Pada akhir tahun - 2

Jantungku berdetak semakin kencang saat kurasakan penis Pak Edy menyapu bibir vaginaku, seharusnya aku menjerit marah tapi tanpa bisa kutahan lagi justru kubuka kakiku lebar-lebar, entah mengapa, malahan aku ingin membuka mataku melihat ekspresi kemenangan darinya yang telah berhasil menikmati tubuhku, tapi tetap saja terasa berat, kelopak mataku seakan lengket, aku menahan napas saat kejantanannya menembus liang sempit vaginaku, kurasakan nikmat yang berbeda.

Dia mulai mengocok vaginaku, pelan pelan kejantanannya keluar masuk, kugigit bibirku untuk menahan desah kenikmatanku, tapi tetap tidak berhasil, aku mendesah makin keras, mereguk kenikmatan yang diberikan Pak Edy. Tubuhnya ditelungkupkan di atasku, tanpa dapat kucegah lagi tanganku memeluknya, dan baru kusadari kalau ternyata dia masih berpakaian, ketika tanganku meraba pantatnya yang turun naik mengocokku, ternyata dia tidak melepas celananya, sungguh kurang ajar dia, pikirku.

Kocokannya makin cepat menghunjam vaginaku, di tengah asyiknya mengarungi lautan kenikmatan, tiba tiba kurasakan denyutan hebat dari penisnya dan cairan hangat membasahi liang vaginaku, dia menjerit nikmat dalam orgasme hingga secara refleks aku ikut menjerit karena terkejut. Agak kecewa juga mendapati dia begitu cepat mencapai orgasme, padahal aku menginginkannya lebih lama lagi, dengan kasar dia langsung mencabut kejantanannya dari vaginaku, sesaat kemudian kudengar bunyi resliting ditutup, dia turun dari ranjang dan tak lama kemudian kudengar dia keluar kamar tanpa mengucapkan sepatah katapun.

Aku merasa terhina dengan perlakuannya itu, tapi apa mau dikata, tubuhku masih lemas meskipun gairahku masih menggelora. Aku berharap suamiku datang mengisi kekosonganku ini, tapi mana mungkin, dia tidak tahu aku dimana, kupaksakan kubuka mataku, tapi pandanganku masih samar dan kabur. Dengan masih tergolek tak berdaya, akhirnya kuputuskan untuk istirahat dulu sambil dengan tak sadar tanganku memainkan klitorisku hingga aku tertidur tanpa ada penyelesaian.

Belum sempat aku tertidur pulas, kurasakan sesuatu kembali menindih tubuhku, kupaksakan untuk membuka mata, meski samar aku masih bisa mengenali wajah itu, yang jelas bukan Pak Edy apalagi suamiku, meski tubuhku masih tidak bertenaga tapi ingatanku masih bisa bekerja meski tidak sebaik biasanya, wajah itu tak asing lagi bagiku, dia adalah salah seorang rekan suamiku di kantor, aku tak tahu namanya tapi dia salah seorang manager di bagian keuangan.

Tentu saja aku ingin berontak tapi tenagaku hilang sama sekali, apalagi dalam tindihan tubuh yang besar, sungguh aku tiada berdaya, bahkan berucap pun lidah terasa berat, hanya bibirku yang bergerak tanpa suara, kecuali hanya desisan. Dengan liarnya dia menciumi pipi dan leherku, sesekali dilumatnya bibirku, anehnya bukannya perasaan muak tapi justru perasaan nikmat yang kurasakan, semakin dia meraba tubuhku semakin nikmat rasanya, aku seperti cacing kepanasan, tak ayal lagi akupun mulai mendesis tanpa bisa kukontrol lagi desisanku, bahkan kubalas lumatan di bibirku, aku tak tahu apa yang terjadi dengan diriku, sungguh memalukan.

Nikmatnya makin tinggi rasanya ketika dia mengulum putingku, menjilatinya dengan liar, tanpa malu akupun mendesis dalam birahi, kuremas rambutnya. Dia berusaha melepas gaunku yang sudah tidak karuan menempel di tubuhku, bukannya marah tapi aku malah mempermudahnya. Kini tubuhku telah telanjang di hadapannya, hilang sudah keanggunan yang kupertontonkan di ruangan pesta tadi, aku tergolek tak berdaya di hadapannya, bahkan kakiku kubuka lebar sambil berharap dia segera melakukannya.

Kurasakan usapan kepala penisnya di vaginaku, dengan sekali dorongan keras meluncurlah penis yang terbungkus kondom itu mengisi liang vaginaku, aku terhenyak kaget akan kekasarannya, tubuhku menggeliat nikmat, cairan sperma Pak Edy yang masih tertinggal di vaginaku memudahkan penisnya sliding dengan cepatnya, kasar dan liar kocokannya sambil tangannya meremas-remas kedua buah dadaku, pinggulku ikut bergoyang mengimbangi irama permainannya, desahan nikmat keluar dari mulutku tanpa bisa kutahan lagi. Mataku tetap terpejam selama dia menyetubuhiku, rasanya masih begitu berat untuk dibuka.

Aku hanya bisa mendesah dalam kenikmatan, dia mengangkat kaki kananku dan ditumpangkan ke pundaknya, penisnya makin dalam mengisi liang vaginaku, desahanku semakin lepas tanpa bisa kutahan. Cengkeraman di buah dadaku makin kuat dan tak lama kemudian kurasakan denyutan kuat dari spermanya diiringi teriakan orgasme, aku pasrah menikmatinya, padahal tanpa sadar aku masih menginginkan lebih dari itu. Tanpa sepatah katapun dia langsung mencabut keluar penisnya dan turun dari ranjang, kembali aku harus menerima perlakuan yang cukup menghinakan ini.

Tapi semenit kemudian kurasakan dia naik ranjang lagi, diusapnya buah dadaku sambil meremas-remas gemas lalu dijilatinya kedua putingku sebelum akhirnya dia mengulumnya, aku kembali mendesis nikmat. Tanpa menunggu lebih lama lagi, dia memasukkan penisnya tanpa kondom ke vaginaku, aku kaget karena penisnya begitu keras padahal dia baru saja orgasme, sungguh luar biasa, pikirku.

Pelan pelan dia mulai mengocok, terasa nikmat, sepertinya penisnya lebih besar daripada sebelumnya, kali ini lebih nikmat apalagi dengan kocokan yang penuh perasaan, tidak kasar seperti tadi. Aku makin menikmati irama permainannya yang slow but sure, membawa birahiku dengan cepat terbang tinggi, desahan demi desahan keluar dari bibirku, kubalas kuluman bibirnya, terasa lembut dan menggairahkan. Dia memegangi kakiku dan membukanya lebar, dikulumnya jari jari kakiku, aku menggeliat geli dan nikmat, mendesah tanpa kendali, sungguh nikmat, kocokannya makin cepat meski dengan irama tetap. Tiba tiba dia mengocokku cepat sekali lalu dengan cepatnya menarik keluar, kurasakan cairan hangat menyirami perutku diiringi teriakannya, dia kembali mengeluarkan sperma di atasku. Seperti sebelumnya, dengan tanpa suara dia turun dari ranjang, dan kembali aku dibuat heran ketika dia kembali naik ke ranjang tak lama kemudian, what the hell is this?

Ia mengusap seluruh tubuhku dengan selimut atau handuk, aku tak tahu, lalu langsung menindihku, melumat bibirku dengan rakus, sepertinya tubuhnya lebih berat daripada sebelumnya hingga sesak napas aku dibuatnya. Dengan masih belum juga melepas pakaiannya, padahal aku sudah bermandikan keringat. Lidahnya menyusuri leherku dan berhenti di kedua puncak bukit di dada, aku mendesis nikmat untuk kesekian kalinya, dengan tanpa malu aku mendesah dan menggeliat mengungkapkan ekspresi kenikmatan yang kudapat.
"Biarlah, toh dia sudah menikmati tubuhku", pikirku.
Maka akupun semakin lepas merintih kenikmatan. Penisnya langsung melesak ke dalam vaginaku. Lebih kecil kali ini, hanya beberapa kali kocokan dia sudah menyemburkan spermanya di vaginaku, terasa hangat membanjir, didiamkannya beberapa saat tanpa gerakan hingga keluar dengan sendirinya. Dia turun dari ranjang lalu naik lagi dan langsung memasukkan penisnya.

Aku terkejut, begitu cepat penisnya membesar, kini terasa sesak di vaginaku, suatu perbedaan yang sangat cepat. Penasaran aku dibuatnya, kucoba untuk membuka mataku tapi kelopak mataku masih sangat berat seakan menutup rapat, penis besar itu sliding keluar masuk, ada rasa nyeri dan nikmat bercampur menjadi satu, kocokannya makin lama makin nikmat membawaku ke puncak kenikmatan. Tak dapat dihindari lagi akupun orgasme dalam pelukannya, tubuhku menegang seakan menumpahkan segala hasrat nan membara sedari tadi, tak lama diapun mengikutiku ke puncak kenikmatan.

Denyutannya begitu hebat melanda dinding-dinding vaginaku, dicabutnya keluar untuk menumpahkan tampungan spermanya di kondom ke dada dan perutku, aku hanya bisa diam pasrah tanpa protes mendapat perlakuan seperti ini, dia turun dari ranjang dan kali ini tidak naik lagi. Napasku turun naik mendapatkan percumbuan yang baru terjadi, rasa kantuk hebat melandaku di kesendirian ini, entah apa yang dilakukannya di kamar ini, aku tak peduli, aku hanya ingin tidur sejenak sebelum bergabung kembali dengan suamiku.

Aku masih sempat melayani nafsunya beberapa kali lagi sebelum akhirnya dia benar benar membiarkanku sendiri terlelap dalam tidurku.
"Nggak usah khawatir, obatnya bisa bertahan sampai pagi kalau tidak diberikan obat anti-nya", sayup-sayup masih kudengar orang berkata entah pada siapa dan apa maksudnya, tapi aku keburu benar-benar terlelap.
Aku terbangun ketika kurasakan percikan air di mukaku, kubuka mataku yang sudah tidak seberat tadi meski masih juga terasa berat. Pak Edy duduk di sampingku dengan senyumannya yang menawan seakan tak pernah terjadi apapun. Dia menutupi tubuh telanjangku dengan handuk.
"Minumlah ini biar segar", dia memberiku secangkir teh hangat yang aromanya keras menusuk. Benar saja badanku terasa lebih segar setelah minum, rasa hangat menjalar ke sekujur tubuhku.
"Sana bersihkan tubuhmu, lalu kita turun", katanya sopan, meski tanpa sebutan Ibu lagi, sungguh berbeda dari sebelumnya.

Kubersihkan tubuhku dari sisa-sisa sperma, kusiram dengan air hangat hingga badanku terasa fresh lagi. Dengan hanya berbalut handuk aku keluar kamar mandi. Tak kusangka ternyata Pak Edy sudah menungguku di ranjang dalam keadaan telanjang, aku berdiri bengong mematung melihatnya.
"Tapi..", aku berusaha mengelak karena vaginaku masih terasa panas. Entah berapa kali aku tadi disetubuhinya.
"Aku ingin melakukannya dengan suasana yang lain, lagian kita masih punya waktu setengah jam lebih sebelum tengah malam", katanya sambil menepuk nepuk bantal di sebelahnya.

Akhirnya "terpaksa" aku menuruti keinginan asisten suamiku itu untuk melampiaskan nafsu birahinya pada istri atasannya. Kami bercinta dengan penuh nafsu seperti sepasang kekasih yang dimabuk birahi, tak kusangka dia seorang pemain cinta yang hebat. Kami bercinta dengan berbagai posisi, hampir kewalahan aku melayaninya, nafsunya sungguh besar dan pintar mengatur ritme permainan, dia begitu mengerti liku-liku daerah erotis wanita, aku benar-benar merasa puas dibuatnya.

Kami orgasme bersamaan, dia membanjiri vaginaku tepat ketika kembang api meletus di udara menandai pergantian tahun.
"Happy New Year", ucapnya sambil mengecup kening dan bibirku.
Kami masih telanjang dan saling berpelukan, kubalas dengan mesra kecupan di bibirnya.
"Ayo, kita harus segera bergabung dengan mereka sebelum suamiku sadar akan ketidak hadiranku", kataku mendorongnya turun dari tubuhku.
Segera kukenakan kembali gaun merahku, tak kutemukan mini panty yang tadi kukenakan, akhirnya kuputuskan untuk segera berlalu tanpa panty ke pesta. Kurapikan pakaian, make up dan rambutku untuk bersiap turun. Tiba tiba Pak Edy memelukku dari belakang.
"Let's do it again quickly", bisiknya.

Aku ingin menolaknya tapi aku juga ingin menikmatinya sekali lagi. Dia mendudukkanku di meja, disingkapkannya gaunku hingga ke perut, vaginaku terbuka menantang, dengan hanya membuka resliting celananya dia melesakkan kembali penisnya ke vaginaku, mengocok dengan cepatnya sambil meremas buah dadaku, aku mendesis seperti yang kulakukan sebelumnya, dan kamipun kembali orgasme bersama. Dia menciumku mesra. Kembali kurapikan penampilanku sebelum kami keluar kamar sendiri-sendiri, untuk mencegah hal yang tidak diinginkan. Entah sudah berapa lama aku berada di kamar itu.

Suasana ballroom sudah sangat berbeda dari waktu kutinggal tadi. Susunan kursi sudah berubah semua, hal itu biasa terjadi saat pesta berlangsung. Kucari-cari suamiku tapi tidak kutemukan. Beberapa pasang mata melihatku dengan pandangan yang menelanjangiku, tapi aku tetap percaya diri dengan penampilanku, meski tanpa underwear. Akhirnya kutemukan suamiku di pojok ruangan, mengenakan topi kerucut tahun baru dan memegang terompet, dia terlihat begitu bahagia.

"Selamat Tahun Baru, Sayang", ucapnya sambil mengecup bibirku yang kubalas dengan kecupan mesra.
Sepertinya dia masih tidak sadar kalau aku sempat menghilang. Kulihat Pak Edy menghampiri kami dan mengucapkan hal yang sama, seakan tak pernah terjadi apapun di antara kami. Akhirnya the party is over, para panitia berbaris di depan pintu menerima ucapan selamat dari para undangan, sekalian berpamitan pulang. Kulihat wajah-wajah yang kukenal, tapi lebih banyak tidak kukenal, di antaranya adalah orang yang tadi menyetubuhiku "berulang-ulang".

"You have wonderful wife", katanya pada suamiku.
"Thanks Pak Kris", jawab suamiku sambil memelukku tanpa tahu apa maksudnya.
"Selamat Tahun Baru Pak Hendra, Anda beruntung punya istri seperti dia", ucap orang lain lagi yang tidak kukenal.
"Sama sama, terima kasih Pak Dwi", jawab suamiku bangga.
"Happy New Year, istri anda sungguh luar biasa, thank telah memberiku kesempatan" orang asing lagi yang memujiku, padahal aku merasa pernah bertemu dengannya.
"Sama-sama, anda bisa saja", balas suamiku.
"Rupanya kamu punya banyak penggemar", bisik suamiku sambil menyalami tamu lainnya yang berpamitan pulang.
"Habis Papa ninggalin aku, jadi kuterima saja ajakan dance setiap orang, Papa nggak marah kan", jawabku berbohong sambil mencubit lengannya.
"Nggak apa, asal kamu menikmatinya", jawab suamiku polos.

Akhirnya kami kembali ke kamar pukul 1:30 dini hari, dengan menyesal aku menolak keinginan suamiku untuk melanjutkan foreplay tadi sore karena vaginaku masih terasa memar dan nyeri, dan kamipun tertidur dengan kenangan melepas tahun pergantian tahun yang berbeda.

Belakangan aku diberi tahu Pak Edy kalau yang menyetubuhiku "berulang-ulang" itu sebenarnya bukanlah satu orang, tapi beberapa orang, paling tidak 3 orang rekan seclub golf, yang lain dia tidak mengenalnya. Dia tidak mau menyebutkan jumlah pastinya, apalagi nama-nama orangnya. Ini membuatku penasaran sampai sekarang. Sungguh kelewatan kalau aku tidak tahu orang yang telah menikmati tubuhku. Jangankan namanya, wajahnya saja aku tidak tahu kecuali Pak Edy dan yang disebut suamiku Pak Kris tadi. Dia tidak pernah membenarkan atau membantah kecurigaanku bahwa obat yang dia sebut Panadol itu sebenarnya adalah obat perangsang.

Tamat