Seks Umum
Monday, 31 January 2011
Memory bercinta - 2
Kami pernah jarang bertemu, dan kemudian kami bertemu lagi, saat itu ia pulang sekolah bersama temannya, lalu ia berpisah dan mampir ke rumahku. Akhirnya kami mengobrol dan masuk ke dalam rumah supaya nyaman, dan kami berbincang di dalam. Entah mengapa rasa sukaku mulai bertambah, kulihat ia bersama sosoknya dari ujung rambut sampai kaki. Agaknya gejolakku mulai bertambah, kupegang tangannya, kubelai rambutnya, perlahan mataku mulai tertarik memandangi buah dadanya. Akhirnya kami mulai berbicara sambil berpandangan, kutatap matanya hidungnya, giginya yang putih dan rapi, bibirnya yang merah pucat, pinggangnya, betisnya, pokoknya semuanya. Sesaat dia sadar dengan tatapan mataku yang tertuju, dan ia menjadi salah tingkah. Perlahan kami duduk sangat dekat, sampai aku dapat merangkul dan memeluk tubuhnya dari samping dan belakang, tampaknya ia menyukainya.
Perlahan hasratku memuncak, terasa hasratku untuk menjamahnya, dan tampaknya suasana dan kondisi sangat memungkinkan. Pertama, kudekap dan kurangkul tubuhnya, kucium pipinya, kurasa ia memberi lampu hijau kepadaku. Rasanya tubuhnya sudah kumiliki, perlahan kudekap pinggangnya, tanganku satunya mengusap wajahnya yang manis, lalu ke pipi, kuping lalu turun perlahan ke leher pundak, lalu ke pinggang sambil sengaja kulewati buah dadanya dengan sentuhan telapak tanganku. Sesaat kulepas pelukanku, lalu badanku ke depan, aku pura-pura melihat-lihat dan memegang sesuatu di meja, lalu kusenderkan lagi badanku ke kursi seiring sikuku yang seolah-olah tidak sengaja untuk menyentuh buah dadanya. Akhirnya sikuku menyentuh dadanya dan ia agak kaget bercampur aduk, kurasakan empuk di sikuku. Dengan pura-pura aku meminta maaf karena aku tak sengaja, lalu kurangkul kembali tubuhnya.
Kurasakan getaran di jiwaku, perlahan kucium pipinnya, kupingnya, lehernya, dagunya dan akhirnya kutuju bibirnya, sesaat dia kaget karena kukecup bibirnya. Lalu ia menghindar dari bibirku sesaat sambil berkata "Mas!" lalu dia terdiam dengan beribu benak di pikirannya. Lalu perlahan kuhampiri wajahnya kembali, dan kukecup bibirnya. Perlahan ia menolak, menghindar dengan wajah bingung. Lalu tanganku ke dagunya dan kutahan, perlahan bibirku mulai dapat menikmati bibirnya karena ia mulai tidak menolak. Perlahan kurasakan bibirnya, lidahnya, dan akhinya kunikmati. Awalnya ia terdiam dan pasrah, beberapa saat kemudian tangannya mulai memegang dan megelus lengan dan tubuhku, lalu bibir dan lidah kami saling bersaing seiring berebutan air liur. Tanganku tak bisa diam rupanya, kuelus-elus pinggangnya, perut, lalu kuraba dadanya.
Perlahan tangannya memegang tanganku di dadanya dan bibirnya perlahan ia lepaskan bersama tanganku.
Lalu ia berkata, "Mas..!" dengan wajah yang campur aduk.
Sahutku, "Ada, apa?"
"Jangan dulu Mas!" jawabnya.
Lalu kujawab kembali, "Jangan takut!"
Lalu kuhampiri lagi bibir dan dadanya, tampaknya ia agak menolak dan secara perlahan dan akhirnya ia malah menikmatinya.
Akhirnya hubungan kami bertahap dari hari ke hari, akhirnya kumulai mendapatkannya dari meraba dadanya, meremasnya, melihatnya secara langsung, dan menghisap kedua buah dadanya. Aku selalu menikmati dadanya dan hampir setiap saat rumahku kosong saat bersamanya, hampir tak pernah buah dada dan putingnya tertutup, karena selalu kujamah. Pernah di saat aku menikmati tubuh atasnya yang polos, di saat itu ia hanya mengenakan CD dan roknya, tepatnya di dalam kamarku. Kami hanya dapat bercumbu di kamar, karena saat itu di rumahku ada pembantuku yang baru. Kurasakan birahiku memuncak saat aku menindih tubuhnya di tempat tidur, tanganku tak kuasa dan akhirnya mengangkat roknya dan perlahan mencari celah dan menyusup di CD-nya. Dengan cepat ia menahan tanganku, sambil berkata, "Jangan yang ini, aku masih perawan," dan kujawab, "Nggak Say, aku nggak masuk kok, cuma di luar, janji deh."
Perlahan ia lepas tangannya. Jemariku akhirnya leluasa mengelus-elus bulu dan belahannya, sampai kurasakan belahannya licin dan jariku basah. Akhirnya birahi kami terus bertambah, perlahan kulepas CD-nya. Dengan cepat tangannya menahan tanganku kembali dan dengan lemas ia berkata, "jangan aku masih mau perawan, jangan Mas!"
Dengan perlahan kujawab, "Aku cuma mau liat tubuhmu langsung, aku nggak bakal masukin deh, itu kamu tetep utuh, aku janji deh!"
Perlahan ia pasrah dan menjawab, "Aku udah ngasih banyak, emang belom cukup?"
Ucapku, "Aku rasa belom, aku janji nggak ngerobek selaput kamu, tapi bolehkan kubuka semuanya."
Ia pun menjawab, "Gimana ya, boleh .. asal kamu janji."
Lalu perlahan kubuka CD dan roknya. Mataku perlahan menerawangi tubuhnya dari ujung rambut sampai ujung kaki, kulihat rambut, wajah, leher, pundak, dada, perut, pinggang, bulunya, paha, dengkul sampai ke ujung kaki. Tampaknya tubuhnya memang mulus dan lebih dari yang dimiliki Veni.
"Ndi, badan kamu bagus ya," ucapku pelan.
"Masa! Makasih ya," ucapnya dengan tegang dan lemas.
Kutatap matanya, tanganku tak ketinggalan kuusap-usap tubuhnya kemudian kami berciuman. Tampaknya ia terbawa, kunikmati bibirnya, kupingnya, lehernya, pundaknya, dada dan putingnya, perutnya akhirnya kulewati bulu hitamnya dan kucium kedua pahanya yang putih lalu belahan di selangkangannya.
Perlahan Indi menegang, dagunya terangkat dan kemudian dadanya terangkat seakan kedua payudaranya membusung memamerkan diri, kurasakan Indi menikmati sentuhan bibirku. Kemudian bibirku menciumi belahan Indi, kurasakan ia menggeliat-geliat dan kedua tangannya mengelus dan membuai rambutku. Kedua tanganku memegang dengkulnya dan perlahan membuat kedua kakinya mengangkang lebar sehingga belahannya agak terbuka. Detil demi detil kulihat bagian di belahan tubuh Indi, lalu kuhampiri tonjolan yang ada di ujung belahan Indi, kurasakan perbedaan dari beberapa cewek yang kusentuh, tampaknya Indi memiliki tonjolan dan sama seperti Reyne tetapi berbeda dengan Veni yang tidak memiliki tonjolan.
Kucium, kukecup, lalu lidahku perlahan keluar dan menyentuh tonjolan itu, kudengar Indi mendesah dengan kaget. Setelah itu lidahku mulai bermain dan Indi menegang dan mendesah dengan tegang, kujilati tonjolan itu sampai basah. Lidahku bermain terus lalu turun ke arah bibir vagina Indi, dengan desahan yang tegang Indi berkata, "Mas Andi, ahh!" Lidahku menjilati bibir vaginanya dan perlahan kucoba masuk ke liang vaginanya yang masih agak sempit dan kurasakan selaput dara Indi, ah.. kunikmati keutuhan selaput daranya. Desahan dan ketegangan Indi serta belaian tangannya terus membuat nafsuku bertambah, rasanya keinginanku bertambah, kurasakan gejolak ingin menyetubuhi dan merasakan liang vaginanya. Kurasakan hasratku tak tertahan lagi.
Perlahan badanku kusejajarkan dengan tubuh Indi, bibir dan lidahku mulai naik dari liang vagina, tonjolannya, bulunya, perut dan pusarnya, belahan payudaranya, lehernya, lalu ke kupingnya dan perlahan kucium dan kumasukkan ujung lidahku ke lubang telinga Indi dan kurasakan ia menegang kaku dan tidak dapat bergerak. Kurasakan kedua kaki Indi mengapit kedua kakiku dan kedua tangannya yang lembut mengelu-elus punggungku. Ah, kurasakan sentuhan Indi membuatku jadi nafsu. Ingin aku menyetubuhinya, pelan-pelan kugesek-gesekkan milikku dengan belahan Indi sehingga kurasakan cairan membuat basah milikku dan kurasakan licin dan lembut waktu kugesek-gesekkan milikku di belahannya. Perlahan kubuat kembali kakinya mengangkang dengan kedua pahaku, sehingga kurasakan kelembutan belahannya dan kurasakan bulu-bulu kami basah kuyup. Mungkin karena kulihat Indi menikmati percintaan ini maka tanpa berpikir lagi kuikuti nafsuku dan aku bertanya, "Ndi, masuk ya?" lalu Indi terlihat ragu dan bingung, namun karena gairah kami yang memanas ia hanya dapat menunggu untuk menikmati kelanjutan percintaan.
Ia memasrahkan dirinya kepadaku, terlihat ia tidak bisa berpikir dan hanya terus melayang jauh menikmati semuanya, sesaat ia berkata, "Mas Andi!" sambil bergeliat dan merasakan gairah serta rangsangan di seluruh tubuhnya. Aku masih bingung, lalu kedua tanganku menghampiri pantatnya, kudekap, kuremas, lalu kugesekan kembali milikku di belahannya sambil perlahan kugelitiki lubang anusnya dengan ujung jariku. Sedikit demi sedikit cairan dari daerah vagina Indi kualiri ke lubang anus Indi sehingga terasa licin dan jariku dapat masuk ke anusnya. Akhirnya jemariku dapat keluar masuk dengan mudah di anusnya yang licin, terlihat Indi menikmatinya dan desahan yang tegang ia keluarkan dengan suara yang menggairahkan. Perlahan penisku terhunus dan siap menembus bibir vaginanya yang lembut. "Ndi, masuk ya?" ucapku dengan bergetar. "Terserah Mas!" ucapnya tanpa bisa berpikir karena dikuasai nafsu dan rangsangan sehingga ia terbawa melayang dan pasrah menikmati kejadian ini.
Perlahan penisku yang terhunus mendekati bibir vagina Indi dan perlahan kurasakan lembut bibir vaginanya, perlahan ujung penisku mencoba masuk dan kurasakan agak tertahan, kulihat Indi mengemut bibir bawahnya dan dagunya terangkat tinggi sambil terlihat menahan nafas. Ah, kurasakan lembut di ujung penisku. Sesaat aku tersadar akan janjiku, namun birahi ini tak tertahan. Lalu, "Ndi, yang belakang boleh ya?" sahutku karena tak dapat menahan keinginan milikku yang ingin merasakan dagingnya. "Mas Andi!" dengan nada pasrah ia jawab keinginanku.
Lalu perlahan ia tengkurapkan tubuhnya dengan iringan tanganku, kulihat rambutnya terurai menutup wajahnya. Kutindih tubuhnya yang elok, kuciumi lehernya, pundaknya, kupingnya sambil tanganku meremas-remas dan memainkan buah dadanya yang terhimpit tubuhnya. Kemudian kududuk di bawah pantat Indi yang berbentuk gunung, lalu kubuka pantat Indi sehingga belahan yang menutup anus Indi terbuka dan anusnya agak terlihat lubangnya. Penisku yang terhunus perlahan mencoba masuk ke liang anus Indi, tetapi awalnya sulit masuk walaupun sudah licin, dengan sabar kucoba dan beberapa lama kemudian kurasakan anus yang agak rapat perlahan-lahan dapat terbuka seiring ukuran penisku. "Mas Andi, ahh!" sahut Indi seiring penisku yang masuk ke dalam anusnya. Akhirnya kurasakan tubuh Indi, perlahan kukeluar-masukkan penisku di anusnya.
Kurasakan empuknya pantat Indi, lembutnya tubuhnya, seluk beluk tubuhnya yang membuat birahiku tertuang, perlahan dan perlahan dan akhirnya penisku mudah keluar-masuk di anus Indi. Desahan demi desahan Indi keluarkan dan membuat nafsuku tertuang, akhirnya kusetubuhi tubuh Indi, kurasakan lembutnya kedua paha dalam belakang Indi di depan kedua pahaku. Bokongnya terangkat seolah meminta sentuhan dari penisku, tidak lama aku bermain di lubang belakang Indi sampai kurasakan semua tubuhku menegang dan kulepaskan air maniku di dalam tubuhnya. Indi menegang dan tubuhnya terdiam lemas sambil mengeluarkan rintih dan desahan karena merasakan air maniku yang menyembur di dalam tubuhnya.
Beberapa hari kemudian kami melakukan lagi, mungkin karena tempatnya yang tidak sesuai maka setiap masuk lubang belakang aku selalu menggunakan pengaman, meski begitu kami menikmatinya dan mungkin karena selaputnya terus kami pertahankan. Setelah beberapa wanita kutiduri akhirnya akumulai ketagihan dan banyak setiap wanita yang kukenal akhirnya akrab sampai ke ranjang dan setiap melakukan kuabadikan dengan handycam-ku, untungnya mereka semua tidak mengetahui hal ini. Kurasakan kelemahanku dan kurasakan perbedaan kenikmatan, kelembutan dan kepuasan yang kudapat dari masing-masing tubuh wanita. Untunglah setiap wanita yang kusentuh tidak ada yang hamil.
Bersambung . . . . .