Lily Panther 10 Mutiara Hitam

Pengantar: Bagi pembaca yang telah mengikuti ceritaku, lupakan synopsis ini dan langsung ke cerita, tapi bagi yang baru "menemukan" cerita ini diharap mengikutinya sejak awal seri Lily Panther.

Serial ini menceritakan pengalamanku sejak awal mula menjadi seorang pekerja sex (baca: "Kisah seorang Call Girl") hingga menjadi seorang call girl yang freelance, termasuk petualangan dengan berbagai macam dan tipe orang, bermacam permainan dan bermacam macam lainnya.

*****

Kupacu Pantherku menuju Hotel Westin (sekarang JW Marriot) di kawasan Basuki Rachmat, setelah parkir aku langsung menuju ke kamar yang dimaksud oleh GM yang meng-order-ku. Malam itu sebenarnya aku agak segan untuk terima tamu, tapi si GM berhasil mengiming-imingiku dengan imbalan yang jauh diatas biasanya, tentu ini membuatku untuk berpikir lagi sebelum akhirnya kuputuskan menerima bookingan itu. Tamuku kali ini seorang pejabat tinggi dari Indonesia Timur, sebut saja namanya Thomas (samaran), aku tahu dia karena sering muncul di media massa, inilah salah satu yang membuatku agak segan menerimanya, bukannya diskriminatif tapi dengan penampilannya yang hitam legam tentu membuatku kurang begitu menikmati permainan, apalagi aku belum pernah melayani orang tipikal macam dia dan sepertinya tidak tertarik untuk mencobanya, tapi kembali lagi aku harus tunduk pada kekuasaan uang.

Dari balik pintu kamar suite muncullah wajah yang sudah cukup kukenal meskipun dia tidak sehitam yang aku bayangkan tapi tetap saja menimbulkan perasaan seram dari penampilannya.
"Malam Pak", tanyaku ragu.
"Lily ya? Masuk, masuk, santai saja", dia mempersilakanku dengan sopan.

Kamar suite itu terlihat luas dan lapang, sofa set untuk tamu dilengkapi dengan meja kerja terpisah dan meja makan yang menghadap ke jendela, ranjang yang besar masih terlihat rapi, sepertinya beliau baru datang, terlihat dari barang bawaannya yang masih rapi belum semuanya dibongkar.
"Makan dulu ya, saya tadi udah pesan kok", sungguh sopan bertolak belakang dengan wajah angkernya.
"Sambil nunggu makan, saya mandi dulu ya, capek baru datang, nanti kalau Room Servicenya datang terima saja", lanjutnya lalu masuk ke kamar mandi.
Tidak seperti biasanya kutawarkan diri untuk mandi bersama, kali ini entah ada perasaan yang menahanku untuk menawarinya mandi bersama, dan kebetulan beliau juga tidak mengajakku. Tak lama setelah beliau di kamar mandi, Room Service datang, cukup banyak juga pesanannya, rupanya beliau sudah mempersiapkan dengan baik.

Dua puluh menit beliau di kamar mandi dan keluar dalam keadaan segar, mengenakan piyama, aroma parfumnya terasa menyengat namun lembut, dalam keadaan normal sebenarnya sudah bisa membangkitkan birahi tapi kali ini berbeda. Sebelum makan Pak Thomas memintaku untuk berganti pakaian, biar lebih santai, katanya. Kuturuti permintaannya, kuambil piyama di lemari, di kamar mandi kulepas semua pakaianku kecuali pakaian dalam dan kukenakan piyama. Kamipun makan malam dengan sama sama mengenakan piyama, suasana begitu santai, apalagi pembawaan Pak Thomas yang ramah dan senang cerita, kami menjadi lebih akrab, perlahan menghilang kekakuan suasana yang kualami.

Makan malam sudah lama berlalu, tapi kami masih di meja makan mendengarkan beliau bercerita, terutama aku tertarik tentang kondisi di Papua (waktu itu masih bernama Irian Jaya), aku tertarik dengan kehidupan social dan alamnya. Malam merangkak kian larut, kutemani dia nonton TV, sesekali HP dia berbunyi, dari staff-nya yang mengatur meeting besok pagi. Sambil nonton TV kami duduk bersebelahan, diraihnya tubuhku dalam pelukannya, aroma parfumnya membuatku mulai naik, dibelainya rambutku.

"Tidur yuk", ajaknya ketika acara berita di TV berakhir, beliau menggandengku ke ranjang yang besar dan empuk.
Kurebahkan tubuhku di ranjang yang hangat itu, Pak Thomas mulai menciumku sesaat setelah aku telentang, diciumi kedua pipi dan keningku. Mataku kupejamkan rapat rapat melihat wajah seramnya mendekati mukaku, meski sudah banyak laki laki yang menciumiku dengan berbagai wajah dan penampilan, selama ini aku menganggap wajah Koh Wi yang paling seram, tapi Pak Thomas jauh lebih menyeramkan, apalagi dengan kulitnya yang hitam. Bibir tebalnya mulai mencium dan melumat bibirku, rasa muak sempat menyelimutiku, tapi aku tersadar bahwa inilah salah satu resiko yang harus kuhadapi. Masih tetap memejamkan mata, ragu ragu kubalas lumatan bibir dan lidahnya, beliau semakin bergairah menyapukan lidah ke bibirku dan melumatnya dengan bibir tebalnya. Terasa aneh saat aku membalas lumatannya, bibirnya terasa begitu lain dengan kebanyakan tamuku sebelumnya, tapi kutekan perasaan yang timbul, kewajibankulah untuk memuaskan beliau.

Tangan Pak Thomas sudah menjelajah ke sekujur dadaku, diremasnya dengan halus, diselipkannya dibalik piyama lalu menyelinap masuk dibalik bra. Kulit tangannya terasa kasar meremas remas buah dadaku sambil mempermainkan putingnya, tangan satunya mulai membuka ikatan piyama dan membukanya, tampaklah pasangan bikini hitam berenda merah yang menutupi bagian erotis tubuhku, sesaat Pak Thomas menghentikan ciumannya, mengamati tubuhku, tersenyum lalu kembali melumat bibirku lebih bergairah. Bibir dan lidahnya beranjak menyusuri leher putihku, mataku masih terpejam meskipun kegelian mulai menghinggapiku, kuremas remas rambut keritingnya ketika kepalanya sampai di dadaku, dijilatinya sekujur dadaku, tanpa melepas bra beliau mengeluarkan kedua buah dadaku dari sarangnya. Dipandanginya sejenak sebelum bibir tebalnyanya mendarat di puncak bukit di dadaku.

Aku menggeliat tanpa sadar saat bibir tebal itu menyentuh putingku, terasa aneh dengan kulumannya tapi makin lama makin enak, membuatku mulai mendesis dalam nikmat, apalagi diselingi remasan pada putingku satunya, bergantian beliau mengulum dari satu puting ke satunya sambil meremas remas lembut, desahanku makin lepas keluar. Meskipun aku sudah kepanasan, mendesah, tapi aku masih belum mampu menatap wajah yang telah membuaiku, takut gairahku drop begitu melihat wajahnya, tangankupun hanya sebatas meremas rambutnya, masih ada keraguan untuk menggerakkan tanganku ke selangkangan Pak Thomas, meskipun aku sangat yakin dia sudah menegang.

Pak Thomas melanjutkan penjelajahannya, disusurinya perutku dengan bibirnya dan berhenti di selangkangan, kubuka lebar kakiku, beliau menarik turun celana dalam penutup selangkangan. Tanpa membuang waktu, lidahnya langsung menari nari pada klitoris, aku menjerit tertahan merasakan kenikmatan jilatannya yang tak terduga. Mataku masih terpejam menikmati permainannya, kuremas remas rambut ikal yang ada di selangkanganku, lidah dan bibirnya begitu bebas bergerak liar di vagina, membuatku makin melambung seiring desahanku yang makin keras. Sembari mempermainkan vaginaku, tangannya mengelus paha dan meremas remas buah dadaku, remasannya sudah mulai keras dan kasar, meskipun begitu tidak mengurangi kenikmatanku.

Pak Thomas merubah posisinya, kurasakan tangannya menuntun tanganku ke selangkanannya, kurasakan penisnya tegang mengeras, dengan masih ragu ragu kupegang dan kuremas pelan. Terkaget aku merasakan kekerasan dan serasa aneh menggenggamnya, karena penasaran terpaksa kubuka mataku untuk melihatnya. Kini baru kusadari kalau Pak Thomas sudah telanjang, mataku menatap tajam ke selangkangannya, ternyata penis dalam genggamanku sungguh lain dari kebanyakan, disamping panjang, bentuknya melengkung ke atas seperti busur panah, aku menebak pasti ini akibat koteka waktu mudanya. Mataku kembali terpejam saat kurasakan jilatan di vaginaku makin menghebat, kali ini tanpa ragu tanganku mengocok kejantanannya, rasanya tak sabar untuk merasakan penis itu didalam vaginaku.

Beberapa menit kemudian, tubuh Pak Thomas sudah berlutut diantara kakiku, ingin segera kulesakkan masuk tapi beliau justru mempermainkan dengan mengusap usapkan penisnya ke paha dan bibir vaginaku. Kakiku sudah terpentang lebar, pinggulku turun naik merasakan kegelian di luar vagina, dan ketika sedikit demi sedikit kejantanan Pak Thomas memasuki liang kenikmatanku, aku mulai menjerit, oohh betapa nikmatnya penis itu, makin dalam makin nikmat, dan aku benar benar berteriak kenikmatan saat beliau mulai mengocokku, luar biasa nikmatnya, tak pernah kurasakan kenikmatan seperti ini. Aku berharap Pak Thomas bisa bertahan lama, kocokannya makin cepat, begitu pula desah napasku semakin menderu berpacu dengan desis dan jerit kenikmatan.

Aku tak bisa menahan kenikmatan ini lebih lama lagi dengan hanya memejamkan mata, terpaksa kubuka mataku, kulihat expresi nikmat dari wajah Pak Thomas yang hitam menyeramkan, namun kali ini justru terlihat begitu sexy dengan beberapa butiran keringat di wajahnya. Maka ketika tubuhnya ditelungkupkan di atas dadaku, akupun tak segan untuk memeluk dan melumat bibir tebalnya, semuanya telah berubah dari beberapa menit yang lalu, sejak kurasakan nikmatnya kejantanan beliau.

Kami mengayuh perahu birahi makin ke tengah samudra nafsu, keringatnya mengalir deras membasahi dada dan bra-ku yang belum juga terlepas. Tubuhku yang putih mulus semakin erat dalam dekapan tubuh hitamnya, dipeluknya aku dengan erat sembari pantatnya turun naik di atasku, kocokannya semakin cepat, membawaku lebih cepat menuju puncak birahi.
Jepitan kakiku pada pinggulnya membuat kejantanannya semakin dalam mengisi liang kenikmatanku, meski tidak terlalu besar tapi dengan bentuk aneh dan panjang yang di atas rata rata, aku serasa terlempar dari realitas dan membumbung tinggi.

Pertahananku ternyata tak bisa membendung kenikmatan yang diberikan Pak Thomas, tak lama setelah kujepitkan kakiku, meledaklah jerit kenikmatanku, orgasme pertama yang kuraih dari beliau, kucengkeram erat kepalanya yang menempel di leherku sambil menjerit liar, ternyata justru membuat Pak Thomas mempercepat kocokannya. Hampir saja pertahanan keduaku jebol lagi tak lama kemudian kalau saja beliau tidak menghentikan kocokannya dan berganti posisi, hal ini memberiku sedikit waktu untuk menurunkan tegangan birahiku.

Pak Thomas menolak ketika kuminta doggie, justru beliau telentang dan memintaku di atas, sebenarnya ini adalah posisi favorit karena aku bisa pegang kendali, tapi dengan kejantanan beliau yang memabukkan itu, aku ragu apakah bisa mengendalikan permainan ini. Kupegang, kuremas dan kukocok kocok dengan tanganku, baru sekarang aku bisa mengamati "keindahan", mutiara hitam ini, begitu keras dan hitam seperti kayu ebony yang sudah tua, kokoh dan berdiri anggun, ingin rasanya melumat habis. Kuatur posisi tubuhku di atasnya, perlahan kuturunkan pantatnku, aku ingin menikmati mili demi mili kejantanannya menguak liang kenikmatanku, semakin dalam semakin nikmat hingga terbenam semua. Pak Thomas memandangku seolah menikmati expresi nikmat yang kurasakan sembari tangannya menggerayangi kedua buah dadaku, beliau mencegah ketika kubuka bra-ku, sepertinya beliau menikmati erotisme yang terjadi. Tubuhku mulai turun naik, pelan tapi semakin cepat diiringi desahan dan jeritan nikmat dari kami berdua, kutatap mata beliau yang tak pernah lepas pandangannya dari wajah dan dadaku, aku juga menikmati expresi kepuasan di wajahnya.

Gerakanku turun naik dan bergoyang bergantian di atasnya, entah sudah berapa kali aku mengalami orgasme dengan posisi seperti ini. Ditariknya tubuhku dalam pelukannya, kami saling mengadu bibir dan lidah, hilang sudah rasa enggan, beralih dengan perasaan yang begitu exotis, membuatku makin bergairah dalam pelukan dan kocokannya.
Aku teriak histeris ketika kurasakan tubuh Pak Thomas menegang dan menyemprotkan spermanya dengan kencang di vaginaku, denyutan demi denyutan menghantam dinding dinding vaginaku hingga kurasakan cairan hangat yang memenuhi lorong lorong sempit kenikmatan, seiring dengan jeritan beliau sambil memelukku makin rapat. Napas kami menderu saling berpacu, beberapa saat saling berpelukan lemas dalam keheningan, hanya degup jantung yang saling bersahutan terdengar begitu keras. Kusandarkan kepalaku di bahunya, beliau membelaiku penuh kemesraan, penisnya masih kurasakan tegang mengisi vaginaku.

"Kamu tidur disini saja ya", bisiknya lembut ditelingaku.
"Terserah Bapak saja, kalau memang nggak ngganggu istirahat Bapak", jawabku sopan.
"Justru kalau nggak ada kamu aku malah nggak bisa tidur nyenyak", candanya
"Ntar malah nggak bisa tidur".
"Kalau udah capek kan tidur juga".
Pembicaraan kami terhenti ketika HP Pak Thomas berbunyi, dilepasnya tubuhku dari pelukannya, akupun turun dari tubuhnya. Ternyata dari GM yang mengontakku, menanyakan apakah aku udah datang apa belum, terlambat, pikirku.

Kuamati tubuh telanjang beliau ketika menerima telepon, kejantanannya sekarang terlihat indah menggantung di selangkangannya, cukup lama kutatap pesonanya. Kutinggalkan Pak Thomas yang lagi menerima telepon, di kamar mandi kubersihkan tubuh dan vaginaku dari spermanya sekalian mandi menyegarkan tubuh, aku tak menyangka mendapat pengalaman baru, bercinta dengan orang se-hitam beliau, mimpipun tidak pernah, sungguh bertolak belakang dengan tamuku yang pada umumnya chinese berkulit putih, tapi ternyata kenikmatan yang kudapat diatas rata rata, padahal hampir saja orderan ini aku tolak.

Pak Thomas menyusulku ke kamar mandi tak lama kemudian, maka kamipun mandi bersama, dengan senang hati aku memandikannya, tak segan kupermainkan penisnya dengan tanganku, maka dalam hitungan menit penis itu kembali menegang, beliau hanya tersenyum melihat kenakalanku tapi tak menolak, hanya membalas dengan remasan remasan di buah dadaku. Atas permintaannya, kusiram rambutku, biar lebih sexy, katanya.

Kusisir rambutku yang basah dan kukeringkan dengan handuk, Pak Thomas mendekapku dari belakang ketika aku hendak meninggalkan kamar mandi, di depan kaca rias bisa kulihat bagaimana perbedaan warna kulit kami, tapi justru makin membuatku bertambah erotic, very black and white, kubalas dengan remasan tangan di selangkangan beliau, diciuminya telinga, leher dan tengkukku, membuatku menggeliat geli. Kukocok penisnya yang mengeras, beliau memutar tubuhku, kami saling berhadapan, saling meraba, saling meremas dan saling memeluk. Ciuman berbalas cium, lidah bertemu lidah, bibir melumat bibir.

Aku duduk di closet menghadap beliau yang berdiri di depanku, kuamati batang legam dalam genggamanku sebelum akhirnya kusentuh lidahku mendarat di ujungnya, menyusuri batang hitam hingga hidungku menyentuh rambut keriting di pangkal penis, berulang kali lidahku menjelajahi penisnya. Akhirnya kumasukkan penis hitam ke mulutku, sedikit demi sedikit memasuki rongga mulut, hanya tiga perempat yang bisa masuk lalu kukocok dengan mulut. Pak Thomas memegangi kepalaku dan memulai gerakan mengocokkan penisnya ke mulutku, beliau berusaha memasukkan semua penis hitamnya tapi tidak berhasil, mulutku sudah penuh.

"Kita pindah ke dalam aja", ajaknya sambil menarik penisnya dari mulutku.
Beliau duduk di sofa, aku bersimpuh diantara kedua kakinya, kulanjutkan permainan oral yang terputus tadi. Bibir dan lidahku kembali menjelajah kejantanannya yang sekeras baja, beliau mendesah menikmati permainan oralku. Tak lama kemudian tubuhku ditariknya, aku didudukkan di pangkuannya, kejantanannya langsung melesak tanpa perlawanan karena vaginaku memang sudah basah, kembali kenikmatan merasuki tubuhku. Aku mengimbangi dengan menggoyangkan pinggulku, buah dadaku ber-ayun bebas di depannya langsung mendapat kuluman penuh gairah dari bibir tebalnya, disedot sambil di remas remas dengan gemas, aku makin melayang tinggi dalam dekapan dan pangkuannya. Desahan demi desahan semakin keras terdengar, kudekap kepalanya yang sedang menempel di dadaku, kuremas rambut keritingnya, sepertinya aku telah kehilangan control atas diriku, desahanku makin nyaring.

Tiba tiba beliau melepaskan sedotannya pada putingku, didekapnya tubuhku makin erat, tanpa melepaskan penisnya beliau berdiri sambil menggendongku. Kontan aku teriak kaget takut jatuh, tapi beliau hanya tersenyum penuh percaya diri, kujepitkan kakiku makin erat ke pinggulnya. Masih menggendongku, berjalan menuju ke meja makan dan mendudukkanku di atasnya, terus terang aku kagum dengan tenaganya yang mampu mengangkatku dan berjalan sambil kejantanannya masih berada di vaginaku, takut terjatuh maka kupeluk makin erat beliau. Aku terduduk di tepi meja makan, kakiku masih melingkar di pinggulnya, kami berhadapan saling menatap penuh nafsu, wajahnya bagiku sudah tak seram lagi. Bersamaan dengan bibirnya mendarat di bibirku, beliau menyodokkan penisnya dengan keras, ciumannya hampir terlepas ketika aku mendongak kaget dan enak.

Sodokan demi sodokan menghunjam keras di vaginaku, meja makan bergoyang keras, tak kami pedulikan gelas dan piring yang masih berserakan di meja ikutan bergoyang. Tubuhku condong ke belakang, kutahan dengan kedua tanganku, kocokan beliau makin cepat sambil mengelus dan meremas remas kedua buah dadaku, sesekali diselingi gigitan pelan di dagu. Aku sudah tak tahan mendapatkan kenikmatan ini, tapi sebelum kugapai puncak kenikmatan, beliau meminta kami berganti posisi.

Kubereskan sebentar peralatan makan di meja, sekedar cukup untuk tubuhku di atasnya. Aku berdiri dan tengkurap di atas meja, kubuka kakiku lebar lebar saat beliau menyapukan kejantanannya dari belakang, dengan sekali dorong, kembali busur hitam itu mengisi vaginaku, ooh nikmat sekali dengan posisi doggie seperti ini, kurasakan kenikmatan yang sangat berbeda dari sebelumnya.

Hanya beberapa menit aku bisa bertahan dari kocokannya, sebelum akhirnya aku menjerit penuh kenikmatan, masih dalam posisi telungkup, kuremas kuat pinggiran meja saat kugapai orgasmeku. Pak Thomas masih mengocokku beberapa menit lagi sampai kurasakan denyutan kuat mengantam dinding dinding vaginaku, diiringi teriakan dan remasan kuat di pantatku. Aku menyusul Pak Thomas ke ranjang setelah membersihkan tubuhku di kamar mandi, kami sama sama tidur telanjang, dengan gemas kugenggam terus kejantanan Pak Thomas hingga kami tertidur pulas.

Keesokan harinya kami bangun pukul 7 pagi, mandi bersama tanpa terjadi sesuatu yang perlu diceritakan, kecuali tentu saja hanya remasan remasan nakal selama kami mandi, tapi tidak berkelanjutan.
"Ly, saya ada meeting seharian, kamu boleh pulang tapi nanti malam kesini lagi ya", kata Pak Thomas setelah mengenakan pakaian safari, ciri khas pejabat, entah permintaan atau perintah.
"Terserah Bapak saja, saya sih ngikut", jawabku dengan senang hati, tentu saja disamping dapat bayaran aku juga dapat kenikmatan yang lebih dari beliau, bahkan sampai sekarang busur hitamnya seperti masih mengganjal di vaginaku.

Setelah mengambil amplop tebal yang beliau siapkan di meja, akupun meninggalkan beliau yang kemudian juga pergi beberapa menit setelah kepergianku. Sempat kami bertemu di lobby karena aku tidak langsung pulang melainkan membeli beberapa pastry untuk camilan di tempatku nanti. Saat bertemu kami seolah tidak saling mengenal, wajar-wajar saja, apalagi beliau berjalan bersama beberapa orang, hanya pandangan mata kami yang sempat bertatapan penuh arti. Selama beliau di Surabaya selama 3 malam, selama itu pula aku menemaninya di malam hari, hingga keberangkatannya ke Jakarta dulu sebelum balik ke Indonesia Timur, tempat kerjanya.

Karir beliau terus melejit, seiring dengan arus reformasi hingga sampai ditulisnya cerita ini tahun 2003. Selamat bertugas Pak Thomas, aku mengenang malam malam yang telah kulalui bersama Bapak.

Tamat