Cinta kilat gay Jakarta - 3

Akhirnya dia tak mampu menahan nikmatnya. Oom Matu medesah dan meracau..

"Yaa.. Nak.. Puaskan dirimu. Oom akan kasih apapun yang kamu minta.. Ayolah nak.. Jilati tubuhku.. Biarkan aku merasakan nikmat lidah dan kecupan bibirmu..", dan aku semakin meliar.

Tanganku mulai menggaruk-garuk kecil pada pahanya. Kukuku akan merangsang gatal birahi Oom Matu. Aku ingin dia merasakan betapa nikmat lumatanku pada lututnya ini. Dari lutut kini aku naik ke pahanya. Aku juga memindahkan pelukanku pada paha Oom Matu. Aku mendapatkan sesansi besar dari pahanya. Aku begitu terpesona akan paha Oom yang keras dan gempal penuh otot ini. Sangat sensasional memeluki sambil melumat-lumat paha Oom Matu. Aku benar-benar mendapatkan jalan kepuasan syahwat dari paha Oom Matu. Demikian aku merambahkan lumatanku pada kedua tungkai pahanya.

Kini kembali aku memerlukan perubahan posisi. Aku mendesakkan bahuku ke paha-paha Oom Matu sehingga dia harus sedikit mengangkat pahanya. Dan aku mendapatkan keleluasaan untuk sepenuhnya menjilati kedua selangkangannya yang kehitaman itu. Dan gelora nafsuku telah menuntun keliaran syahwatku melumati kanan dan kiri selangkangan Oom Matu.

Dan ketika sekali lagi aku mendorongkan bahuku disertai sedikit sentuhan tanganku, Oom Matu melipatkan paha dan betisnya hingga nmenyentuh dadanya. Dan aku mendapatkan wilayah selangkangan dengan biji pelir yang menonjol dan lubang anal yang juga dipenuhi bulu-bulu.

Aku terjun melumati wilayah itu. Aku mendengus dan nafasku memburu saat me-nyungsep-kan mukaku ke sana. Aku menciumi dan menjilati apapun yang kutemukan di wilayah itu. Antara biji pelir dan lubang anal ada bukit kecil yang mengeras seiring dengan kontol yang ngaceng. Lidahku menyapu-nyapu bukit itu. Dan ketika akhirnya lidahku tanpa ragu memagut lubang analnya yang penuh bulu, tak ayal lagi mulut Oom Matu tak terkendali. Dalam racaunya dia keluarkan kata makian..

"Aahh.. Nakk.. Kamu memang anjing kelaparan. Kamu mau makan taiku yaa.. Hhehh.. Makan taiku nakk.. Makanlah.. Ayoo".

Aku sendiri tak menghiraukan. Kegilaan dia mengalir karena dia mendapatkan nikmat yang mungkin belum pernah dirasakannya. Akhirnya aku menurunkan kakinya. Aku kini akan memusatkan lumatanku pada kontolnya.

Kusaksikan di depanku kontol itu demikian tegang berkilatan. Lebih berkilat dari saat kulihat pertama di toilet Sarinah tadi. Tanganku menekan rebah batangan tegak itu dan aku mulai mengulum biji pelirnya. Mungkin karena tegang, biji pelir Oom Matu tampil seperti buah salak. Membulat dengan keriputan kulit bungkusnya. Aku mengulum biji itu hingga bungkusnya lumer dan menunjukkan bayangan kedua bijinya.

Selanjutnya aku merangsek lebih ke atas untuk leluasa melumat-lumati batang dan bonggol kepalanya. Aku kecupi akar saraf yang berlingkar –lingkar di seputar batang tegar itu. Dan aku jilati bonggol kepalanya hingga lubang kencingnya yang menganga. Lubang itu mengalirkan lendir bening dengan rasa asin. Kujilati lendir itu. Tiba-tiba Oom Matu berteriak histeris..

"Sudahh.. Anjingkuu.. Sudahh.. Kamu emut saja kontolku. Jangan sok alim kamuu.. Jangan sok sabarr.. Ayoo niihh.. Emut kontolku..", tangan kirinya menjambak rambutku dan tangan kanannya meraih batangan keras kontolnya untuk dijebloskan ke mulutku. Aku tak kuat melawannya. Dari tubuhnya mulai mengucur keringatnya dengan deras.

Aku mesti mencaplok kontol itu. Dan itu yang kulakukan. Dan dengan ketidak sabarannya pula dia menaik turunkan kepalaku agar memompa mulutku pada kontolnya. Aku gelagapan karena ukuran kontol itu tak bisa sepenuhnya memasuki rongga mulutku. Beberapa kali aku tersedak. Untung siku tanganku berhasil menahannya.

Namun ketika cara itu juga belum mencairkan histerisnya, Oom Matu menjepit kepalaku dan membalikkan posisinya hingga kini dialah yang menindihku. Diseretnya aku telentang ke ranjang dengan tanpa melepaskan kontolnya dari mulutku, kemudian dia memompakan kontolnya ngentot mulutku. Aku benar-benar gelagapan. Sulit untuk menahan kekutan Oom Matu. Aku benar-benar tersedak. Kontol gede panjang itu menohok gerbang tenggorokanku. Tanganku menggapai-gapai. Dengan sekuat tenagaku aku menempatkan siku tanganku pada bokongnya sehingga akhirnya bisa terbebas dari tekanannya. Dan Oom Matu bisa terus memompa tanpa membuat aku gelagapan. Tak bisa kuhindari, keringatkupun mengucur deras.

Aku rasa Oom Matu telah mendekati puncak birahinya. Dia harus melepaskan kandungan spermanya agar histerisnya menurun dan terkendali. Aku mengerang dan mencoba mengulum dan melumat kontolnya lebih cepat. Aku tahu spermanya tak jauh lagi. Dengan erangan dan kuluman yang cepat dia nggak akan mampu menahan lebih lama. Dan benar..

Kini tangannya menekan kepalaku sambil mencabik rambutku. Sungguh pedih tekanan tangan itu pada kulit kepalaku. Namun itu tak begitu lama. Bersamaan dengan itu Oom Matu melolong seperti serigala saat menikmati mangsanya. Spermanya muncrat-muncrat tumpah dalam mulutku.

Aku merasakan betapa puncratan panas menembaki langit-langit mulutku dan gerbang tenggorokanku. Entah berapa banyak. Oom Matu langsung memberikan kesempatan pada mulutku untuk mengunyah cairannya dan menelan membasahi kerongkonganku. Dia rebah ke ranjang. Keringatku dan keringatnya menyatu membasahi ranjang.

Pertarungan syahwat sesama lelaki ini telah membuat berantakan ranjang Oom Matu. Seprei dan bantalnya terlempar ke lantai. Kami perlu istirahat sambil menarik nafas panjang. Pertarungan berlangsung hingga sore hari. Oom Matu memuntahkan spermanya 2 kali ke mulutku dan yang terakhir ke lubang analku. Dia berhasil membuat aku menumpahkan spermanya 3 kali ke mulutnya. Yang terakhir membuat saluran di kontolku serasa pedih. Aku pulang sekitar jam 5 sore.

Sejak itu aku tak pernah ketemu dia lagi. Kerinduanku meneguk ulang nikmat tak kesampaian. Dia pindah kerja dan juga pindah pondokan. Aku penasaran karena tak bisa menemukannya.


Panti Pijat Pria

Syahwatku gelisah. Sudah 2 minggu ini aku nggak ngemut kontol dan minum sperma. Dalam keadaan begini rasanya aku tak perlu memilih-milih lelaki macam mana yang mau kusedoti kontolnya. Biarlah pejuhnya muncrat ke mulutku yang selalu siap melahapnya.

Akhirnya aku punya solusi. Aku pergi ke alamat sebuah panti pijat yang kubaca dari koran Pos Kota. Menurut iklannya Panti Pijat Putra Nusantara atau PPN, menyediakan banyak pemijat pria dari berbagai penjuru tanah air. Mereka tampan, macho dan bersedia melayani P&W, atau Pria dan Wanita. Aku panggil taksi untuk mengantarkan ke alamat itu di bilangan Tanah Abang II, Jakarta Pusat.

Penerima tamu membukakan pintu saat aku memasuki ppn. Aku memasuki ruangan dengan dekorasi yang artistik yang cukup luas. Rupanya ini semacam ruang tunggu sekaligus sebagai tempat minum komersiil. Dalam gaya pelayanan layaknya hotel aku diantar ke resepsionis. Kepadaku disodorkan 2 buah album photo.

"Silahkan Oom, pilih yang Oom suka".

Mataku nanar menerima album itu. Aku bergegas membuka-buka halamannya. Wooww.. Hebat sekali. Aku menemui berbagai gambar pria muda yang sedang bergaya. Ada yang berkumis, ada yang menunjukkan gempal otot dadanya. Ada yang membuka lengannya ke atas untuk memamerkan ketiaknya yang berbulu. Aku jadi bingung dan sekaligus senang karena yakin hasrat libidoku akan terpenuhi di PPN ini.

"Kalau ada yang cocok, Oom tinggal pesan kamar. Mau yang VIP atau standar? Semua pakai AC. Atau kalau Oom bawa partner sendiri Oom boleh sewa kamar saja. Rp. 35.000 per jam untuk yang standart".

Wah, wah, wah.. Resepsionisnya ini rupanya salesman yang baik. Sambil menunggu soft drink pesananku, aku menikmati photo-photo yang terpampang pada kedua album itu. Aku harus memilih. Tiba-tiba seseorang menegurku..

"Boleh pinjam albumnya Mas", sapa seorang lelaki sebaya padaku.

Tangannya terulur untuk menerima salah satu album dari tanganku. Namun tak terelakkan kami bertatap pandangan. Lelaki itu nampak sangat macho. Dia melepaskan senyumannya yang langsung kubalas dengan senyumanku pula. Seketika itu pula seluruh ingatanku pada photo-photo pria pemijat dari kedua album itu langsung terhapus.

Lelaki yang mengambil album photo ini telah merampas perhatianku. Mungkinkah aku mengajaknya berkencan? Maukah dia juga melepaskan photo-photo itu dan menggantikannya kencan dengan aku? Aku tak melepaskan pandanganku padanya. Dalam pandanganku pria ini sangat manis dan tampan.

Postur tubuhnya bisa-biasa saja. Mungkin setinggi 165 cm, jauh di bawah saya yang 175 cm. Kulitnya bersih dan nampak mulus, mungkin umurnya sekitar 35 atau 40 tahunan. Sementara aku sudah lebih dari 50 tahun. Namun aku memandangnya dia sebagai lelaki yang memiliki pancaran seksual yang besar. Rasanya akan asyik untuk menggeluti tubuhnya. Menciumi bagian-bagian sensitifnya. Mendengarkan rintihan nikmatnya, menahan gelinjang dan geliat syahwatnya.

Aku sungguh-sunguh menunjukkan ketertarikanku padanya. Dan tampaknya dia tahu. Dia mengangkat alis matanya sebagai sinyal bahwa tahu aku tertarik padanya. Dan perhatiannya pada album itu tal lagi nampak antusias. Kuberanikan membuka omongan..

"Mas, bagaimana kalau kita minum bersama. Kita bisa duduk di meka sana sambil pesan minuman", aku menunjuk pada sebuah meja kosong di pojok ruangan itu. Dalam saling memandang penuh arti kami saling berkenalan diri.

Namanya Sofyan, karyawan swasta. Dia suka mampir tempat ini sepulang kantornya, sambil menunggu jalanan bebas macet, alasannya. Informasinya itu membuat aku lebih berani..

"Bagaimana kalau kita sewa saja kamar. Kita ngobrol di dalam. Minumannya biar diantar ke kamar saja?", ajakanku lugas. Eehh.. Ternyata itu juga yang dia hendak omongkan padaku. Kami saling menepuk tangan untuk 'tos' atas kesepakatan ini.

Kepada pelayan aku minta mengatur keinginan kami. Kami menunggu pelayan mempersiapkan segalanya sambil saling merengkuh tangan di bawah meja. Hasrat syahwatku mulai merambat dengan cepat dan membuat aku gemetar akan apa yang sebentar lagi bisa kunikmati sepuas birahiku. Kuperhatikan Sofyan yang juga setiap kali memandang aku. Akhirnya kami sama-sama hanyut dalam ancang-ancang kencan sesama pria yang sangat menggairahkan.

Tak ada lagi basa-basi. Tak ada lagi foreplay. Begitu memasuki kamar sempit panti pijat ini kami langsung saling berpagut, bertukar lidah dan ludah sambil saling melepasi busana kami. Kami melemparkan pakaian-pakaian kami ke lantai dan bertelanjang kecuali pakaian dalam kami.

Kami juga saling merabai tubuh-tubuh kami dan merogohkan tangan ke celana dalam kami untuk saling menjemput dan meremasi kontol-kontol kami. Ruangan sempit PPN ini menjadi gaduh oleh desah dan rintih nikmat yang melanda sanubari kami. Kontol Sofyan juga tidak luar biasa. Namun aku sangat terangsang karena bersihnya. Aku perhatikan batangnya tidak lebih dari 15 cm saat yang tegang dan kaku. Tanganku meremasinya dengan jari-jariku yang menggelitik lubang kencingnya.

Sebaliknya dia begitu terpesona dengan kontolku. Dia bilang, sebagaimana orang lain juga bilang, kontolku yang gede panjang sangat merangsang gairahnya. Tangannya nampak geregetan meremas-remas dan sesekali mengocoknya. Jari-jarinya mengelusi otot-ototnya yang melingkar-lingkar pada batangnya. Kemudian dengan tidak sabarnya dia berjongkok di depanku.

Tangannya menggenggam mantap kontolku sambil mulutnya menganga menjemput bonggolnya. Aku melihati bagaimana lidahnya dengan rakus menyapu-nyapu topi helm kontolku. Dia mainkan lidahnya di pinggiran topinya, kemudian berputar hingga ujung lidahnya menusuk-nusuk lubang kencingku.

Jangan tanya nikmatnya. Aku merem melek merasakan serangan lidah Sofyan ini. Aku raih dan remasi kepalanya. Terkadang aku menahan untuk mendesakkan kontolku ke mulutnya.

Bersambung...