Air maniku menyembur di dalam mulutnya sampai habis, perlahan ia hisap dan telan penisku dan air maniku sampai habis, ah rasanya aku mulai menyukai caranya.
Kulihat ia agak lemas dan tegang, begitu juga aku, lalu aku bertanya, "Nyari tempat ML yuk!" lalu Reyne menjawab sambil mendekati penisku, "Boleh!" lalu ia membersihkan penisku dengan lidah dan mulutnya. Bibirnya menelan dan lidahnya menjilat lubang kencing di ujung penisku, ia telan semua cairan yang tersisa hingga penisku bersih, lalu ia usap dengan tissue supaya kering. Sesaat kami menutup badan ke keadaan semula, dan kami pergi dari tempat itu. Akhirnya kami menemukan tempat terdekat untuk ML, kami ke sana, keadaan mulai gelap, suasana memancing hasrat kami. Tanpa pemanasan kami sudah terangsang.
Kutanya, "Main nggak?"
"Mmm.. langsung yuk!" sahutnya.
Lalu ia melepaskan pakaiannya dan merebahkan kursi seiring badannya. Lalu kubuka celanaku dan bergeser ke arahnya, lalu kutindih tubuhnya yang samar-samar terlihat dan hanya dapat dirasakan kulitku. Awalnya kedua pahanya agak mengapit pahaku, lalu perlahan kakinya diangkat ke dashboard, ujung dengkulnya melebar sampai habis. Tangan kiriku memeluk pinggangnya yang ramping, tangan kananku menikmati dada kirinya, bibir dan lidahku bertahap menikmati dari pipi, kuping, leher, dagu dan akhirnya berperang melawan bibir dan lidahnya. Seiring dengan itu tangannya mendekap penisku dan perlahan memasukkan ke dalam vaginanya, ternyata ia sudah basah. Perlahan gerakanku, tetapi ia langsung bergoyang cepat, rupanya ia menyukai gerakan cepat, tentu saja aku harus adil, kukeluar-masukan milikku dengan cepat, terlihat ia menikmatinya.
Desahannya yang perlahan pun mulai mengencang dengan tegang seiring menyebut namaku. Akhirnya kami sampai puncak dan selesai dengan permainan ini. Tampaknya aku menyukai Reyne karena permainan dan pengalamannya yang tidak kudapatkan dari Veni.
Bersambung . . . . .