Emma ohhhh Emma - 2

Kuelus terus batangannya, Emma semakin lupa daratan, erangannya semakin menjadi-jadi.
"Auw Mas.., aduh enak Mas..! Uh..!" desahnya sambil matanya terpejam dan kocokannya di penisku semakin keras.
Aku semakin nekat, kumasukkan tanganku ke dalam CD-nya. Ah.., terpegang olehku stick milik Emma yang kuperkirakan lebih kecil dari punyaku.
"Auw.. Mas gila. Mas.., aduh enak Mas..!" ia berbisik untuk melanjutkannya di kamar, aku menurut saja dan mengikutinya.

Ternyata kamarnya di sebelah kamar mandi tersebut, kamarnya berukuran 4x4 m dengan lampu tidur remang-remang dan satu tempat tidur double berukuran 2x2 m dilapisi sprei warna biru muda dari bahan satin.

Emma melepas dasternya, lalu kemudian menghampiriku dan melepas bajuku yang masih tersisa. Kami sama-sama sudah bugil, kuperhatikan dalam keremangan itu ada rasanya aku ingin tertawa juga waktu melihat tubuh Emma yang memang seksi itu, tapi lucunya kami sama-sama punya rudal, yang beda payudaraku tidak membumbung, kulitku tidak sehalus kulitnya. Aku berpikir kenapa aku tidak merasa jijik, kenapa aku tetap terangsang. Aku tidak habis pikir dengan nafsuku ini yang dapat menerima orang yang sama dengan jenisku, apa aku gay..? Tapi aku tidak perduli lagi, karena Emma sudah melumat putingku dan menjilatinya bergantian kiri dan kanan.

Kemudian disuruhnya aku telentang di tempat tidurnya, lalu ia mulai menjilati ibu jari kakiku dilanjutkan ke jari kaki yang lainnya, terus naik ke dengkul sambil lidahnya terus menempel di kulitku layaknya orang sedang mengecat dengan kuas, tapi kali ini kuasnya menggunakan lidah. Geli sekali rasanya, ada rasa sesuatu benar-benar sensasional yang susah dilukiskan oleh seribu kata. Aku hanya dapat ber ah..uh ria saja.

Setelah itu disuruhnya aku telungkup dan kembali aku dikuasnya, hanya kali ini bagian belakang dari tumit hingga bokong yang kiri dilanjutkan dengan yang kanan. Lalu ia naik ke pinggang, punggung lalu ke leher, turun lagi ke bokong. Disuruhnya aku menungging, lalu dijilatnya liang duburku, auwhh..! Hilang rasanya semua panca inderaku, semua berkumpul di liang anusku ini. Dimain-mainkannya lidahnya di sekitar anusku, lalu tangannya membuka bibir anus dan lidahnya masuk ke dalamnya. Aku tidak dapat lagi menceritakan suara apa yang kukeluarkan saat itu.

"Ma.. emm.. aduh Ma.., aku ngga kuat, aduh..!" desahku, tapi ia terus saja melumatnya.
Beberapa saat kemudian dibalikkannya tubuhku dalam posisi semula, telentang. Dilumatnya lagi tubuhku, diawali dari jari-jari tangan lanjut ke ketiak, kembali ke putingku lalu turun ke pusar. Diputar-putar lidahnya di sana dan kemudian sampailah ke inti energi, yaitu penisku.
"Agh..!" aku sedikit menjerit ketika dilumatnya dulu batangan berikut buahnya dan dilanjutkan mengulumnya.

"Agh.. Ma.. Sebentar Ma..!" kutarik ia lebih merapat sehingga rudalnya tepat di mulutku.
"Aduh.. duh.. Mas.. duh. Isep Sayang.., aduh terus Sayang..!" ia mengerang, tentu saja karena kenikmatan.
Jadilah kami menggunakan posisi 69, saling menghisap, saling melumat, tidak ada rasa jijik sedikit pun yang kualami. Emma semakin buas dan dengan lahapnya melumat penisku, begitu juga aku giat memaju-mundurkan kemaluannya di dalam mulutku.

Kira-kira setengah jam kami saling melumat, saling menghisap dan saling menjilat. Akhirnya ia memintaku untuk memasukkannya ke dalam lubang anusnya. Dibasahinya kepala rudalku dengan ludahnya, lalu ia telentang sambil mengangkat kakinya tinggi-tinggi. Dibimbingnya kemaluanku untuk memasuki liang kenikmatannya.
"Pelan-pelan ya Mas..!" ia meminta.

Kudorong rudalku pelan-pelan, akhirnya dengan susah payah masuklah ke dalam goanya.

Untuk sekedar informasi, ternyata lubang dubur memiliki keistimewaan yang tidak dimiliki vagina, karena ia lebih sempit dan ototnya lebih terasa, mungkin ada ulir di dalamnya seperti laras senapan, jadi penisku tidak hanya maju mundur tapi juga sedikit berputar, bahkan serasa ada yang memijit, pokoknya uenak tenan.

Kumaju-mundurkan rudalku dengan irama yang perlahan. Mula-mula aku merasa kagok juga, terutama oleh penisnya yang mengeras yang sedikit agak mengganjal di perutku, tapi lama kelamaan terbiasa. Emma meliukkan tubuhnya dan mengangkat kepalanya sehingga bibirnya dapat mencapai puting susuku. Kembali dihisapnya tombol kenikmatan itu, sementara tangannya mencari-cari yang akhirnya singgah di lubang anusku dan dimasukkannya jarinya ke dalam lubang tersebut.

Kembali aku merasakan sensasi yang luar biasa. Untuk sekedar meresponnya, satu tanganku kugenggamkan pada penisnya sambil kukocok pula. Emma melepaska mulutnya dari puncak dadaku dan kulihat mata Emma mendelik-delik, mulutnya monyong-monyong, kadang digigitnya bibir bawahnya, kemudian ia kembali menyedot putingku dan disedotnya semakin kuat.

"Mas.., ah.. auw.. enak Sayang.. augh.. yang dalam Sayang..! Aduh.., aku mau bucat Mas, akh.. akh.. aku.. akh.. prt.., crt.., crett..!"
Rupanya Emma sudah mencapai puncak orgasmenya, air maninya membasahi perut dan tanganku, tapi tetap kuloco rudalnya. Sementara liang anusnya terasa semakin mimilin pada saat ia orgasme, hingga akhirnya aku pun merasa akan mencapai titik kulminasi hubungan seks. Batangku terasa berdenyut, dengkulku bergetar.

"Ma.., aku keluar..! Aku.. augh.. aduhh.. uhh.. ah..!" desahku ketika hampir mengalami puncakku.
Emma semakin buas menghisap dan menggigit putingku, sementara anusku pun dikocoknya pula. Aku serasa berputar tersedot semua melalui kepala penisku. Pecah sudah air maniku di dalam liang duburnya, tapi tetap kubenamkan sementara ia masih menjilati putingku. Kami terjerembab di kasur tanpa sempat mencucinya. Aku tertidur merangkul Emma yang juga kelelahan. Entah berapa lama aku tertidur.

Tiba tiba di antara sadar dan tidak, aku merasa ada sesuatu yang hangat-hangat basah di tubuhku. Aku semapat bingun dimana asal rasa itu, ternyata di lubang anusku karena tidurku menyamping dan dengan ekor mataku aku melihat Emma sedang menjilati lubang itu.
"Ma.., buset.., lagi apa kamu..?" kataku.
"Sebentar Sayang ya..!" katanya tanpa menghentikan aksinya.
Lama-lama aku terangsang juga, aku merasa si bungsuku sudah terbangun lagi. Kunikmati saja pekerjaannya. Tiba-tiba ia sudah tidur di sampingku, dan posisi kami saat itu seperti sendok baris, ia mencoba memasukkan rudalnya ke dalam lubangku.

"Ma.. eh.. eh.. jangan Ma..!" pintaku.
"Ngga apa-apa kok Sayang, ngga sakit kok, coba dulu deh..!" katanya.
Aku diam saja, benar saja ada yang menyodok ke dalam anusku, rasanya aneh, sedikit sakit tapi aku ingin tahu juga rasanya, kudiamkan saja. Sampai akhirnya habis semua tenggelam rudal milik Emma ke dalam anusku. Perlahan dimaju-mundurkannya pantatnya yang membuat penisnya pun maju mundur dalam lubangku.

Lama-lama kurasakan lumayan juga rasanya, aneh-aneh enak, gimana gitu. Lidahnya menjilati punggungku, sementara tangan kanannya mengocok si otong milikku dan tangan kirinya memilin-milin puting susuku. Wah.., oke juga nih aku tidak banyak bekerja karena memang posisiku tidak memungkinkan.

"Sh.. shh.. augh.. sh..!" Ema mendesis seperti kepedasan dan sambil terus menjilati punggungku dan tangannya tetap beraksi.
"Cplok.. cplok.." bunyi yang dihasilkan oleh pertemuan biji kemaluannya dan pantatku.
"Ough.. Mas. Mas.., Emma mau keluar lagi, uh.. uh.. ah.. adduhh.. aduh.. uh.. ugh.. auwww..!"
Ada cairan hangat di dalam liang duburku, aku tidak mengerti harus bagaimana, tapi aku pun menikmatinya. Ia diam beberapa saat, disuruhnya aku telentang, kemudian dimasukkannya penisku ke dalam duburnya.

"Alamak..! Ast.. uwsh..!" desahku.
Masuk sudah penisku. Kembali ia menggoyang pinggulnya dengan sedikit histeris, diputar-putarnya putingku sambil tangan satunya mengocok rudalnya sendiri. Matanya terpejam, tiba-tiba kepalanya menengadah ke langit-langit.
Dan, "Ah.. ah.. ah.. mmhh..!" air maninya memancur sampai ke wajahku.
Wah.., Emma sudah dua kali, aku belum, gimana nih..? Emma menungging sambil tetap tidak menghentikan goyangan pinggulnya dan bibirnya dihisapkan pada putingku. Aku bergetar, kurasakan kalau aku akan keluar juga. Benar saja, tidak lama kemudian aku keluar juga. Kurasa banyak sekali air mani yang kukeluarkan di dalam liang anus Emma.

Aku terbangun, kepalaku pening, mataku berat. Eit.., aku teringat aku punya janji pagi ini. Wah.., ini sudah jam berapa, aku kaget bukan main, ternyata sudah jam sepuluh pagi. Wah.., cilaka ini, mana janjinya sama dosen lagi, terus aku mau alasan apa..? Ku cari-cari Emma sudah tidak ada di tempat tidur. Waduh..! Makin pening kepalaku.

"Eh.., udah bangun si Sayang. Gimana, lemes ya..? Aku juga lemees banget..!" kata Emma tiba-tiba.
Emma datang sambil membawa sepiring nasi goreng dan segelas kopi. Lalu kuhirup kopi panas, terasa darahku mengalir lagi. Semua terlihat jelas dan aku sudah tidak ambil pusing lagi tentang janji, habis mau gimana lagi toh sudah terlambat.

Akhirnya aku sarapan terus mandi dan bersantai-santai sambil nonton TV. Aku agak malas pulang, dan ternyata Emma pun tidak membuka salonnya. Akhirnya kami melakukan lanjutan pertandingan kami semalam sampai sorenya aku pamit pulang sambil kurasakan dengkulku mau copot. Entah sudah berapakali kukeluarkan air maniku.

Jadi begitulah kira-kira pengalamanku limabelas tahun yang lalu, yang menghasilkan perilaku seksualku menjadi sedikit agak menyimpang. Sekarang aku sudah menikah dan dikaruniai dua orang putra. Hidup kami sekeluarga cukup bahagia. Dalam urusan seks pun aku tidak merasa punya masalah, biasa-biasa saja.

Tapi yang uniknya aku punya mistress seorang waria yang kutemui di sebuah salon pada saat aku cukur. Kami pun secara rutin berhubungan. Secara tidak langsung kami menjadi pasangan dalam kebutuhan seks. Sementara dengan istri tetap berjalan seperti biasa, dua kali dalam satu minggu, kadang bisa tiga atau empat kali. Tapi ya begitulah.., karena Emma aku jadi tahu sesuatu yang sebelumnya aku sendiri merasa jijik. Aku sama sekali bukan gay, karena aku sama sekali tidak tertarik dengan lelaki seperti apapun dia. Aku hanya tertarik dengan transgender/transexual yang tentunya yang manis dan mulus seperti halnya wanita.

TAMAT