Lily Panther 12 Piala Bergilir - 5

Kudorong tubuhnya lagi hingga telentang di lantai kamar mandi, aku tahu dia merasa dingin karena lantai marmer itu, tapi tak kupedulikan. Tubuhku makin cepat turun naik di atasnya. Air hangat di bathtub sudah meluber tapi tak kami perhatikan, aku ingin spermanya yang meluber di vaginaku. Namun luberan air di lantai mengganggunya, aku baru sadar kalau Pak BAmbang sudah tidak muda lagi, seusia dia tentu gampang masuk angin kalau kedinginan.
"Kita ke bathtub aja yuk, sambil mandi" ajakku sambil menghentikan gerakanku, sekalian menurunkan tegangan birahi kami.

Kami berendam bersama sama, air bathtub makin meluber keluar. Kami tidak langsung menyambung adegan yang terputus, tapi saling memandikan, saling menyabun dengan sentuhan sentuhan di bagian sensitif.
"Mau disini apa di ranjang" kuberi dia pilihan, aku tahu dia sudah berada dalam cengkeraman pesonaku, apapun yang kumau pasti dituruti.
"Terserah kamu aja yang penting enak, tapi disini dingin, ntar rematikku kambuh" katanya, dasar orang tua tak tahu diri, udah sakit sakitan gitu masih juga doyan daun muda, batinku.
"Ya udah kita di ranjang aja biar hangat, yuk aku keringin dari pada masuk angin"

Setelah mengeringkan dengan handuk kamipun berpindah ke ranjang. Pak Bambang langsung menggumuli tubuhku yang sudah telentang menantang, tak secuil tubuhku terlewatkan dari jamahannya.
"Dari belakang yuk, kemarin kan belum mencoba" ajakku, padahal aku sudah lupa apakah memang belum mencobanya, tapi dia mengiyakan saja.
Untuk kesekian kalinya Pak Bambang meng-obok obok vaginaku dengan penisnya, digenjotnya keras tubuhku seakan ingin menjangkau rahimku. Aku diam saja tak menggerakkan tubuhku supaya dia bisa bertahan lebih lama, hanya desahanku yang terdengar. Aku menoleh ke arahnya, wajah Pak Bambang terlihat begitu serius mengocokku, butiran keringat sudah menghiasi mukanya, padahal kita barusan mandi. Lima menit lebih dia memompa vaginaku tanpa ada tanda tanda orgasme, sudah ada kemajuan dibanding kemarin.

Dia membalik tubuhku telentang, inilah posisi yang paling berat bagiku, disamping perutnya yang gendut akan menekanku, aku juga tak bisa memandangi wajahnya saat mengocokku, bukan karena memang tidak ganteng tapi mengingatkanku pada Papaku.
Kupejamkan mataku saat penisnya menembus vaginaku, dia mengocok sambil meremas buah dadaku. Bayangan bercinta dengan tamu sebelumnya tiba tiba melintas datang dan pergi, mulai dari Doni lalu berganti dengan Pak Napit dan berganti lagi dengan Pak Ade, mereka silih berganti hinggap di pikiranku, membuatku makin bergairah melayani Pak Bambang seakan aku bercinta dengan mereka, terutama Pak Napit, tamu terhebat dalam 3 hari terakhir ini.

Tiba tiba aku tersadar ketika Pak BAmbang berteriak orgasme dan kurasakan denyutan penisnya memompakan sperma di vaginaku, kubuka mataku dan aku kembali ke alam nyata dangan Pak BAmbang masih menyetubuhiku sedang mengisi vaginaku dengan spermanya, terasa hangat dan penuh. Aku tersenyum menyadari ketololanku. Setelah kubersihkan penisnya dengan sprei, dia langsung telentang di sampingku dengan napas yang ngos-ngosan.
"Bapak hebat, bisa tahan lama seperti itu" aku memuji
"Kamu juga makin lama makin hebat, lebih hot dari kemarin"
Kubiarkan sperma yang membanjir di vaginaku menetes keluar mengenai sprei.

"Pak aku mau tanya tapi jangan marah atau tersinggung ya?" tanyaku sambil menyandarkan kepalaku di dadanya.
"Mengenai apa?" jawabnya sambil mengelu elus rambut dan punggungku.
"Emm mengenai anu, piala bergilir" aku agak ragu melanjutkannya.
"Emang kenapa? Nggak suka ya?".
"Bukan begitu sekedar menjawab rasa penasaranku, itu kalo bapak nggak keberatan sih".
"Penasaran kenapa?".
"Aku pikir Bapak Bapak itu bisa booking cewek sendiri tanpa harus menunggu menang dulu, kenapa jadi dipersulit sih".
"Oh itu toh, memang benar sih, tapi sensasinya kurang dan tidak ada perjuangan kalo begitu".

Akhirnya Pak Bambang menceritakan aturan permainan dengan teman temannya, sebenarnya semuanya ada 37 orang yang mengikuti aturan itu, tapi sebagian besar sedang main di Bali, Yogja, Bandung dan Jakarta sendiri. Pada dasarnya aturan itu sama dengan berjudi, tapi dirupakan dalam bentuk yang lain dengan prinsip winner take all. Pemenang berhak mendapatkan free hotel plus piala bergilir yang ditentukan oleh seluruh peserta tanpa ada seorangpun yang menolak pilihan Piala itu.

Nilai dari Piala Bergilir itu berdasar kesepakatan taruhan, bisa semua dirupakan Piala bisa juga sebagaian. Kalau ketemu kelompok yang lebih gila bahkan Piala Bergilirnya 2 cewek sekaligus, tentu saja taruhannya juga lebih besar. Namanya Piala Bergilir, harus cuma satu untuk diperebutkan selama even, yang biasanya 2-3 hari berlangsung. Bagi yang kalah, selamat gigit jari dan tidak boleh mencari piala lain selama even itu berlangsung, kecuali setelahnya. Kalau ini dilanggar untuk selanjutnya dia tidak akan diundang lagi, tapi siapa yang tahu. Tentu saja aturan ini tidak menghapus taruhan lainnya diluar yang ini.

"Kamu adalah orang kedua yang kami pilih setelah cewek yang pertama datang kami tolak karena Pak Napit tidak setuju dan aku beruntung bisa mendapatkanmu secara gratis bahkan 2 kali".
Aku bingung mendengar penjelasan Pak Bambang, tak menyangka ada perilaku sekelompok orang seperti ini, padahal mereka dari keluarga yang bahagia, paling tidak itu yang kutangkap dari pembicaraan telepon Pak Bambang dan Pak Napit kemarin.

Cerita Pak Bambang diakhiri dengan kuluman di putingku, tanpa membersihkan sperma di vaginaku dia kembali mengocokku dengan keras. Babak ini dengan lebih santai dia menyetubuhiku, bahkan sempat berpindah dari ranjang ke sofa, dengan sabar kulayani semua keinginannya hingga dia bisa bertahan hingga lebih dari 15 menit sebelum mencapai klimaksnya. Berkali kali dia mengucapkan terima kasih karena telah membuatnya merasa perkasa di usianya itu.

Episode Lain

Pukul 7 malam kami berpisah di lobby hotel, dia naik taxi ke Juanda dan aku ke tempat parkir bersiap pulang. Tiba tiba aku teringat si Doni yang tadi siang telah membajakku. Kuhubungi HP-nya sambil berharap dia bersedia melanjutkan acara tadi siang sekalian menuntaskan nafsuku yang tidak tersalurkan saat menemani Pak Bambang tadi, 2 babak tanpa orgasme tentu siksaan tersendiri yang susah untuk dibawa tidur dalam keadaan birahi tinggi, meskipun itu sudah sering sekali terjadi.

"Don, kita lanjutkan yang tadi siang yuk" ajakku langsung.
"Kenapa?, si tua itu nggak bisa muasin kamu ya" ejeknya.
"Udah jangan cerewet, mau nggak?".
"Sorry aku nggak bisa sayang, aku udah mau pulang nih, nggak tahu temenku kayaknya mau deh".
Agak kecewa juga aku mendengar ketidakbisaannya itu, apalagi melihat temannya yang kelihatannya masih lugu banget, mana bisa muasin aku.
"Oke dia mau asal nggak buru buru" lanjutnya kemudian.
"Terserah deh sampai pagi juga boleh" tantangku kepalang tanggung.
Aku yang masih tergantung birahi tinggi langsung saja menyetujuinya dan turun dari mobil kembali ke hotel menuju kamar tempat Doni membajakku tadi.

Sesampai di kamar, Doni yang sudah bersiap pulang, mencium pipiku.
"Kamu temanin dia malam ini, jangan bikin kecewa, jangan lupa mandi dulu biar bersih!!" pesannya sebelum meninggalkan kami.
"Beress Boss" godaku.
"Jangan lupa nanti uangnya kasih ke dia, itu sampai besok pagi" teriak Done ke temannya sebelum menutup pintu.
Sepeninggal Doni kami menjadi canggung, ternyata temannya itu tidak terlalu suka bicara seperti Doni, aku harus bisa membuat suasana akrab. Beberapa pertanyaan hanya di jawab dengan pendek, terlihat dia cukup nervous hanya berduaan di kamar.

"Aku belum pernah selain sama pacarku" akhirnya dia berterus terang.
"Itupun baru beberapa kali" lanjutnya.
Aku sebenarnya tidak terlalu terkejut melihat dia begitu canggung ketika kudekati.
"Masih mau terus nggak, aku nggak mau kamu terpaksa melakukannya, ntar kecewa dan Doni marah" kucoba bersikap netral.
Dia diam saja, begitu juga ketika kutumpangkan tanganku ke pahanya, tidak ada reaksi, tapi dia juga tidak menolak ketika kucium dan kuelus selangkangannya beberapa saat kemudian. Terus terang, inilah pertama kali aku melayani tamu selugu dia, kalau pengakuannya benar. Dan aku belum punya kiat khusus menghadapinya, semua tamuku selama ini adalah para jawara dan expert dalam perselingkuhan dan permainan sex, jadi tak perlu lagi memandu, semua berjalan secara otomatis.

Sepuluh menit terbuang sia sia, dia masih belum memberikan respon positif atau dia belum berani menyentuhku meskiupun selangkangannya sudah keras kuremas remas dari luar.
"Aku mandi dulu ya, mau ikut nggak" teringat aku pesan Doni tadi sekalian ingin memancingnya lebih jauh, dia hanya diam tanpa jawaban ketika aku beranjak dari sisinya menuju kamar mandi.
"Koh, sini tolong lepasin ini dong" aku teriak dari kamar mandi memancingnya untuk membantu membuka kaitan bra.

Kulihat tangannya agak gemetar saat membuka kaitan bra, apalagi kaitan yang ada didepan itu memang nyangkut. Keringat dingin membasahi dahinya. Kuusap dengan mesra. Begitu kaitan bra terlepas, terpampanglah keindahan bukit di baliknya, entah setan darimana tiba tiba muncul keberaniannya atau nafsu yang sudah tak tertahan lagi. Diremasnya kedua buah dadaku dan langsung dikulumnnya putingku dengan penuh nafsu dan ganas, aku kaget akan serangannya yang tak terduga. Bersamaan dengan itu tangannya menggesek gesek selangkanganku yang masih tertutup celana dalam mini yang hanya menutupi bagian segitiga di depan.

"Kita mandi dulu yuk" bujukku sambil mendesah tapi dia tak menghiraukan ajakanku malah makin memperkuat sedotannya.
Maka akupun membalas dengan melucuti pakaiannya menyisakan hanya celana dalam, dari remasan tadi aku perkirakan penisnya lebih besar dari Doni dan kelihatannya dugaanku benar. Aku merosot turun berlutut didepannya, saat kutarik celana dalamnya sejenak kutertegun, dugaanku ternyata salah, penisnya tidak lebih besar dari Doni tapi jauh lebih panjang, mungkin 17 cm, suatu ukuran yang jarang dimiliki seorang Chinese, paling tidak itu dari pengalamanku selama ini.
"Kenapa? Kecil ya?" katanya melihat ketertegunanku.
"Bukan kurang besar tapi terlalu panjang" godaku sambil mengocoknya, penis itu terlihat indah dengan warna kemerahan belum disunat, segera kujilati dengan gemas, dia mulai mendesis sambil meremas rambutku.
Pantatnya mulai ikutan bergoyang ketika kumasukkan ke mulutku, goyangannya mengocok penis itu di mulut, desahannya makin keras.
"Uff, kita kedalam aja" ajaknya

Dia menelentangkanku di ranjang dan langsung menggumuli tubuhku, melumat bibirku, menjilati leherku, mengulum rakus buah dada dan putingku, aku mendesah menggelinjang geli dan nikmat.
"Gantian" bisikku setelah beberapa lama merasakan cumbuan ganas darinya, kudorong dia telentang disampingku.
Segera kulahap penisnya yang panjang, hanya separuh yang bisa masuk, kepalaku turun naik diselangkangannya. Kunaikkan kakinya lalu kujilati kantong bola hingga ke lubang anus, dia menjerit keras tak menyangka kuperlakukan seperti ini, semakin dia menjerit semakin aku bergairah.
"Udah udah aahh" desahnya, mungkin sudah tak tahan lebih lama lagi.

Aku tersenyum, telentang disampingnya. Dia mencium bibirku dan mengatur posisinya di antara kakiku, penisnya disapukan ke bibir vaginaku dan mendorongnya pelan pelan memasuki celah sempit kenikmatan. Penis keempat yang mengisi vaginaku di hari ini. Terasa begitu lama perjalanan sebelum semua tertanam, rahimku serasa ditusuk keras, aku menggeliat. Dengan halus dia mengocokku, berlawanan dengan cumbuan ganasnya tadi, ditatapnya tajam mataku seakan ingin melihat seberapa nikmat yang kualami. Kubalas tatapannya, baru kusadari kalau dia masih begitu muda, paling belum 25 tahun, atau mungkin malah masih kuliah, suatu perbedaan mencolok dibandingkan dengan Pak Bambang yang seusia Papaku.

Meski tidak terlalu ganteng tapi dengan wajahnya yang putih bersih layaknya chinesse, tak segan aku memandangnya apalagi semburat semu merah menghiasi wajah penuh birahi itu. Dia masih mengocokku dengan irama tetap, kami masih beradu pandang, kalung emasnya sering berayun mengenai mukaku. Tubuhya kurarik dalam dekapanku, dan kamipun saling beradu bibir dan lidah. Kocokannya serasa menyodok rahimku, terasa sedikit nyeri tapi banyak nikmat.

Namun sayang, tak lebih 5 menit tubuhnya sudah mengejang pertanda orgasme, padahal aku baru mulai mendaki menuju puncak, sedetik kemudian denyutan kuat menghantam vagina dan rahimku, aku teriak kaget karena tak menyangka semprotan spermanya begitu kuat dan banyak, cairan hangat serasa membanjir di celah celah liang kenikmatanku. Dia langsung mencabut penisnya begitu denyutannya habis, beranjak menuju kamar mandi. Tapi aku mencegahnya, aku tahu dia ingin segera membersihkan penisnya, kuraih dan kumasukkan ke mulutku penis basah yang sudah mulai lemas, tak kuhiraukan jeritan protesnya karena kutahu dia pasti tak keberatan, entah kenapa ada keinginan untuk melakukan yang aku yakin belum pernah diberikan pacarnya atau apa yang belum dialaminya.
"Sekarang boleh kamu cuci" kataku setelah menjilat habis sperma yang ada, tapi dia nggak jadi ke kamar mandi.
"Nggak usah, udah bersih kok" katanya sambil tersenyum puas menatapku.

Kami istirahat cukup lama sambil makan malam di kamar, dia tak pernah mengijinkanku mengenakan penutup tubuh, bahkan handuk yang menutupiku setelah mandi dilepasnya.
"Body kamu bagus" katanya saat kami makan, masih telanjang.
"Tapi tak sebagus pacarmu yang masih mahasiswa itu kan" godaku asal teMbak aja.
"Rupanya Doni banyak cerita ya".
Lebih satu jam kami bersantai, suasana tidak sekaku tadi, bahkan dia menunjukkan foto pacarnya, pretty chinesse girl.
"Tapi tidak se-sexy dan sepintar kamu" komentarnya saat aku memuji kecantikannya.

Saatnya untuk mulai lagi, babak kedua kami lakukan di sofa, ternyata dia mengaku belum pernah melakukan selain di ranjang, aku bertekad memberi yang belum pernah dia rasakan. Penisnya benar benar menggelitik rahimku ketika aku bergoyang di pangkuannya, serasa begitu panjang seakan tembus hingga dada, tak kupedulikan rasa nyeri yang timbul karena rasa nikmatnya jauh melebihi rasa sakit itu. Kali ini dia bertahan lebih lama, kami berganti posisi, aku duduk di sofa menerima kocokannya, kami saling berhadapan hingga dia bisa bebas menciumi bibir dan leherku.

Mungkin karena sering melihat BF, kini kreatifitasnya timbul, dia mulai berani meminta posisi yang dia mau. Justru aku semakin bergairah melayani improvisasinya, orgasme pertama kuraih saat dia mengocokku dari belakang, masih di sofa, dan kudapatkan kembali hanya berselang beberapa menit ketika dia mengocokku saat aku telentang di meja, ini semua hasil improvisasinya. Lebih 25 menit permainan babak kedua sebelum dia menyudahi dengan denyutan hangat beberapa detik setelah orgasme keduaku. Akupun terkulai lemas dalam kelelahan yang hebat, tamuku terakhir ini ternyata bisa memenuhi kehausanku seharian, bahkan melebihi harapan, berat rasanya mengangkat tubuh yang masih tergolek di atas meja.

Malam itu dia benar benar mewujudkan semua fantasi terpendamnya selama ini, tanpa memperhatikan rasa capekku dia mencumbuku semalaman, seakan tak ada hari esok. Tak perduli apakah aku sudah tertidur atau masih bangu, begitu dia terbangun dari tidurnya langsung menindihku dan mengocoknya dan kalau aku masih malas diapun melakukannya dengan posisi miring. Semua kulayani tanpa protes karena pada dasarnya aku juga menikmatinya, hingga kami benar benar tertidur. Aku tak bisa menghitung lagi berapa babak permainan di malam itu, dia seperti kuda liar yang lepas dari kandang dan bertemu kuda betina, ditambah stamina darah muda yang prima membuat malam menjadi semakin panjang.

Aku pulang pukul 10 pagi setelah Doni datang menjemput temannya untuk melanjutkan kulakan ke Tanggulangin. Sesampai di tempat kost barulah kurasakan nyeri yang hebat di vaginaku, luka saat melayani Pak Napit semakin lebar dengan perlakuan tamuku sepanjang malam (sampai saat itu aku tidak tahu siapa namanya, karena memang tidak dikenalkan dan kami terlalu bernafsu hingga tak sempat saling menanyakan nama, bagiku itu sudah sering terjadi).

Sejak kejadian dengan para golfer tersebut, aku sering dijadikan piala bergilir di antara mereka, meski anggotanya tidak sama tapi permainannya hampir sama. Baru kutahu ternyata komunitas para golfer berperilaku seperti itu banyak di Surabaya dan aku menjadi salah satu favorit piala itu. Karena booking-an seperti itu uangnya besar dan hampir semuanya puas dengan pelayananku, maka GM memberiku hadiah satu set perangkat Golf "Mizuno" dan membiayaiku untuk kursus Golf. "Pasarnya menjanjikan" katanya. Hingga cerita ini dibuat tak pernah sekalipun aku turun ke lapangan menggunakannya, meskipun permainan Piala Bergilir masih sering kuterima.

Tamat