Kisah keluargaku - 2

Sementara Kakek sibuk menciumiku, Ayah beralih ke Paman. Dengan bernafsu, Ayah memeluk tubuh telanjang Paman dari belakang. Pamanku juga termasuk bibit unggul. Ketampanannya turunan dari gen Kakek. Sejak kecil, Paman sudha dibiasakan Kakek untuk berolahraga sehingga badan Paman juga tak mengecewakan. Dadanya bidang dan lebar, dengan dua puting yang tegang melenting.
Dada Paman memang mulus sekali, tapi di sekitar putingnya tumbuh buku-bulu halus. Paman hanya bisa mendesah-desah saat Ayah meremas-remas dadanya dari belakang. Kontol Ayah sejajar dengan lubang anus Paman, tapi Ayah belum mau menyodominya. Jelas sekali ayahku sedang terangsang berat, sebab kontolnya bocor dengan precum. Kontolku sendiri terus saja mengeluarkan precum, tak tahan disedot-sedot oleh mulut Paman.
"Oohh.. Hhoosshh.. Hhohh.. Oohh.." desahku, jantungku berdegup kencang.
Sedotan Paman memang top. Kurasakan pejuhku seakan-akan sedang dihisap keluar perlahan-lahan. Precum mengalir makin banyak dari kontolku ke dalam mulut Paman.
"Hhoohh.. Aahh.. Oohh.." Tubuhku mendadak kaku saat orgasme akan menjelang. Keringatku mengalir deras dari pori-poriku saat saya berjuang untuk menahan orgasmeku, tapi saya tak bisa. Sebentar lagi saya akan ngecret!
"Oohh.. Saya mau.. Ooh.. Ngecret!!" Seusai mengucapkan kalimat itu, kontolku meledak. Pejuh yang hangat dan lezat tumpah ruah ke dalam mulut Paman.
"Aargghh!! Oohh!! Aargghh!! Oohh!!" Sekujur tubuhku yang telanjang bulat mengejang-ngejang. Kakek memegangi tubuhku agar saya tidak terjatuh. Rasanya nikmat sekali ngecret di dalam pelukan kakekku yang seksi itu. Ccrroott!! Ccrroott!! Ccrroott!!
Kakekku membelai-belai rambutku seraya berbisik, "Ya, keluarkan saja semuanya, Rob.. Aahh.. Jangan ditahan.. Aahh, yah, begitu. Ayo, tembakkan saja.. Oohh.. Kakek suka lihat kontolmu ngecret. Oh.. Ngecret saja terus.. Aahh.. Yyeeaah.."
Tubuhku dipeluk erat-erat; saya merasa aman dalam lindungan Kakek. Tubuhku terus saja mengejang dan bergetar sampai tetes pejuh yang penghabisan.
"Oohh.. Enak kan? Kakek bangga padamu, Robert.." Pipiku mendapatkan ciuman mesra dari Kakek sementara saya bernapas tersengal-sengal. Orgasme tadi adalah orgasme terhebat yang pernah kualami.
Kulihat Pamanku duduk bersila di ranjang, tubuhnya pun bersimbah keringat. Paman nampak jauh lebih seksi saat bertelanjang bulat. Noda-noda pejuhku tampak menghiasi bibir dan dagunya.
"Enak banget pejuh loe, Rob. Gue suka banget.."
Entah dorongan dari mana, tiba-tiba saya mendekati pamanku dan menghadiahkan sebuah ciuman di pipinya. Ciuman yang sangat sarat dengan nafsu. Pamanku menyambutnya dengan penuh nafsu juga. Kami berangkulan dan saling mencium. Ayah dan Kakek hanya memandang aksi kami dengan senyuman lebar.
"Kini saatnya kamu untuk diinisiasi, Robert", kata Ayahku saat Paman dan saya selesai berciuman.
Ayahku membimbingku turun dari ranjang. Saya diposisikan telentang di atas lantai, dengan beberapa bantal untuk menyangga pinggulku. Jantungku berdebar-debar, menanti saat-saat ketika ayahku akan menyodomiku. Saya memang belum pernah menyaksikan film porno gay ataupun foto-foto gay, tapi bisa kubayangkan betapa sakitnya disodomi dngan kontol besar milik ayahku.
Saya merinding sedikit, membayangkan derita yang harus kulalui. Tapi nafsu masih membungkusku; saya ingin sekali disodomi. Lagipula, sudah tugasku sebagai anak yang patuh untuk membahagiakan ayahku. Ayahku berlutut di sampingku, tangannya mengelus-ngelus dadaku yang berkeringat.
"Aahh.. Oohh.. Hhoohh.." erangku saat ayahku memasukkan jarinya ke dalam anusku.
"Kamu masih ketat," komentar ayahku puas.
Selama beberapa menit, Ayah menyodomiku dengan jarinya. Tujuannya agar saya terbiasa. Mula-mula, memang terasa sangat tidak nyaman. Terbaring di lantai yang dingin, saya hanya bisa mengerang-erang, merasakan jari ayahku menghajar anusku. Semakin lama, ritme ngentotnya menjadi cepat. Napasku tersengal-sengal, menikmati sodokan jarinya itu.
"Kamu akan membuat Ayah senang dengan pantatmu, Rob. Ayah cinta padamu", sambung ayahku sambil mendaratkan sebuah kecupan manis di keningku.
Napasnya yang berat dan menderu terdengar keras di telingaku. Ayah terus menyodomiku dengan jarinya sambil tersenyum mesum padaku.
"Kamu pasti akan suka dengan kontol Ayah, Robert.." Ayah sengaja menggoyang-goyangkan kontol ngacengnya di dekatku. Mataku bergerak mengikuti gerakan kontolnya.
Kontol Ayah memang indah. Tegak, tinggi menjulang, bersunat, dengan kepala berbentuk seperti helm baja. Precum telah membuat kepala kontolnya berkilauan, tertimpa cahaya lampu. Kontol itu berdenyut-denyut, nampak hidup. Penampilan kontol itu begitu memukau sehingga aku merasa bahwa aku harus memegangnya. Tanganku agak bergetar saat saya mencoba untuk menjamah kontol itu.
Namun saat kontol hangat itu berada di dalam genggaman tanganku, saya merasa tenang dan bahagia. Kontol itu akan memberi kebahagiaan padaku. Ayahku hanya tersenyum padaku, menyaksikan betapa saya menyukai kontolnya. Pelan-pelan, saya mencoba untuk mengocok-ngocok kontol ayahku. Nampak bahwa ayahku menikmatinya sekali sehingga dia tak henti-hentinya mengerang.., "Oohh.. Aahh.. Hhoohh.."
Kakek dan Paman segera bergabung dengan kami. Kakek, berlutut, memposisikan kontolnya di dekat kepalaku sementara Paman duduk di dekat kontolku. Saya yang sedang terbaring merasa semakin terangsang. Tiga orang pria bibit unggul yang notabene adalah keluarga kandungku sendiri akan menghomoiku ramai-ramai.
Kakek berkata, "Robert, kamu akan disodomi ramai-ramai secara bergantian. Ayahmu akan melakukannya terlebih dahulu karena kamu lahir dari spermanya. Setelah itu, Kakek dan Paman akan menyodomimu. Kami bertiga akan ngecret di dalam tubuhmu. Sperma kami akan menyatu dengan tubuhmu dan selamanya kamu akan selalu ketagihan untuk menjadi seorang homoseksual. Apakah kamu siap, cucuku?"
Tak ada lagi keraguan di hatiku, saya siap diinisiasi menjadi seorang homoseksual. Anggukanku sudah cukup untuk menjadi sebuah jawaban ya.
"Aarrgghh.." erangku saat Ayah mencabut jarinya.
Untuk sesaat, saya merasa kosong dan hampa, rindu akan kehangatan jarinya. Kulihat ayahku mulai mengambil posisi. Kedua kakiku diangkat tinggi dan ditaruh di atas pundaknya yang kokoh. Anusku terekspos, berdenyut-denyut menanti kontol ayahku. Agar mudah mengentot, ayahku memutuskan untuk duduk di lantai. Badanku lalu ditarik ke arahnya.
"Oohh.." desahku saat kepala kontolnya menyentuh anusku. Kekerasan batang kontolnya terasa sekali, seperti batang baja.
"Aahh.." desahku lagi saat kubayangkan kontol itu menembus masuk ke dalam tubuhku.
"Anakku, Ayah masuk, yach? Tahan saja sakitnya. Nanti juga akan terasa nikmat sekali, kok.."
Mata ayahku menyala-nyala dengan kobaran api birahi. Air liurnya hampir menetes keluar saat dia melihat tubuhku yang seksi telentang bugil di hadapannya. Ketika Ayah mulai mendorong kontolnya, saya hanya dapat menahan napas sambil melingkarkan kakiku kuat-kuat di lehernya, bersiap untuk menahan rasa sakit.
"Oohh.. Pantatmu sempit banget, Rob.. Hhoohh.." erang ayahku, wajahnya meringis menahan nikmat.
"Hhoohh.. Aahh.." erangku saat lubang anusku dipaksa masuk oleh kontol ayahku.
Lubang yang sempit itu pelan-pelan membuka akibat sodokan kontol itu. Semakin lebar anusku terbuka, semakin sakit rasanya. Rasa sakit itu datang karena pergesekkan antara kontol ayahku dan anusku yang sama sekali tak berpelumas.
"Aarrgghh.. Sakit, Yah.. Oohh.. Perih.. Aahh.." rintihku, air mataku berlinang. Rasanya seperti sedang dibelah dua oleh kontol itu.
"Aarrgghh.."
"Tahan, Nak. Rasa sakit itu akan hilang," hibur Paman, mengelus-ngelus dadaku.
"Paman dulu juga begitu. Tahan saja dan kamu akan terbiasa.."
Tangannya sengaja bergerak ke kontolku yang masih ngaceng. Kemudian, kontolku dikocok-kocok agar saya merasa nikmat. Meskipun Paman terdengar bersimpati padaku, namun wajahnya nampak sangat bergairah melihat kesakitan yang kuderita. Seakan-akan, semakin saya mengerang kesakitan, semakin terangsang pamanku. Dari sudut mataku, kulihat kontol Paman berdenyut sambil melelehkan precum. Kakek juga menghiburku..
"Jangan dilawan. Buka anusmu dan biarkan ayahmu memasuki tubuhmu, Robert," sarannya.
Tangannya yang kasar meraba-raba wajahku, kontol ngacengnya bergoyang-goyang tepat di atas wajahku. Untaian precum menetes dari lubang kontol kakek dan jatuh menempel ke atas wajahku.
"Hisap kontol Kakek saja, yach."
Sebelum saya sempat berkata apa-apa, kontol Kakek sudah masuk ke dalam mulutku yang menganga. Rasanya aneh tapi saya tak sempat memikirkannya sebab saya sedang sibuk menahan sakit di anusku. Kakek tidak memaksaku untuk segera menghisap kontolnya, dia cukup puas hanya dengan menitipkan kontolnya ke dalam mulutku yang hangat dan basah.
"Hhoohh.." desahnya, memilin-milin putingnya sendiri.
"Aarrgghh.." erangku lagi saat kepala kontol ayahku masuk sedikit lagi.
"Oohh.." Ayah nampak bersemangat sekali. Anus sempitku menjadi tantangan yang luar biasa baginya. Dan tiba-tiba, kepala kontol itu akhirnya bisa masuk seluruhnya.
"Aarrgghh.." erangku, bibir anusku menjepit batang kontolnya.
Ayahku sengaja mendiamkan kontolnya selama beberapa saat supaya saya terbiasa. Napasku agak tersengal-sengal, keringat kembali bercucuran.
Sambil membelai wajahku, dia berkata, "Ayah bangga padamu, Rob. Sekarang, Ayah genjot yach."
Kupandangi wajah ayahku dengan mata berkaca-kaca. Mendengar betapa bangganya ayahku terhadapku membuatku terharu.
"Ayah, genjot saja. Saya siap, kok. Saya ingin memuaskan, membahagiakan, dan mencintai Ayah.."
Dan dengan itu, Ayah mulai menggenjot pantatku. Kurasakan batang kejantanannya itu bergerak keluar masuk. Mula-mula terasa sakit sekali karena bibir anusku teriritasi. Rasa perih seperti terbakar menyiksa anusku.
"Aarrgghh.. Oohh.. Aarrgghh.." erangku, sedikit menggeliat-geliat.

Bersambung . . . .