Permainan kami - 1

Namaku Dina, 25 th. Kantorku adalah klien terbesar dari kantor tempat Andrew (26) bekerja. Kami bertemu pertama kali kemarin saat rapat di kantorku. Tak berapa lama setelah Andrew tiba kembali di kantornya, ia menelponku. Sekedar basa basi hingga pada ajakannya untuk sekedar jalan bareng.

"I am new in town. Would you show me around?" ujarnya kemarin. Andrew seorang Singaporean yang ditugaskan di Jakarta untuk memimpin kantor cabang di Indonesia. Walaupun banyak menggunakan bahasa Inggris, diapun mengerti bahasa Indonesia terlebih karena ibunya adalah orang Indonesia.

"Nggak bisa malam ini, aku harus pergi" ujarku berbohong padahal aku tidak ada acara setelah jam kerja. Aku masih ingin sendiri setelah hubunganku yg berjalan hampir 1,5 tahun terputus 2 minggu lalu.
"How about tomorrow. Nonton yuk"
"Wah aku mau nonton bareng temen-temen besok juga." Kalo yang ini benar karena kami sering keluar bareng. Apalagi hari Jumat. Namun kenyataannya pagi ini aku mendengar satu persatu teman kantorku membatalkan rencana kami. Akhirnya kutelpon Andrew tadi siang.

Dan sekarang, kami sudah berdiri menunggu mobil dinasnya .
"It was a great night" Andrew mencium tanganku. "Thanks"
"I had a great time, too. Makasih juga ya" sahutku.
Kami baru saja menyelesaikan makan malam setelah nonton film. Sambil berdiri di pintu depan menanti supir kantor, Andrew menghisap rokoknya perlahan.
"Besok kan hari Sabtu dan aku tahu kamu tidak perlu masuk kerja. Mampir ke tempatku dulu, yuk." ajaknya sambil menghembuskan asap rokok.
"Ok, why not" beberapa saat kemudian. Kupikir di tempat kost pun tidak ada yang harus aku kerjakan. Sedangkan saat itu jam sudah menunjukkan lewat dari pukul 10 malam. "Yah, kenapa ngga. Sudah saatnya aku nikmati kembali masa sendiriku" pikirku lagi.
Akhirnya kami meluncur ke rumah dinasnya. Menurutnya milik dari bos kantor cabang di Jakarta.

"Wowww.. what is this?" aku yg bukan peminum alkohol agak kaget setelah mencicipi minuman di depanku. Yang menurut Andrew, minuman kesayangannya.
"Sweet martini" ujarnya dari balik bar mini.
"Like it?'
"Mmm.. maybe.." sahutku.
"This is for our night" ujarnya sambil menyentuh gelasku. "Proost"

Aku tidak begitu mengerti apa maksudnya, tapi kuteguk juga minuman tsb tanda mengiyakan ucapannya. Kuingatkan lagi diriku, aku ingin menikmati hidupku kembali. Aku tersenyum sendiri dg pikiranku tadi. Tak terasa sambil berbincang sana kemari, aku malah sudah menghabiskan 3 gelas Sweet Martininya. Dan yang kurasakan kemudian, aku tidak ingin pulang ke kost ku yang sepi.

"You can stay here if you like but I have only 1 bed" bisiknya di kupingku saat kami duduk di sofa ruang tengahnya. Jam sudah menunjukkan pukul 12 lewat. Aku sudah tidak tahu lagi berapa kali Andrew mencium pipiku, bibirku, leherku. Walaupun hanya kecupan-kecupan kecil, aku sudah tidak peduli. Mungkin pengaruh alkohol, dan aku menikmatinya.
"I don't care. Aku pingin tidur sekarang" jawabku sekenanya, kepalaku sudah pening, badanku agak lemas dan ucapanku sudah tidak karuan. Rasanya ingin merebahkan badan.

Andrew mengajakku ke kamarnya. Setelah mengganti baju kerjaku dengan kaos longgarnya, aku duduk di pinggiran tempat tidur. Sedangkan Andrew mengenakan celana pendek saja. Lampu kamarpun sudah dimatikan.
"What's wrong, Din. Come here." Andrew mengelus punggungku halus. Tempat tidurnya terasa amat empuk, seakan memanggilku untuk segera merebahkan diri. Aku sebenarnya tidak yakin kalau bakalan tidur bersama, kukira Andrew akan tidur di sofa.
"Eh iya.. " sahutku sambil membaringkan tubuh di sebelahnya.
Antara sadar dan tak sadar pikiranku masih sibuk sendiri, "Duh, ngapain aku di sini ya.. aku baru kenal dia kemarin.. sekarang aku udah tidur bareng di sebelahnya"

Tubuhku masih memunggunginya. Namun usapan halusnya di punggung, membuat lupa akan kebimbanganku. Seakan teringat lagi akan keinginanku sendiri: aku ingin menikmati kebebasanku. Kubalikkan tubuhku. Mataku sudah terbiasa dengan gelapnya kamar dan dalam keremangan bisa kulihat matanya menatap mataku. Tubuhnya bergeser mendekat, meraihku ke dalam pelukannya. Aku bisa merasakan betapa hangat dada bidangnya.

Wajah kami saling berdekatan. Aku sudah lupa lagi kenapa aku tadi bimbang. Kumajukan wajahku. Lembut diciumnya bibirku. Aku balas lembut juga. Bibirnya menarik bibirku perlahan. Tangannya memeluk tubuhku lebih erat. Lidahnya mencari-cari lidahku. Nafasnya terasa hangat di wajahku. Sudah tak kupikirkan lagi bau alkohol di antara kami yg masih menyengat. Kumainkan lidahku di antara lidahnya. Andrew semakin erat memelukku hingga aku bisa merasakan gumpalan di balik celana pendeknya.

"Agghh.." serunya sambil melepas pelukan kami. Tangannya mengelus-elus celananya. Ada yang menyesakkan di sana.
"Sorry, Din" sambil tangannya mengambil tanganku dan diletakkannya di gumpalan itu.
"Wah.. udah bangun ya, Drew" Aku usap-usap halus celana pendeknya.
"Iya, sayang.." Andrew malah bangun dan membuka celana pendeknya. Pantesan terasa banget, ngga pake celana dalam sih. Tubuh telanjangnya terlihat samar-samar berlutut di hadapanku. Tahu-tahu batang panjang dan besarnya sudah ada di hadapanku. Tanpa sadar aku terduduk dari posisi tidur.

"Suck it, Din" ujarnya sambil menyodorkan penisnya ke mulutku.
Walaupun masih ada rasa kaget, kuraih juga penisnya. Kuusap-usap halus.
"Isep, Din" pintanya lagi. Kumasukan kepala penisnya ke mulutku..pelan-pelan aku masuk keluarkan. Aku berikan ludah sedikit.
"Hhh.. nicee.." seru Andrew keenakan.
"Terus, Din"

Aku teruskan isapanku. Sambil kukocok sedikit demi sedikit. Kumasukan penisnya lebih dalam ke mulut. Sambil kuemut-emut. Sementara erangan Andrew semakin menjadi. Membuatku ingin memuaskannya. Emutan kupercepat, kocokan tanganku pun kukuatkan. Tangan kiriku memainkan buah zakarnya. Kuelus dengan halus, kuberikan sedikit cairan ludah dari penisnya.

Kulepaskan emutanku, kecupanku berpindah ke buah zakarnya. Kujilat perlahan, kumasukan lembut ke mulut. Sementara tangan kananku terus mengocok penis. Usapan tangannya kurasakan di rambut. Kukembalikan mulutku ke penis. Kumasukkan perlahan lagi. Mungkin birahinya sudah semakin memanas, karena kurasakan rambutku semakin acak dibuatnya. Kepalaku pun terasa didorongnya.

Badannya ikut bergoyang maju mundur memasukan penisnya. Agak sakit sebenarnya sewaktu Andrew mendesak penisnya lebih dalam ke mulutku. Tapi kubiarkan, melihatnya keenakan menikmati blow job ini saja sudah membuatku senang. Semakin membuatku menyedot penisnya lebih keras. Lebih keras berulang-ulang. Apalagi erangannya semakin menjadi-jadi.. Remasan tangannya di rambutku pun semakin mengacak.

"Agghh.. Aku keluarr.." bersamaan dengan itu, semprotan cairan asin terasa di mulutku. Badannya mengejang keras. Asin.. dengan rakus kunikmati. Kujilat-jilat seperti orang kelaparan. Kujilat terus seraya membersihkan tumpahan di sekitar penisnya.

Akhirnya Andrew terduduk lemas di sebelahku.
"Makasih, Din. You were great. Aku sampe ngga tahan," ucapnya sambil menciumku. Dibersihkannya sisa cairan mani di sekitar bibirku dengan jilatannya.
"You're welcome. Aku juga suka lihat kamu tadi, Drew" akhirnya keluar juga beberapa kata. Andrew menciumku lagi, kali ini sambil jari kanannya memasuki sela celana dalamku. Karena Andrew tidak punya celana pendek ukuran kecil, aku pakai kaosnya saja tanpa bra tentunya. Daripada nanti sesak tidurku.
"It's wet, hon" kurasakan jarinya menyentuh celana dalamku.
"Kamu sih, bikin aku basah" sahutku manja. Jarinya mencari pinggir celana dalamku. "Suka?" wajahnya dekat sekali ke wajahku. Memainkan hidungnya di hidungku, bikin nafasku semakin panas. Aku mengangguk dengan tatapan pasrah.

Andrew beranjak dan duduk di antara kedua kakiku. Tangannya kembali mengelus-elus CD ku yg mulai terasa lebih basah. Aku memejamkan mataku menikmati usapannya. Tangannya beranjak ke atas, membuka kaosku perlahan. Kemudian diciumnya pangkal dadaku. Perlahan, turun ke bawah ke bongkahan buah dadaku.
"Hmm.." gumamku mengikuti gerakan kecupannya. Lidahnya mengelilingi buah dada kiriku perlahan, terus mengarah ke putingku yg sudah mengeras. Sementara tangannya meremas buah dadaku yg kanan. Semakin lama kecupannya semakin rakus, remasannya pun semakin menjadi-jadi. Diulangnya kecupan tadi di buah dada kananku. Lebih rakus dari yg pertama. Usapan tanganku di kepalanya pun semakin menjadi.

Aksinya terhenti sesaat, Andrew memandangku. "Like it?" aku mengangguk.
"Bangun dikit, Din" tangannya mengajak aku bangun dari dudukku. Walaupun aku agak bingung apa yang akan dilakukannya, kuikuti maunya.
"Berlutut aja, hadap ke dinding ya" kuikuti pintanya.
Kedua tanganku dibawa menempel ke dinding. Nafas alkoholnya kurasakan dibalik telingaku. Perlahan dikecupnya telinga kiriku. Lidahnya menelusuri daun telingaku. Bibirnya pun ikut menggigit perlahan. "Ahh.. " semakin membuatku panas.

Tangan kirinya merayap perlahan di perutku, sementara tangan kanannya bermain di telinga kananku. Kurasakan diriku terbuai dan terbawa irama permainannya.
Bibirnya beranjak dari balik telinga kiriku ke arah tengkuk. Dikecup dan dijilatnya perlahan. Wowww.. aku semakin tak bisa menahan gairah. Badanku pun bergoyang menahan birahi. Tangan kanannya kurasakan merayap menuruni tanganku ke arah belakang pundak. Kemudian ke depan, dielusnya perlahan buah dadaku. Penisnya yang kuyakin sudah membesar lagi, terasa menekan pantatku. Tangan kirinya sudah bermain lagi di cela celana dalamku. Kali ini lebih bernafsu.., mengusap.., menggosok.., menusuk.. gerakannya begitu cepat. Nafasku pun mulai tak teratur. Vaginaku pun sudah semakin basah.

"Masukin sayang, masukin.. aku ga tahan lagi" Tapi Andrew mengacuhkan pintaku. Diputarnya badanku lagi, ditidurkannya aku melintang di tempat tidur besarnya. Dibukanya celana dalamku yang sudah basah dari tadi. Yang terjadi kemudian tidak pernah kubayangkan. Secepat kilat dibukanya laci kecil di sebelah tempat tidurnya, aku tidak begitu jelas apa lagi yang akan dilakukannya.
"Pernah pake ini sayang?" diulurkannya dildo ke hadapanku. Sebuah penis buatan dengan ukuran panjang krg lBH 16 cm berdiameter krg lBH 4 cm lengkap dengan 2 buah zakarnya.
"Ngga, aku ga pernah. Mau diapain, Drew" tatapku dengan agak terbelalak.
"Rileks aja, Din. Ngga sakit kok. Percaya sama aku ya" aku mengangguk saja perlahan.

Kepalanya mengarah ke vaginaku. Dikecupnya vaginaku, dijilat dengan penuh kerakusan. Membuat aku melupakan keherananku. Bibir vaginaku dijilatnya bergantian. Kadang melingkar. Lidahnya dijulurkannya ke dalam lebih dalam, membuat aku menggelinjang akan sensasi yang diberikannya.

"Aghh.. enak, Drew." Tanganku ikut mengusap dan mendorong kepalanya. Minta lebih dalam memasukkan lidahnya.
Jilatannya beranjak dari vagina ke klitorisku. Gigitan kecil dan lembut membuat aku semakin menghentak-hentakkan pantatku. Bukannya kewalahan mengatasi gerakanku jilatannya malah semakin menjadi-jadi. Akupun tak tahan menahan kegilaannya.

"Agghh.." antara kaget dan rasa nikmat, kurasakan sesuatu memasuki lubang vaginaku. Andrew mempercepat jilatannya di klitorisku. Tak mungkin penisnya. Dildo, pasti dildo.. pikirku menebak-nebak di antara rasa nikmat dan kekagetanku.

Kurasakan Andrew mendorong perlahan dan membiarkan 1/2 dildo menguak vaginaku. Sementara lidahnya masih terus menjilat klitoris. Mengalihkan pikiranku dari permainannya yang lain. Perlahan, akupun mulai menikmati. Melihat aku sudah tidak terkejut lagi dengan dildonya, Andrew memundurkan badannya. Melepas jilatannya. Menikmati pemandangan di depannya. Dikuaknya pahaku lebih lebar lagi. Dibiarkannya barang mainannya bertengger di lubangku.

"Terus, Drew.. please.." pintaku. Andrew tersenyum puas.
"Suka sayang?? " kuanggukan kepalaku.
Andrew mendorong lebih dalam.
"Agghh.." luapan kenikmatan akan sensasi dildo membuat aku tak bisa menguasai suaraku. Antara pekik dan nikmat. Gerakan perlahan Andrew, tetap pada iramanya. Semakin membuatku penasaran.
"Terus Drew, terus.."
Didorongnya lebih dalam. Aku menggelinjang menahan sensasi nya. Andrew semakin kegirangan melihat aku menikmati permainannya. Dikeluarkannya perlahan.
"Andrew..??" seperti tak rela dildo dikeluarkan, kurasakan vaginaku menjepit-jepit perlahan. Ikut berontak meminta sensasi yang lebih.
"Drew please.." aku sudah lupa akan rasa anehku akan benda itu. Yang kutahu benda itu memberikan kenikmatan yang tiada tara.
Andrew memasukkan lagi. Masih 1/2 nya, "Agghh.." nikmatnya.
Perlahan kemudian dikeluarkan lagi, dimasukkan lagi 1/2 nya. Begitu terus berulang-ulang membuat aku semakin penasaran.
"Andrewww.. semuanyaa..pleasee.." pintaku di sela-sela nafasku yang semakin tak karuan. Andrew tersenyum

Didorongnya lebih dalam, bless.. masuk semua. Aku tersentak, tidak percaya Andrew melakukan langsung apa yang aku pinta. Kepalaku ikut terbangun. Tapi kemudian kurasakan kenikmatan yg luar biasa. Belum lagi kuresapi lebih lama, kurasakan Andrew menarik keluar kembali. Seperti kehilangan yg berharga aku sodorkan pantatku mengikuti gerakan keluarnya. Tapi kemudian dorongan keras ke arah dalam kembali seakan menjawab kelaparanku. Bless.. aku tersentak kembali.
"Gila kamu, Drew.." Andrew hanya tertawa menikmati permainannya.

Dorongannya berubah menjadi lebih cepat, membuat badanku melimbung kian kemari. Bukan hanya semakin cepat, tetapi juga semakin keras.. cepat dan keras terus menerus tanpa memberikan kesempatan bagiku menarik nafasku. Kulihat Andrew pun ikut menahan nafasnya. Tatapan matanya semakin garang, menikmati, mulutnyapun tak henti henti berucap "Fuck you..fuck you.."
"Like that honey..?" posisi tubuhnya kemudian berubah, Andrew berlutut di sampingku. Tangan kanannya sibuk dg dildo di vaginaku, tangan kirinya mengocok penisnya yg sudah tegang. Ikut terbawa akan panasnya birahi.

Gerakan yang semakin cepat dan mengeras menguak lubang vaginaku membawa aku ke titik puncak. Hingga aku tak tahan lagi menahan luapan. Kedua pahaku kututup begitu cepatnya, mengejang, menahan, meluap..
"Aghh.. aku keluaarr.." kurasakan cairan membasahi dildo. Andrew mengeluarkan mainannya dari vaginaku. Tangan kanannya berpindah mengocok penisnya. Kencang semakin kencang. Kulihat genggamannya pun semakin keras. Tubuhnya pun

mengejang. "AAgghh.." bersamaan dengan teriakan puasnya, air maninya muncrat beberapa kali ke perutku. Pemandangan yang menakjubkan.
Andrew terduduk lemas dan memandangku yang masih basah bersimbah keringat. Badanku masih bergelinjang sedikit, masih bereaksi atas kenikmatan tadi.
Kumainkan air maninya di perutku. Andrew memberikan kaosku, kubersihkan perutku.

"Huffhh.." aku menghembuskan nafas panjang.
"Enjoyed it?" Andrew menjilat dildonya dan menyodorkan ke hadapanku.
"Ya.." Aku mengangguk. Kupegang mainan itu. Woowww.., kayak beneran, kukira keras, tapi hampir sama seperti aslinya.

Selanjutnya kami bercengkerama memainkan dildo. Memegang, menggosok-gosok, mengusap-usap.. Aku masih tidak percaya mainan itu bisa memuaskanku. Akhirnya kami tertidur tanpa melakukan persetubuhan sesungguhnya.

Bersambung . . . .