Cinta selamanya - 1

Kari waktu itu masih berusia 9 tahun ketika istriku meninggal akibat kecelakaan mobil. Dia begitu kehilangan waktu itu, tugaskulah menghiburnya dengan baik. Segala sesuatu yang dilakukan mama Kari sebagai ibu harus saya lakukan, saya menjadi ibu sekaligus bapak bagi Kari. Kesepian selalu melanda diriku, kadang aku berpikir untuk menikah dan mengakhiri kesepian ini, hal ini selalu terpikir ketika aku mau tidur.

Saya sangat sulit sekali untuk tidur, kadang saya habiskan malam mengerjakan pe-kerjaan kantor, yang menaikkan karir saya tetapi saya tetap sendirian. Masturbasi merupakan kegiatan seksual yang nyata bagiku. Aku tak punya waktu untuk kencan, dan lokalisasi bukanlah pilihanku untuk ini karena lebih banyak waktuku bersama Kari. Malam hari setelah dia pergi tidur, aku memutar video X dan masturbasi sendiri. Aku selalu bisa tidur beberapa jam setelah melepaskan hasrat biologis tersebut, dan ini jadi kebiasaan.

Kejadian ini berlangsung kira-kira lebih setahun sejak kematian istriku karena kecelakaan. Waktu itu kira-kira jam 2 dan aku dalam keadaan bugil di kursi menonton adegan video seks di TV. Kesalahan fatalku adalah melakukan masturbasi saat itu Si pirang dalam film sedang mengisap penis si lelaki dan aku bayangkan betapa nikmatnya. Si lelaki membaringkan cewek tersebut dan menindihnya, dengan pelan menjilat selangkangannya sampai ke celah indahnya hingga mengeluarkan cairan. Ah, ingin rasanya aku menikmatinya! Si wanita berguling dan mengarahkan lubangnya ke wajah lelaki, dan lelaki tersebut mulai mengisapnya lagi. Aku merasa hampir mau ejakulasi. Ah.. Ah.. Ah.. Mau muncrat..

Tiba-tiba terdengar...

"Papa! Papa?" Ya Ampun, itu suara anakku 10 thn, Kari! Waktu terasa berjalan lambat, aku terkejut bukan kepalang dan tak sanggup bergerak.
"Papa.. Apa yang Papa lakukan?"

Aku tak kuasa berhenti. Terlambat untuk itu. Burungku meledak dan menumpahkan cairan pada paha dan perutku, muncrat banyak sekali, kemudian menetes ke tanganku, di mana anakku melihat tidak sampai enam kaki jaraknya.

"Papa, apa Papa baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Wajahku bersemu merah saat kejang terakhir melanda dan sperma meleleh di ujung penisku. Aku ambil handuk dan coba menutupi diriku. Rasa malu menyelimuti diri ku atas apa yang terjadi.
"Tak ada apa-apa Kari, kamu takut sesuatu terjadi padaku?" Alasan lemah tetapi aku tak mampu berpikir saat itu. Akhirnya muncul pertanyaan yang kutakuti. Hanya seorang wanita dewasa yang pantas bertanya tentang itu, tapi ini, anak yang tak tahu apa-apa.
"Kenapa Papa telanjang? Apa yang Papa lakukan? Sedang apa mereka di TV?"

Astaga, TV! Lelaki itu menggosok-gosokkan penisnya pada memek si wanita dan siap untuk menyetubuhinya. Aku merebut remote untuk mematikannya tapi aku terlambat ka-rena si lelaki sudah membenamkan burungnya, langsung kumatikan TV. Saya menoleh ke arah anak manisku.

"Papa telanjang karena baru siap mandi dan Papa kira tak ada orang melihat".
"Untuk apa sayang keluar dari kamar?" aku mencoba mengalihkan percakapannya. Aku merasa serba salah, duduk telanjang di kursi dengan handuk dan sisa sperma di perut, dada dan tangan.
"Kari haus mau minum. Sedang apa Papa?"
"Tidak apa-apa, pergilah tidur kembali.."
"Oke, tapi Kari masih haus.."
"Sebentar, Papa ambil air, tapi pergilah tidur."

Dia meninggalkan kamar dan aku merasa lega sedikit. Alangkah malunya! Ejakulasi di depan anak gadisku! Astaga, sekarang pasti akan terjadi trauma pada anakku tentang itu. Pasti akan diceritakannya kepada teman-temannya tentang aku.

"Aku yang telanjang di depan video jorok dan ejakulasi di situ".

Aku selesai membersihkan sisa-sisa sperma dan memakai celana dalam dan jubah mandi. Kuambilkan Kari segelas air dan pergi ke kamarnya, dengan ragu kuketuk pintu dan pasti akan ditanya lagi. Dengan meyakinkan diri aku masuk membawa segelas air dan duduk di bibir ranjangnya.

"Papa, tadi itu Papa ngapain? Apa itu, Pa? Kenapa badan Papa gemetar?"
"Oke, tidak ada apa-apa, itu karena aku rindu sekali Mamamu, juga seperti kamu tapi caranya lain. Kami melakukannya seperti kau lihat pada TV dan Papa me-ngingatnya. Itu namanya bercinta, dan Papa sangat mencintai mamamu dan ber-cinta dengannya. Papa rindu sekali.."
"Oh," katanya.
"Tapi apa yg terjadi pada Papa, cairan apa itu?"
"Itu namanya seorang pria bermain cinta dengan wanita, itu saja. Sebagai bukti seorang lelaki mencintai wanita." Aduh, Aku masih membela diri dan tak tahu mau berkata apa. Aku tak ingin membahas itu lagi.
"Oh," katanya lagi.
"Tapi kenapa Papa berputar seperti itu.. Apakah sakit?"
"Tidak, sayang. Itu hanya bagian dari bercinta. Papa berpura-pura main cinta dengan Mamamu, itu saja, dan kamu sepertinya takut waktu kamu masuk.."
"Maaf, Pa. Kari tak bermaksud begitu. Aku ingin Papa melakukannya secara nyata.."
"Oke. Kamu tidur sekarang. Jangan kawatirkan Papa, Papa baik-baik aja kok.."
"Malam Papa."

Aku bangun pagi esoknya dan membuat sarapan ketika Kari masuk ke dapur. Aku mengira akan ada 20 pertanyaan lagi tapi dia hanya diam saja.

Ketika sedang makan aku bertanya, "Mau Papa antar ke sekolah, atau kau pergi dengan Trisha?"

Trisha tinggal beberapa blok dari rumah dan dia teman Kari. Aku berharap dia pergi dengan Trisha shg aku tidak terlambat.

"Aku pergi dengannya, Pa. Trisha mau cerita rahasia dengan aku.."
"Baiklah, nanti pulangnya biar Papa jemput dan membahas kemana kita habiskan akhir pekan ini!"
"Oke, Papa. Bye."

Kari menyandang tas punggungnya dan langsung pergi dengan Trisha. Kari sedang menunggu di sekolah ketika aku menjemputnya, dan Trisha juga menunggu bersamanya.

"Pa, bolehkah Trisha ikut kita bersama pulang?"
"Tentu! Ayo Trisha, masuk. Papa kamu tidak menjemputmu hari ini?"
"Tidak Pak. Dia suruh saya sendiri pulang karena dia takut terlambat.."
"Baiklah, nanti kami antar."

Mereka mengobrol sampai aku antar Trisha ke rumahnya.

Ketika aku menyetir Kari mulai bertanya," Pa, seringkah Papa pura-pura main cinta?" Oh, Astaga mulai lagi, pikirku.
"Baik sayang, itu semacam hal pribadi, tapi Papa sering lakukan. Kenapa kamu tanya? Apa kamu takut? Papa tak izinkan kamu melihatnya.."
"Tidak Pa. Pertamanya aku takut, kusangka ada sesuatu yang salah sampai Papa bilang itu pura-pura.."
"Baik, itu tak boleh dilakukan di depan umum. Itu sangat pribadi dan alamiah.."
"Apa Papa sungguh menyayangi Kari?"
"Tentu saja sayang! Kok tanya begitu?"
"Ya, Kari cuma berpikir. Karena Papa cinta Mama, dan Papa rindu bercinta dengannya, jadi jika Papa cinta Kari, kenapa Papa tak mau lakukan sama Kari?".

Kerongkonganku rasanya tercekat, kepalaku pusing! Tahukah dia apa yang dikatakannya!? Dia minta aku menyetubuhinya, tapi dia tak tahu tentang seks. Anak gadisku ini sangat mencintaiku dan dia mau melakukannya karena ingin membuatku bahagia.

"Sayangku, itu tak boleh. Itu hanya boleh dilakukan Papa dan Mama." Aku berdalih lagi.
"Tapi kenapa, Pa? Tidak adil! Mama tak ada lagi, dan kami saling mencintai. Papa juga bilang begitu.."
"Papa tahu Kari, tapi itu tidak boleh.."
"Itu karena aku masih kecil, kan? Papa kira aku tak bisa melakukannya. Aku akan lakukan apapun untuk Papa.. Apapun yang Papa minta.."
"Tidak sayang, Kau juga bisa." Mampus, itu bukan jawaban yang kuinginkan.
"Apakah karena aku tak secantik Mama?"
"Tidak, kamu sungguh cantik!" Ini bukan kerjaan.. Aku harus berbohong.
"Lalu, kenapa tidak?"
"Karena menyalahi aturan hukum!"
"Oh," katanya saat aku masuk ke garasi.

Aku tak percaya akan percakapan kami saat itu! Kari keluar dari mobil dan berjalan ke pintu dengan lesu. Benarkah dia mengerti dengan apa yang diucapkannya? Aku tak tahu harus ber-buat apa.

"Pergi sana bersih-bersih dan nanti makan malam kita sama-sama," kataku saat dia dekat pintu.

Dia diam, langsung menutup pintu. Apakah dia masih memikir-kan tentang senggama itu? Hatiku bergalau. Muncul pikiran anehku, bahwa anakku ingin melakukan seks dengan ku, sangat ingin sekali. Sebaliknya aku sangat ragu mempertimbangkannya. Aku telah melihat video dan membaca buku tentang inses, dan onani membayangkan tentang itu.

Tapi kenyataannya itu bertentangan dengan batinku..! Ah, sekurangnya dia bisa memberiku blowjob dan aku bisa mengajarnya tentang seks. Aku menggeleng.. Dia baru 10 tahun, kataku dalam hati. Dia tak tahu apa yang dimintanya. Sementara punyaku yang 9 inci pasti akan menyakitinya, jika kupaksakan menyetubuhinya. Tapi, pasti nikmat merasakan tubuh hangatnya. Aku menggeleng lagi. Hentikanlah pikiran ngawurmu, kata hatiku, aku kembali sadar.

Aku masuk dan langsung ke dapur untuk makan malam. Kari datang membantu tapi tak banyak berkata. Kami makan dalam kesunyian. Dia pergi ke kamarnya setelah mandi, dan aku pergi pula ke kamarku. Aku berbaring dan mulai berpikir. Aku membayangkan ukuran 4'8, 88-lb. Yang telanjang, payudara kecilnya dengan putingnya yang menyembul. Seluruh celah memeknya yang tanpa bulu, dan bentuk lubang kecil pantatnya. Bibirnya yang mungil, dan lidahnya yang runcing saat mengisap burungku. Aku kagum alangkah nikmatnya rasa penisku! Ya Tuhan, apa yang kupikirkan? Aku tegang memikirkannya, membayangkan bagaimana rasanya bercinta dengan seorang gadis kecil. Bukan cuma gadis kecil, tapi malah anak sendiri. Tanpa sadar, aku mengeluarkan penisku dan onani membayangkan tubuh kecilnya mendekap erat tubuhku.

Tiba-tiba kudengar ketukan di pintu.

"Papa?" Astaga! Benar yang kuduga!? Aku kembali memasukkan kontolku ke celanaku.
"Ya, Kari.."
"Papa, apa Papa masih berpura-pura lagi?"
"Ya," kataku sambil memasang celanaku. Ampun! Apa yang kukatakan! Dengan kontol tegang di celana, Aku membuka pintu.
"Mau apa Kari?"
"Aku berpikir, jika melanggar aturan, tapi tak ada yang tahu Pa. Tapi Papa masih berpura-pura lagi."

Saat itu aku mengambil keputusan yang mengubah jalan hidupku. Dengan memandang anak gadisku yang cantik aku menyentuh pipinya yang lembut dan berkata..

"Papa tak akan berpura-pura lagi. Papa sangat mencintaimu, dan akan bermain cinta denganmu lebih dari segalanya. Dan tak seorangpun tahu. Janjilah dan percayalah Papa sayang.., oke?" Dia tersenyum manis.
"Oke, Papa! Apa yang harus kulakukan sekarang?"

Dia begitu berminat sekali tampaknya. Tak ada cerita harus mundur. Penisku begitu keras saat ini. Anak gadisku mau melakukan seks denganku saat ini dan mau melakukan apapun yang kuminta.

"Ada banyak hal yang harus kau tahu dahulu. Kamu harus tanggalkan pakaianmu, dan Papa akan membuka pakaian Papa, Ya?"
"Oke." Dia mulai membuka pakaiannya satu persatu tanpa ragu. Aku pun begitu, dan ketika sampai pada kolorku maka kontolku mencuat keluar. Kucoba memandang Kari. Dia sungguh telanjang dan persis seperti yang aku bayangkan! Dia melihat burungku dan berkata pelan.
"Wow.. Besarnya!" dengan sedikit keheranan di wajahnya.

Bersambung...