Minum sperma teman sekantor - 6

Dan hari itu aku ditahan, berada di kamar Pak Budi selama 1.5 jam. Pada sekretarisnya beliau pesan agar tidak menerima tamu dan telepon. Beliau sedang sibuk mempersiapkan materi untuk kepergian mengikuti konferensi di Surabaya bersama saya besok.

Pemanasan awal bersama Pak Budi itu mulai dari kursi dinasnya, kemudian pindah ke sofa tamunya dan terakhir di kamar mandinya. Pada kesempatan itu kami masing-masing berhasil mendapatkan dan memberikan sperma kami. Walaupun dilaksanakan dalam keadaan darurat, dalam arti tidak mungkin telanjang bulat sebagaimana di atas ranjang, aku puas dan Pak Budi juga puas.

Aku nggak bisa bayangkan macam apa para pegawai di ruangan sekretariat melihat diriku. Aku berharap aku tetap nampak rapi sebagaimana saat masuk tadi. Dengan pemanasan yang barusan terjadi, Pak Budi yang rupanya tidak sabar lagi untuk bercengkerama. Dari mejanya dia telepon aku, dia mengajak (lebih tepat memerintah) agar malam ini kami sudah bersama-sama menginap di transit hotel bandara. Dengan alasan agar besok tidak ketinggalan pesawat mengingat kemacetan Jakarta yang tidak bisa diprediksi.

Dan sebagaimana Ferry, aku juga tidak mungkin bilang tidak setuju. Tanpa perlu pertimbangan macam-macam lagi kami langsung check in di president suite hotel transit itu. Kamarnya yang longgar besar, dengan kaca-kaca lebarnya menghadirkan pemandangan kehidupan bandara Sukarno Hatta yang megah itu. Tapi mana sempat untuk menikmatinya. Begitu masuk, sesudah memberikan tip pada room boy, Pak Budi langsung menerkam aku.
'Mamii, .. aku sangat rindu Mam'. Kemudian menyusul sosoran bibirnya ke bibirku, yang langsung aku terima dengan penuh gairah.

Malam di transit hotel bandara itu aku mendapatkan hampir semua pengalaman dan kenikmatan yang didapatkan Ferry. Pak Budi merupakan pria berumur yang hebat. Dari jam 7 malam hingga jam 9 pagi keesokkannya, dia bisa memuntahkan 5 kali spermanya. 2 kali ke dalam mulutku dan 3 kali ke lubang analku. Aku tak bisa menandinginya. Aku sendiri hanya 3 kali keluar. Sekali ke analnya dan 2 kali dia isep yang sebagian muncrat di mulutnya dan sebagian lainnya tercecer di perut, pipi dan lain-lainnya.

Selama 2 hari perjalan tugas ke luar kota, kenikmatan-kenikmatan itu kami ulangi. Aku nggak akan menceritakan semua secara detail, karena dalam banyak hal hampir sama dengan yang terjadi antara Ferry dengan Pak Budi sebagaimana yang dia ceritakan di atas. Tetapi ada 2 hal yang ingin banget aku ceritakan, yang ini belum pernah dialami Ferry, yang bagi akupun baru kali ini merasakannya, dan uuhh .. nikmatnya sangat dahsyat ..

Sore, sekitar jam 17.00, ada yang mengetok pintu kamar hotel,
'Siapa itu mam ..'.
Aku berjalan ke pintu, kubuka, dan aku berhadapan dengan seseorang, nampaknya orang Irian. Kulitnya gelap, tegap dan gagah, tingginya woo .., ada kali 185 cm. Tangannya penuh bulu.
'Haii. masuk Bet, kenalkan tuh. Barr.. Robert, dia pegawai kantor cabang kita di sini. Ayoo duduk sini', Pak Budi menyampaikan perihal tamu itu, yang ternyata kami sama-sama di satu perusahaan.
'Mau minum apa?'.
Selanjutnya Pak Robert ini yang kira-kira usianya juga sama dengan aku, diatas 50 an, memberikan laporan singkat mengenai kegiatan perusahaan yang sedang dilaksanakan saat ini.

Selesai itu Pak Budi bangun dari kursinya mendekati Pak Robert. Dia ulurkan tangannya yang segera dijemput tangan Pak Robert yang kemudian langsung berdiri. Disinilah surprise yang aku saksikan.. Pak Budi langsung merangkul Pak Robert yang disambutnya pula dengan penuh gairah, mereka berpelukan dan saling berpagut. Uuuhh .. seperti 2 beruang, hitam dan putih, bergulat dalan birahi yang menyala-nyala. Didorongnya Pak Robert ke dinding. Dengan bersandar pada dinding, Pak Robert menerima lumatan bibir Pak Budi lebih bergolak. Diputar-putar wajahnya seakan bibirnya mengebori bibir Pak Budi dan sebaliknya. Desahannya ..wuu.. desahan 2 lelaki besar.. desahan yang sangat menggetarkan untuk telingaku .. aku ngaceng berat.

Sepertinya tidak ada aku di ruangan itu, Pak Budi bergerak jongkok. Diraihnya celana Pak Robert yang nampak menggunung depannya, kemungkinan kontol Pak Robert yang ngaceng, yang tentunya luar biasa juga ukurannya, tangannya membukai kancing celana Pak Robert. Sesudah terbuka langsung diperosotkannya pula celana itu ke lantai.

Kini nampak cawat putih dongkernya Pak Robert, dengan guratan sebesar pisang tanduk yang mengarah ke kiri badannya. Pak Budi langsung membenamkan wajahnya di celana dalam itu. Diciuminya celana itu, digigit-gigitnya pisang tanduk yang menggembung itu. Pak Robert mengerang sambil tangannya meremasi rambut Pak Budi. Tangan Pak Budi memegang erat paha Pak Robert.

Keasyikkan Pak Budi pada celana Pak Robert itu berlangsung ber-menit-menit. Aku yang menyaksikan jadi kelimpungan. Tanganku mengelus kontolku sendiri. Sesudah puas menjilati celana dalam, Pak Budi merogoh isinya. Tangannya menarik kontol Pak Robert, dan .. uuhh uuhh uuhh .. Aku nggak bisa komentar.. Kontol itu benar-benar merupakan keindahan dunia yang belum pernah aku lihat sebelumnya .. Lihatlah, .kepalanya yang mirip jamur merang hitam itu. Merupakan bonggolan bulat yang berkilat-kilat seakan menahan desakkan dari dalam. Di arah tengahnya nampak seperti sobekkan luka yang dalam. Itu adalah bibir kepala kontol yang mengapit lubang kencing kontol itu.

Aku lihat kemudian tangan Pak Budi meraih kepala bonggol itu. Jari-jarinya melebarkan bibir yang mengapit lubang kencing itu. Kemudian dia menjilati lubangnya. UUHHZZHH .. demikian desahan yang hebat keluar dari mulut Pak Robert. Kenikmatan tak terhingga dia terima dari jilatan Pak Budi itu. Dan Pak Budi terus menjilatinya. Desahan Pak Robert juga diikuti dengan tingkah pinggulnya yang menggeliat maju dan mundur sedikit, sebagai tanda bahwa dia sangat kegelian. Kegelian yang penuh nafsu birahi.

Sesudah puas menjilati lubang kencing, bibir Pak Budi melata menyisiri kontol gede hitam penuh pesona itu. Digigitnya batang berotot tegang kaku itu. Dijilatinya permukaannya. Dia sedot-sedot pangkalnya, hidungnya mengendus-endus di areal antara pangkal batang kontol dengan biji peler Pak Robert itu, Memang wilayah itu merupakan wilayah yang paling memancarkan bau lelaki. Di wilayah itu terproduksi keringat kejantanan Pak Robert.
Belum puas dengan apa yang telah di jeljahi bibir, lidah dab hidungnya, tangan Pak Budi memberi isyarat agar Pak Robert mengangkat kaki kanannya.

Dan yang terjadi kemudian aku saksikan adalah selangkangan hitam penuh bulu milik Pak Robert langsung diterkam wajah Pak Budi. Nampak wajah putih Pak Budi merambahi layar hitam selangkangan Pak Robert. Keduanya meracau. Kenikmatan libido yang mengalir di tubuh mereka memanaskan darahnya dan memacu jantungnya. Racauan merupakan wahana untuk melepaskan emosi kenikmatannya menjadi mengalir. Dan mereka merasa lebih nikmat tidak membendungnya. Biarlah lampiasan nafsunya tersalur. Biarlah beban dendam birahi terlepas dari tubuhnya. Uuuhh ..sungguh sangat sensaional bagiku. Yang nampak di depanku itu benar-benar merupakan ungkapan selera tinggi persanggamaan antara sesama lelaki..

Tiba-tiba Pak Budi bangkit, dia memanggilku,
'Sini Bar (tidak memanggil Mam), selama ada aku, kamu tidak boleh menyentuh Pak Robert ini. Kamu hanya boleh nonton. Itu sudah untung kamu. Kamu bisa ngloco (onani). Kecuali kalau aku menghendaki. Tahu??', aku tentu saja hanya mengiyakan,
'Sekarang aku ingin Pak Robert ngencingi Barri', dia ngomong begitu sambil tangannya menyentuhku dan matanya seperti memerintah ke arah Pak Robert.
'Baik pak', jawab Pak Robert dengan tanpa menanyakan sebelumnya ke aku, setuju atau tidak. Sepertinya semua hal ini sudah mereka atur. Tepatnya Pak Budi atur.
'Kamu buka pakaianmu, kita semua telanjang ke kamar mandi'.

Sesampai di kamar mandi Pak Budi menyuruh aku masuk dan tengkurap ke bathup dengan kepalaku di jurusan kaki bathup itu. Kemudian dia suruh Pak Robert kencing di pinggiran jurusan dimana kepalaku berada. Dia acungkan kontolnya yang kini tidak terlampau ngaceng lagi. Memerlukan beberapa saat sebelum kencingnya mancur. Pada kesempatan ini aku lihat bahwa kontol Pak Robert ini nggak disunat. Uh. kulupnya ituu. nampak tebal membungkus kepalanya. Jakunku naik turun menelan air liur. Kalau Pak Budi tidak melarangku, pasti kontol dengan kulupnya itu sudah aku lumati habis-habisan.

Tangan Pak Robert menarik kulup itu sedikit ke belakang hingga nampak ujung jamurnya nyembul. Mungkin sebentar lagi kencingnya akan mancur. Dan .. Pak Robert mengarahkan mancur kencingnya ke bibir bathup yang persis di depan kepalaku. Air kencingnya langsung 'ndlewer' (mengalir) turun ke dinding bathtub. Pak Budi menyuruhku,
'Jilat ituu .. Yaa minumm ..', yang langsung aku laksanakan.

Kencing Pak Robert yang berwarna kuning itu saya jilat dan tampung ke mulutku. Aku meminumnya. Baunya sangat keras, rasanya pahit dan asin. Kencing Pak Robert banyak sekali, aku rasa dia memang mempersiapkan diri untuk itu. Dia arahkan pula kencing itu ke wajahku. Sempat aku gelagapan. Tetapi hal itu sangat membuat gairah birahiku terbakar. Bayangkan air kencing yang keluar dari kontol gede dan indah milik Pak Robert.

Bagiku, perasaan erotisku mengatakan, apapun yang keluar dari kontol gede, siapapun pemiliknya, layak dinikmati. Entah itu air mani maupun air kencingnya. Pak Budi sangat menikmati apa yang dia saksikan. Tetapi dorongan birahi dia yang ikut menyala mendorongnya pula untuk menyaksikan aku minum kencing Pak Robert sambil dia menciumi pantat Pak Robertnya. Aku lihat sepintas bagaimana Pak Budi menusukkan lidahnya di celah-celah belahan pantat hitam Pak Robert itu. Pak Budi juga meraih kontol Pak Robert, dia minum kencingnya pada saat-saat menjelang tetesan terakhirnya keluar. Kontol Pak Robert langsung mengencingi mulutnya.

Aku rasa lanjutan cerita ini sudah bisa ditebak. Masing-masing orang, Pak Budi, Pak Robert dan aku sendiri mendapatkan kepuasan, sesuai dengan kondisi masing-masingnya. Sepertinya aku, sore itu aku harus puas ber-onani menyaksikan bagaimana pantat Pak Budi habis-habisan dientot oleh Pak Robert. Kontol gede Pak Robert seakan rudal Iraq yang menghajar tentara Amerika. Pak Budi benar-benar berteriak-teriak. Sakit dan nikmat yang datang bersamaan terekspresikan di wajahnya. Matanya nampak setengah menutup, tinggal warna putihnya sedikit yang nampak. Mulutnya menyeringai mengeluarkah rintihan. Dan pada lehernya nampak urat-urat lehernya keluar menahan sakit dan nikmat yang datang bersamaan itu.

Surabaya, 22 Maret 2003

Tamat