Pernik-pernik kencan gay di Jakarta - 2

Edan 'Irgi' ini. Untungnya aku memang merindukan pantatnya sejak awal lihat dia di konter tadi. Tanpa 'ba Bi Bu' aku langsung merosotkan celananya hingga terserak ke lantai dan sebagaimana khayalan awalku aku membenamkan hidung ke belahan pantatnya kemudian menjilati lubang anusnya. Aduh nikmatnyaa.. Jangan berhenti kamu sayaanngg..
Sesudah aku puas dan dia juga semakin terbakar aku berdiri. Kupeluk erat tubuhnya dari belakang. Kudaratkan ciuman dan sapuan lidahku pada tengkuknya. Kulepaskan beberapa gigitan kecilku. Aku mulai pepet-pepetkan kontolku ke analnya. Tangan "Irgi' langsung menyambar dan mengarahkannya ke lubang anusnya. Dengan beberapa kali dorongan yang disertai seringai pedih nikmat dari wajah 'Irgi' kontolku dengan 'smootahun' amblas keharibaan lubang dubur 'Irgi'.
Sungguh nikmat surgawi jepitan dan cengkeraman lubang anus teman kilatku ini. Aku asyik menggenjot maju mundur merasai betapa setiap senti dinding anus 'Irgi' memberikan kenikmatan tak terhingga padaku.
Rasanya tak terlalu lama, juga karena sudah demikian kebelet nafsuku, kontolku memuntahkan air maniku ke lubang dubur 'Irgi'. Rasanya seluruh cairanku terkuras habis. Aku langsung lunglai. Rasanya badanku seperti dilolosi otot-ototnya. Aku terduduk kembali di kloset.
Masa bodoh dengan aku yang nampak masih kecapaian "Irgi' yang 'haus'nya belum tersalurkan memaksakan kontolnya dalam mulutku. Sesudah dia cukup mengocok-ocok dengan cepat dia langsung sodokkan batang kontolnya tepat di mulutku. Dengan memegang tahan kepalaku dia goyang pantatnya maju mundur merasai betapa nikmat ngentot mulutku. Hasrat syahwatku dengan cepat hadir kembali. Aku menikmati batang kenyal dengan bonggol yang memenuhi rongga mulutku ini menebarkan aroma yang membuat aku melayang dalam birahiku kembali.
Kini aku menantikan saat-saat yang paling aku nantikan. Goyangan 'Irgi' semakin kenceng disertai jambakan pada rambutku yang juga semakin kenceng dan menyakitkan. Aku mendengar dengus nafasnya yang semakin tak beraturan. Aku sepenuhnya telah siap menerima limpahan air maninya. Dan aku tak menunggu lama..
Dalam 2 atau 3 menit berikutnya sperma panas dan kentalnya telah muncrat-muncrat tumpah dalam rongga mulutku. Secra refleks lidhku mengecapinya. Ada gurih, ada pahit dan ada asinnya. Rasanya pekat lengket menyertai goyangan lidahku. Aku menelan seluruh tumpahan itu.
Belum juga aku selesai menikmati dalam telanan spermanya kulihat dia mau bergegas menutup kembali celananya. Tentu saja aku tak menahannya,
Anak cakep itu membetulkan celananya dan bergegas pergi tanpa ngomong 'ba Bi Bu' padaku. Dasar 'hombreng' egois.
Namun aku tersenyum puas. Tanpa mengenal nama atau siapa sesungguhnya 'Irgi'-ku itu aku telah menelan spermanya dan menjilati lubang tainya.
*****
[Seks dan Bisnis]
Pengusaha ketemu Pengusaha
Hari ini ada 2 appoinment dalam catatanku. Pertama jam 11 siang dengan petugas pajak. Aku pikir untuk ini bisa kuserahkan Wina sekretarisku. Sesudah aku beri arahan secukupnya Wina mengerti dan siap melaksanakannya.
Yang kedua ketemu dengan sesama pengusaha. Dia adalah Pak Badrun, pengusaha sukses dari Balikpapan, Kalimantan. Acaranya membahas kemungkinan kerjasama konsorsium dalam menggarap proyek tambang batubara di Kalimantan. Posisi Pak Badrun merupakan kata kunci untuk suksesnya kerjasama ini. Sudah lama aku punya obsesi untuk melebarkan sayap ke Kalimantan ini. Aku sangat mengimpikan kesempatan macam ini. Aku mulai membuat catatan.
Aku minta Wina untuk melakukan konfirmasi jam dan tempat pertemuannya. Wina langsung mecari hubungan dan melapor padaku bahwa pertemuan jam 15.00 di Cafe MR Kemang. Aku agak kaget. Itu kafe para gay. Beberapa kali aku kencan dengan 'pria seksi' di tempat ini. Kenapa tamuku memilih kafe itu, ya? Mungkin dia nggak tahu. Maklum orang Kalimantan.
Atau..? Masak dia gay sih. Ah, sebaiknya aku nggak membayangkan kesana. Yang penting dan ini sangat penting, nantinya aku harus bisa meyakinkan pada Pak Badrun tentang proyek kerjasama ini. Apapun yang menjadi keinginan Pak Badrun aku usahakan bisa memberikan solusi yang tepat dan memuaskannya.
Tepat jam 14.30 dengan BMW-ku aku meluncur ke Kemang. Aku nggak mau terlambat. Sesampainya di Cafe MR aku berikan selembar Rp. 100 ribu pada sopirku. Kusuruh dia pulang dulu. Mungkin aku akan sampai malam nanti. Biar aku akan bawa mobil sendiri.
Saat aku memasuki ruangan kulihat beberapa meja telah terisi. Aku tidak asing dengan tempat ini. Nampak beberapa tamu menengok ke arahku. Mungkin mereka naksir aku. Pada resepsionis aku pesankan kalau ada orang yang mencariku. Aku sebut namaku sambil minta sebotol Coca Cola.
Sementara menunggu aku iseng-iseng aku membuka laptop-ku. Kubuka folder rahasiaku. Tadi malam aku banyak nge-down load situs gay. Aku kolek gambar-gambar pria macho penuh otot dengan kontol yang gede. Beberapa adalah orang Negro yang sangat merangsang libidoku.
Beberapa saat kemudian seseorang berkulit gelap dengan perawakan perutnya yang buncit mendekat ke resepsionis. Kutaksir usianya telah lewat 50 tahunan. Kemudian kulihat petugas itu menunjuk ke mejaku. Aku pastikan itu adalah Pak Badrun relasiku. Ah, ternyata dia pria yang berwajah keras namun nampak charming dan sangat seksi. Dia melangkah ke arah mejaku. Aku yang telah tahu berdiri menyambutnya. Kami bersalaman dan saling memperkenalkan diri.
"Roni,"
"Badrun," sambil kami bertukar kartu nama pula.
Tangannya meremas kuat tanganku. Inilah gaya orang Kalimantan, pikirku. Pembicaraan kami langsung akrab dan encer. Sambil menunggu pesanan minuman dan snack kami lewatkan dengan ngobrol 'ngalor-ngidul' mengenai berbagai hal.
"Bapak tahu tempat ini dari siapa?" ramahku sambil memperhatikan jam tangannya yang keemasan melilit tangannya yang berkulit gelap penuh bulu.
"Ah, saya suka saja tempat ini. Saya kalau ke Jakarta selalu nongkrong di tempat ini," jawabnya sambil mengamati mukaku dengan nuansa selidik. Aku merasakan sepertinya ingin tahu banyak tentang diriku. Aku maklumi sebagai pengusaha sukses Pak Badrun tidak akan begitu saja mempercayai orang yang baru dikenalnya.
"Enak khan tempat ini?" lanjutnya sambil matanya ke arah leher dan kemudian turun ke dadaku seakan seorang interogator sedang memeriksa pesakitannya.
Terus terang aku sendiri terpukau pada penampilan Pak Badrun. Dengan kepalanya yang agak botak dan jidat licin mendukung wajahnya yang nampak angker penuh wibawa.
"Maklum Dik, aku banyak kerja di lapangan yang pertambangan yang keras. Kalau aku ke Jakarta Cafe MR ini menjadi tempatku untuk relaks dan ketemu kawan-kawan"
Ah.. Mata itu kenapa semakin menusuk-nusuk rasanya. Aku mulai merasakan bahwa Pak Badrun ini mempunyai kesukaan yang sama denganku. Suka dengan 'pria cantik" Dan kali ini aku yang kebetulan relasinya mungkin dia pandang 'berkenan di hati'-nya. Terus terang aku menjadi agak grogi.
Agar aku bisa lebih relaks dan menyingkat waktu aku langsung membuka acara pokok mengenai maksud pertemuan ini. Kutawarkan bentuk kerjasama penambangan batubara yang proposalnya telah aku baca. Aku minta pembagian hasil masing-masing 50%.
"Ah, gampang itu Dik," jawabnya nampak enteng, "Semuanya bisa diatur. Aku percaya dan simpati pada usaha Dik Roni koq.," tiba-tiba tangan berlilit jam keemasan itu meraih tanganku dan meremasnya pelan. Aku terkaget namun bisa menahan diri. Aku tetap berpikir agar proyek ini bisa terlaksana. Untuk sementara aku diam sementara dia meneruskan genggaman dan remasannya sambil matanya tak lepas-lepasnya menembusi mataku. Mata yang haus akan responku.
Akhirnya sepenuhnya aku yakin. Pak Badrun memang seorang gay dan pemburu pria. Nampaknya gaya Pak Badrun adalah gaya 'predator' yang siap memangsa aku sebagai korbannya.
"Kalau Pak Badrun setuju saya siapkan MOU (Memorandom Of Understanding) nya,"
"Sudahlah, adik atur saja. Aku percayakan semuanya pada adik" Duuhh.. Remasan ini..
Dan yang terjadi kemudian, aku memandangnya balik sebagai mangsa yang tertaklukan sambil melepaskan senyum 'kekalahan'ku serta tanpa ayal membalas remasannya. Sungguh aku seorang 'kolaborator' sejati. Hasrat syahwatku tiba-tiba hadir dan membayangkan diriku telanjang dalam pelukannya. Aku yakin Pak Badrun akan melahap seluruh tubuhku. Aku akan menikmati dominasinya. Aku akan menikmati bagaimana luluh menjadi mangsanya.
Dia mengajukan kepalanya dan matanya makin dalam menembusi mataku. Aku sudah terperangkap dalam sihir matanya,
"Sebaiknya kita lanjutkan pembicaraan kita di tempat lain. Saya percaya adik bisa memberikan solusi yang tepat. Hasrat saya untuk bekerjasama tak mungkin kubendung lagi" Kata-kata yang penuh bersayap mengalir deras dari wajah yang keras penuh wibawa itu. Aku tahu solusi yang dia maksud. Kupanggil pelayan dan kuberikan Dinners Card-ku.
Selama menunggu kembalinya pelayan saling remas antara aku dan Pak Badrun tanpa jeda,
"Dik, aku sudah ngaceng," bisiknya dengan parau.
Demikianlah nafsu birahi yang besar mendesak-desak akan membuat suarapun menjadi parau. Aku tergetar. Aku yang sudah sepenuhnya dalam sihirnya setuju dengan apapun ucapannya.
Bersambung . . . .