Pualam yang tergores - 3

"Belum.." jawabnya datar untuk kemudian terdengar desahannya. Nafsuku semakin terpacu. Kontolku semakin mengeras dibalik celana dalamku. Aku langsung menyerbu bibir indahnya untuk mencium dan mengulumnya. Dan kali ini ia membalas ciumanku dengan penuh nafsu pula.
Kami berciuman dengan penuh gairah. Tangan-tangan kami mulai liar menelusuri dan meremas-remas setiap bagian tubuh yang dapat tergapai. Tanganku meremas kontolnya yang ereksi dengan kencang dibalik celana panjanganya.
Kami sama-sama mendesah diantara ciuman-ciuman kami yang liar dan penuh nafsu. Tangankupun semakin berani bermain diatas celananya, mengelus dan meremas dengan kencang. Aku berusaha untuk membuka celananya dan menelusupkan jemariku kebalik celana dalamnya.
Kini, kontolnya yang cukup besar telah berada dalam genggamanku. Aku mainkan dengan lembut dan sesekali meremasnya dengan kencang hingga membuatnya mendesah kuat. Ia terus mendesah. Tangannya tak berhenti meremas tubuhku dengan kasar.
Kami sama-sama masyuk kedalam kubangan birahi yang begitu dalam dan pekat hingga tak lagi mampu menyingkapkan tabir baik ataupun tabu dalam bahasa manusia berasusila. Yang ada hanyalah nafsu dan nafsu serta kenikmatan yang bergelora. Kenikmatan yang telah meluluh lantahkan semua keimanan dan batas-batas kewajaran.
Percumbuan kami semakin panas. Bibirku mulai menelusuri lehernya dan melahap ketiaknya yang begitu seksi dan indah dengan bulu-bulu yang lebat. Dan terus kutelusuri hingga kedada. Kumainkan puting susunya dengan bergantian, kuhisap dan kusedot serta sesekali kugigit dengan mesra dan penuh nafsu.
Tubuh Reno menggelinjang dengan kuat sekuat dengan desahan dari bibirnya. Tangannya tak berhenti menggapi-gapai dan meremas rambutku kuat-kuat. Aku semakin melebarkan penjelajahan atas anatomi tubuhnya melalui bibirku hingga terhenti pada bagian yang paling disukai dari tubuh laki-laki.
Sejenak aku berhenti dan menatap kontolnya yang tegang menantang dibalik celana dalamnya yang mini dan seksi serta ketat itu. Kontol itu terlihat begitu indah dan menggairahkan.
Kuremas kontolnya yang bergerak-gerak seolah berusaha untuk membebaskan diri dari kungkungan yang menjeratnya. Kujilat dengan perlahan dan kuhisap ujung kepalanya yang membayang dengan jelas didalam celana dalamnya. Hisapanku semula perlahan hingga kemudian kencang membuat Reno semakin mnggelinjang.
Sesaat aku berhenti untuk membuka singlet yang dikenakan oleh Reno dan kemudian singlet yang aku kenakan. Aku kembali pada mainan terbaik yang pernah kutemukan. Dengan perlahan aku membuka celana dalamnya. Dan mencuatlah kontolnya yang indah menantang. Aku meremasnya sesaat dan menggenggamnya dengan erat. Kontol itu mengejang dalam genggamanku.
Kutelusuri reliefnya yang indah dari pangkal hingga kepala yang terlihat lebih besar dari batangnya. Aku hisap kuat-kuat kepalanya hingga batangnya berusaha aku telan dan masukan dalam mulutku.
Sambil terus menghisap kontolnya, tanganku berusaha untuk melepaskan celana dalam serta celana panjang yang ia kenakan. Kini tubuhnya telah telanjang tanpa sehelai benang sekalipun.
Kutatap sejenak tubuhnya yang polos tergolek diatas kasur busa yang empuk. Tubuh yang indah dan mengundang siapapun untuk menjamahnya. Bibirku kembali menelusuri perut, dada dan akhirnya sampai dibibirnya. Kami kembali saling berciuman mesra. Sebelum akhirnya aku kembali pada kontolnya yang telah menantikan bagiannya dariku.
Aku terus mencumbu bagian tubuhnya yang paling indah dan sensitive itu. Tidak hanya batang dan kepala yang kuhisap tetapi juga buah pelih yang menggantung dan dipenuhi bulu-bulu lembutpun tak luput dari sapuan bibir dan lidahku yang terus saja menjulur bagai ular yang kelaparan.
Jemariku terus bergerilya meremas semua bagian tubuhnya yang masih dapat targapai. Hinga akhirnya kutemukan pelabuhan terkahir tepat dibawah kontolnya. Satu persatu jari-jariku bermain disekitar lubang anusnya yang lagi-lagi ditumbuhi bulu-bulu halus. Satu-persatu pula jemariku menelusuri liang gelap yang menyebarkan aroma seksi dan menggoda.
Reno semakin menggelinjang. Ia berusaha untuk menahan tanganku dianusnya. Tetapi aku terus membuatnya tidak berkutik dengan hisapan-hisapanku dikontolnya itu.
"Oh.. jangan.. jangan.. ahh.. " katanya disela desah nafasnya yang memburu. Aku tidak mempedulikan ucapannya itu bahkan aku mengganggapnya sebagai pecutan untukku dapat berbuat lebih dan lebih.
Ketika lubang anusnya telah sedikit longgar dan licin oleh air liurku maka akupun segera membasahai kontolku dengan air liurku pula. Lalu aku mulai membimbingnya pada posisi yang lebih enak dan tepat.
Sesaat kemudian kulepaskan kontolnya dari mulutku. Aku mengangkat kedua kakinya dan meletakannya dipundakku. Kuangkat sedikit pantatnya dan kutaruh diatas kedua pahaku, dan dengan perlahan-lahan aku mulai membimbing kontolku yang terasa panas dan berdenyut-denyut itu untuk mulai melakukan penetrasi pada anusnya.
Setelah tepat berada dilubang maka perlahan-lahan aku dorong kontolku kedalam lubang anusnya. Dengan disertai desahan dan erangan dari bibir Reno, kepala kontolkupun mulai masuk dan tenggelam dalam liang kenikmatan itu.
"Ohh.. jangan.. jangan.. Sakit.. ohh.. " ia mengerang. Tangannya berusaha menahan pahaku. Tetapi aku tidak mengindahkannya, aku terus mendorong kontolku agar semain dalam dan tenggelam. Dan ketika seluruh kepalaku telah berada dalam anusnya maka dengan sekali sentakan aku dorong pantatku kedepan dan berbarengan dengan teriakan dari mulutnya kontolkupun telah berhasil dengan gemilang menembus lubang pantatnya yang sempit.
Aku memeluknya dengan erat, kenikmatan yang aku rasakan sangatlah indah dan tak dapat terungkap dengan kata-kata. Reno memeluku dengan ketat. Kutatap matanya yang teduh lalu kucium bibirnya yang indah sambil kumulai menggoyangkan pantatku. Kemudian aku terus memacu laju kontolku didalam pantatnya. Selanjutnya kamipun terus bergumul dalam birahi indah yang hanya bisa kami berdua yang menikmatinya saat itu.
Sementara itu malam kian merangkak jauh meninggalkan peraduannya untuk kemudian menyongsong gulita yang semakin pekat. Udara malam yang selalu saja dingin ditambah pula hawa dingin AC diruangan itu serta sepinya malam seolah jadi suatu irama tersendiri yang mampu memacu kami semakin buas dan liar dalam pagutan dan rintihan-rintihan birahi.
Ruangan yang hanya diterangi oleh cahaya televisi yang menyala sesuai dengan keinginannya sendiri menjadi satu sensasi indah yang membaur antara musik, celoteh, serta erangan dan desahan-desahan dari mulut kami berdua.
Aku semakin memacu langkahku untuk semakin mendekati puncak surgawi nan indah yang telah dengan begitu yakin kan mampu terrengkuh olehku. Pendakian yang melelahkan yang telah ditempuh dalam perjalanan panjang penuh liku pada akhirnya semakin dekat diujung pendakian.
Hingga akhirnya pendakian itupun berakhir menjadi sebuah sensasi yang begitu terasa hidup dan meghentak. Seperti halnya sebuah bom waktu yang terlalu lama terdiam menantikan saat-saat pembebasan hingga pada akhirnya meledak dengan suara yang begitu keras menggema. Seperti halnya air bah yang telah terbendung sekian lama hingga tak terhitung berapa banyak air tergenang kini telah bebas menyemburkan air dengan kekuatan terlalu besar untuk dapa tercegah.
Kudorong pantatku sekuat-kuatnya dan membiarkan kontolku tenggelam begitu dalam kedalam liang anusnya. Tubuhku terkulai lemas diatas dadanya. Kupeluk ia dengan sangat erat. Aku hanya ingin mengungkap sebuah kepuasan yang telah tercipta dan terwakili oleh tubuhku yang menggigil kuat.
Reno meremas rambutku dengan kuat dan menselonjorkan kakinya lurus-lurus kedepan. Ia memeluku dengan kuat dan mencium rambutku dan membiarkan tubuhku terkulai sejenak diatas tubuhnya.
Dengan perlahan kucabut kontolku dari dalam liang anusnya. Kami sama-sama mengerang manakala kontolku terlepas. Kubaringkan tubuhku disisinya sambil terus memeluknya. Tiba-tiba Reno membalikkan tubuhnya dan menelusupkan wajahnya kedadaku sambil memeluku erat, dan tiba-tiba ia terisak.
"Kenapa harus seperti ini.. kenapa.. kenapa ini harus terjadi..?" katanya disela-sela tangisnya yang semakin kencang. Aku menjadi bingung karenanya. Ada rasa sesal dan rasa bersalah menggayuti hati dan pikiranku saat itu. Aku tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku tahu dan sadar kalau aku telah bersalah terhadapnya, aku telah mengingkari janjiku. Aku hanya bisa memeluknya dengan erat dan kuciumi seluruh wajahnya penuh rasa bersalah dan juga rasa cinta dan sayang dengan segenap jiwa ragaku.
"Maafkan aku Ren.. maafkan aku.. aku mencintaimu.." hanya itu yang dapat aku ucapkan saat itu. Kubiarkan ia menangis didadaku.
"Ini kan yang kamu cari dari aku..? ini yang kamu inginkan dariku..!" katanya setelah ia berusaha untuk tenang dan menahan perasaannya.
"Maafkan aku Ren.. seharusnya hal ini tidak terjadi.. tapi kamu harus tahu .. aku lakukan ini bukan semata-mata karena nafsu.. tapi karena rasa cinta dan sayangku yang begitu besar padamu.. maafkan aku.. aku akan belajar untuk terus mencintaimu.. meskipun jarak kita begitu jauh.. " aku memeluk tubuhnya semakin kencang, ingin sekali aku melakukan sesuatu untuk dapat menebus kesalahan yang sudah terjadi, tapi aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.
Reno masih sesenggukan didalam dadaku, aku tarik selimut untuk menutupi tubuh kami yang menyatu dalam keadaan masih telanjang dan kembali aku memeluknya dengan erat. Reno menengadahkan mukanya untuk memandangku. Ada rasa sesal, sedih, bahagia dan entah apalagi tersirat dari dalam sorot matanya yang tak berkedip menatapku.
Tak kuasa rasanya aku menatap matanya. Ada rasa bersalah dan juga rasa takut hadir dalam hatiku. Dengan ragu-ragu aku mengusap pipinya dan merengkuh wajahnya hingga mendekat ke wajahku.
Dengan perlahan kukecup keningnya dan kucium bibirnya dengan lembut dan mesra.
"Aku harap kau mau menerima diriku dan juga cintaku.. aku tahu jarak kita terlalu jauh.. kemungkinan kita untuk bertemu sangatlah kecil.. tetapi aku akan berusaha untuk memelihara cintaku.. aku yakin.. kita akan bertemu kembali suatu hari.. walaupun entah kapan dan dimana.." aku kembali mencium bibirnya dengan mesra dan iapun membalasnya dengan lembut dan mesra. Tanganku mulai bergerilya mengusap punggungnya yang terasa dingin oleh AC perlahan jemariku turun hingga kepantanya dan bermain-main sejenak disana untuk kemudian kembali menjelajahi tubuhnya bagian depan. Reno mulai mendesah, ia luruskan tubuhnya dan sedikit membuka kakinya manakala bibirku mulai liar menjelajahi bagian tubuhnya yang paling sensitif itu.
"Aku ingin kau melakukan seperti apa yang sudah aku lakukan padamu sekarang..!" kataku ditelinganya dengan perlahan sementara tanganku terus bermain didaerah genitalnya.
"Tidak.. sebaiknya hentikan.. jangan lakukan lagi.. aku.." katanya diantara suara desahnya. Ia berusaha untuk melepaskan tanganku dari kontolnya.
"Kenapa.. aku ingin kita sama-sama mengalami sesuatu yang sama.. aku ingin kau melakukan itu untukku Ren.. please.. lakukan itu padaku..!" aku tidak peduli dengah penolakannya, aku terus saja mengulum dan membuat kontolnya tegang.
Dengan perlahan aku menaiki tubuhnya sambil jemariku memainkan lubang anusku sendiri untuk dapat dimasuki oleh kontolnya. Beberapa saat kemudian setelah aku merasa cukup aku mulai mengatur posisi tepat diatas kontolnya dan mulai mencoba memasukkan kontolnya kedalam lubang anusku secara perlahan.
Reno berulangkali melarang dan meminta segera menghentikan apa yang aku lakukan tetapi aku tidak mempedulikannya. Aku terus saja berusaha melakukan penetrasi namun belum juga berhasil.
"Please.. jangan lakukan itu.. aku tidak ingin melakukan itu sekarang.. aku hanya ingin kau memelukku saat ini.. " katanya sambil menatapku lembut. Aku melepaskan tanganku dari kontolnya dan mulai membaringkan tubuhku disamping tubuh polosnya. Aku kembali menarik selimut untuk menutupi tubuh kami berdua. Aku menatapnya dengan lembut lalu mencium bibirnya dengan mesra dan untuk selanjutnya merengkuh tubuhnya dalam pelukanku.
"Kamu jadi pulang besok sore..?" tanyanya kemudian.
"Ya.. pekerjaanku sudah selesai.." jawabku datar.
"Maukah kau menunda kepulanganmu barang 1-2 hari lagi..?" katanya kemudian sambil menatapku sekilas lalu menundukkan kepalanya. Ada rasa sedih tergambar dalam raut wajahnya. Aku mendesah dan dapat mengerti apa yang ada dalam hatinya. Dan sesungguhnya aku sendiripun tidak ingin berpisah darinya. Aku tidak ingin meninggalkannya.
"Aku.. aku tidak bisa melakukan itu.. seharusnya dua hari yang lalu aku pulang ke Jakarta tetapi aku menundanya.. karena aku tidak bisa berpisah denganmu.. aku belum sanggup.. aku mencintai kamu.. " kataku perlahan sambil menatap wajah tampannya.
"Kenapa kau tidak menundanya lagi.. kau bisa cari-cari alasan apa.." katanya kemudian.
"Tidak Ren.. sudah tidak ada alasan lagi bagiku.. dan lagi banyak sekali pekerjaanku di kantor.. kasihan mereka yang harus menghandlenya.." jawabku disertai desahan. Reno.. kalau saja kau tahu betapa besar rasa cinta dan sayangku padamu.. kalau saja kau tahu betapa besar ketakutanku untuk berpisah denganmu..
"Ren.. kamu tahu.. aku sangat takut berpisah denganmu.. aku tidak bisa bayangkan bagaimana kujalani hari-hariku tanpamu.. aku pasti aku selalu merindukanmu.. aku tahu aku bakalan nggak bisa berhenti memikirkanmu.. aku akan sangat tersiksa.." kataku sambil terus menatap matanya.
"Di Jakarta kan banyak yang lain.. bisa dicari dengan sangat mudah.. cakep-cakep lagi.." katanya sambil tersenyum.
"Kamu ini.. kamu pikir aku bisa dengan mudah jatuh cinta ataupun bercinta dengan orang..?! Aku tidak semudah itu.. orang ganteng itu banyak memang tetapi.. tidak semua orang bias membuatku jatuh cinta..!" kataku sedikit bernada kencang.
"Ah.. itu kan teorinya.. dan lagi.. kalau ada yang nawarin masa iya nolak terus kan ngga juga.." katanya lagi.
"Terserah deh apa katamu.. kalau kamu menganggap aku tipe orang seperti itu ya sudah.." kataku datar. Aku memejamkan mataku dan menikmati kesendirian disisi tubuhnya. Tiba-tiba ia memelukku dan mengajakku bercanda.
"Wah.. marah nih.. segitu aja marah sih.." katanya dan lagi-lagi jemarinya memainkan ujung hidungku sambil tertawa.
"Aduh.. apa-apaan sih..? sudah ah.. " kataku sambil berlagak marah dan mendorong tubuhnya kesamping. Reno tertawa dan mengambil bantal serta memukulkannya ke wajahku. Kami tertawa bersama dan bercanda dengan saling memukul bantal hingga kami sama-sama lelah hingga terdiam diranjang. Hatiku sangat bahagia waktu itu dan tu semakin membuatku bersedih manakala kuingat kalau besok sore aku harus berpisah dan meninggalkannya disini.
"Mendengar ceritamu tentang Ryan.. kelihatannya aku tidak ada apa-apanya sama sekali.. seperti langit dan bumi.. kalau saja aku harus bersaing dengannya.. aku pasti tidak akan sanggup.. terlalu jauh perbedaan diantra kami.." kataku sesaat setelah sama-sama terdiam.
"Jangan bicara seperti itu.. belum tentu orang ganteng dan memiliki segalanya bisa membuatku jatuh cinta ataupun bisa membuatku merasa tertarik karenanya.. dan kamu.." katanya lalu terdiam.
"Maksudmu.. kamu juga jatuh cinta padaku seperti aku jatuh cinta padamu..?" tanyaku dengan nada girang sambil menatap bola matanya.
"Ah.. sudahlah.. jangan bicarakan hal itu.. aku tidak tahu.." katanya datar. Terlihat ia berusaha untuk menghindar dari pertanyaanku.
"Tidurlah.. besok kan kamu harus kerja.. aku berusaha untuk tidak tidur.. aku ingin memelukmu sepanjang malam.." kataku sambil mencium pipinya dan memeluk tubuhnya. Reno mulai memejamkan matanya. Sejenak kupandangi wajahnya, ada rasa bahagia, bangga dan entah apalagi yang aku rasakan saat itu telah dapat melewati malam terakhir bersamanya.
Malam terus merangkak meninggalkan peraduannya. Gulita yang membayangi waktu terlihat semakin nyata menebar keangkuhan dan keyakinannya menyelimuti bumi beserta seluruh isi jagad raya. Kesunyian yang tercipta di ruang itu terasa semakin sunyi hanya desir angin dari kisi-kisi AC yang menebarkan hawa dingin seolah menjadi saksi akan menyatunya dua jiwa dalam peraduan hati penuh gelora yang seolah tertumpah tanpa ada yang bisa mencegah.
Waktu terus berjalan hingga diujung perjalanan. Hawa dingin yang menyelimuti jalanan yang telah begitu sepi tidak saja meluluhlantahkan debu-debu jalanan tetapi juga setiap insane yang masih saja terjaga entah karena sebuah tugas ataupun keterpaksaan.
Dua insan sesama jenis itu masih saja meringkuk dibalik selimut dalam keadaan masih telanjang. Wajah-wajah yang terlelap diselimuti berjuta rasa dan hanya mereka yang tahu apa yang mereka rasakan.
Perlahan aku menggeliatkan tubuhku dan memeluk tubuh Reno semakin erat manakala kurasakan dingin begitu menusuk hingga tulang tubuhku. Mataku sedikit terjaga dan kupandangi sesaat wajahnya yang masih terlelap tanpa berkedip. Aku tersenyum bahagia mendapati dirinya masih dalam pelukanku manakala aku membuka mataku untuk pertama kalinya dihari itu. Tiba-tiba Reno menggeliat dan memeluku dengan erat. Aku kembali tersenyum. Ia membuka matanya dan menatapku sejenak lalu kembali menutup matanya.
Bersambung . . . .