Lain-lain
Friday, 18 June 2010
Memori dalam tugas - 1
Jalan Asia-Afrika saat itu lengang. Lampu mercury menerangi jalan yang basah oleh hujan yang berhenti beberapa menit yang lalu. Pukul 23.30 waktu itu. Aryo memacu mobilnya dengan kecepatan sedang. "If I ever loose my faith in you..", Sting berteriak dari speaker mobil Mercedes E 320 Masterpice keluaran tahun '95. Empuk sekali bunyinya, membuat Aryo ikut bersenandung.
"Masih seperti dulu.. tenang, indah, nyaman, sejuk", gumam Aryo yang pada saat itu melewati dua hotel bersejarah di Bandung, dan kantor harian umum terkenal di kota itu. Pedagang nasi goreng dan bubur ayam masih saja berjualan sekitar kantor harian umum itu, sejak Aryo meinggalkan Bandung 4 tahun yang lalu, untuk bekerja di Jakarta sebagai konsultan periklanan. "God, I miss my city so much..". Seketika itu juga pikiran Aryo menerawang ke masa lalu. Terkenang Melinda, Sylvana, dan Diana, yang pernah mengisi relung hati Aryo yang paling dalam. Segudang cerita yang terkubur muncul kembali membawa kisah suka dan luka hati mendalam yang pernah dialami Aryo kala merajut cinta dengan mereka.
"Hmmh..", Aryo menarik nafas panjang, ketika lagu Sting fade out dan menyanyi lagu berikutnya. "I Looked out across.., the river today", begitu bait pertama dinyanyikan Sting, Aryo tidak hanya bersenandung, dia kini bernyanyi. Beat yang agak cepat membuat Aryo melupakan kenangan masa lalunya sejenak.
Terlihat lampu-lampu menghiasi Mesjid Agung Bandung, temaram, namun indah dipandang, walau pembangunan mesjid itu belum rampung. Aryo tersenyum nakal, manakala mobilnya melaju ke arah jalan Alkateri, tempat menghabiskan biaya kenakalannya masa kuliah dulu di jurusan komunikasi di salah satu perguruan tinggi ternama. Dibelokannya MB berlabur cat diamond black ke Alkateri. Kacanya agak diturunkan sedikit, untuk menikmati pantat bahenol para penjaja cinta kelas ABG yang pernah dia nikmati dulu. Tentunya sekarang mereka telah berganti generasi. Pemandangannya tidak berubah, walaupun banyak ABG-ABG baru yang berkumpul, cekikikan, dan melambaikan tangan pada mobil Aryo.
Sedikit pelan Aryo menjalankan mobilnya.
"Sendirian Mas..?", sapa seorang ABG. Kira-kira umur 16 tahunan, namun berbodi aduhai. Celana merah ketat dengan tube top hitam serasi dipakainya.
"Ee.. sini dong berhenti..", katanya lagi sambil sedikit berlari mengejar mobil Aryo.
Aryo hanya menoleh sedikit di spion, dan lekas memacu kembali mobilnya. Terdengar gerutuan yang tidak jelas dari si ABG tadi.
"Hahaha.. dasar murahan!" Aryo tekekeh melihat ulah ABG tadi.
Padahal, waktu saat kuliah dulu, pasti Aryo telah menghentikan mobilnya dan membiarkan ABG tadi masuk ke mobilnya. Aryo memang telah berubah. Kini di Jakarta, perempuan eksekutif beberapa perusahaan yang menjadi kliennya, adalah mainannya.
Kedatangan Aryo ke Bandung adalah untuk keperluan eksekusi program promosi berupa event kliennya, produsen consumer goods paling top di Indonesia. Beberapa produknya sering di handle Aryo, selaku account executive perusahaan iklan tempatnya bekerja. Saat itu produk minuman lemon tea yang dia handle. Rencananya hari Minggu event itu dilaksanakan di Balai Kota. Dan Aryo memilih hotel yang dekat dengan tempat pelaksanaan event tersebut, sebuah hotel bintang lima belakang salah satu mall pertama di Bandung.
Setelah mengurus prosedur chek in, Aryo merebahkan diri di ranjang ukuran king size berseprai putih. Menatap langit-langit tatkala ingatannya membuka kembali lembaran masa lalu yang sempat tertunda gara-gara ABG tadi. Lama Aryo menerawang hingga akhirnya Aryo mengambil ponsel Nokia 9210i dari pinggangnya.
"HI, BELUM TIDUR? AKU DI BANDUNG! CALL ME IF U'RE NOT SLEEP YET. MISS U MUCH"
Begitulah Aryo mengetik SMS dan kemudian dikirim ke 081560387xx. Melinda.., ya.. nomor HP Melinda.. perempuan yang menaklukan hati Aryo ketika bertemu di fitness salah satu hotel bersejarah di Bandung. Dia pacaran hanya 1 tahun dengannya.
10 menit berlalu semenjak Aryo kirim SMS tadi. Aryo terlelap dengan jaket kulit masih membungkus tubuhnya. Dinginnya AC menambah nikmatnya Aryo memejamkan mata, sehabis berkendaraan dari Jakarta.
"Tok.. tok.. tok..", tiga ketukan, membuat Aryo terperanjat dan memandang jendela kamar yang tertembus sinar mentari pagi.
"Shit! udah siang ya?".
"Sebentar. siapa ya..? Aryo bergegas menuju pintu.
"Room service..!",
Aryo kemudian menghampiri pintu dan membukanya.
"Sarapan pagi Pak..!", Aryo baru sadar, pada malam ketika check in, makan paginya minta diantar.
"O, ya.. masuklah..!", jawab Aryo seiring dengan membukakan pintu lebih lebar dan memberi jalan room service masuk dengan dorongannya.
"Silakan Pak dinikmati.. kalau ada pesanan lain, jangan ragu menghubungi kami kembali..! Oh, terima kasih Pak", sambil sedikit membungkuk room service menerima selembar sepuluh ribuan dari Aryo.
Empat miss caled dari Melinda..!
"Shit! lupa gue balikin ke mode general! How stupid I am!", gerutu Aryo.
Saat hendak menelpon kembali terdengar bunyi telepon kamar. Aryo mengurungkan niatnya menelepon Linda.
"Ya..", jawab Aryo singkat.
"Pak Aryo ada tamu menunggu di Lobby..".
"Siapa..?"
"Ibu Senny dan Ibu Risma dari EO lokal katanya Pak..",
"Naik saja ke kamarku..", jawab Aryo lagi.
"Perasaan pagi ini gua gak ada janji.. pagi ini.."
"Sial.. sial. mandi belum, makan belum, Melinda, oh my God.. how stupid I am..", masih saja Aryo menggerutu.
Terdengar bunyi ketukan pelan pintu. Aryo hanya cuci muka dan merapikan rambut sebisanya. Jeans dan kemeja dibalik jaket kulit yang masih dipakainya, dirapikannya pula. Beruntung Aryo memilih Junior Suite, walau anggaran perusahaan tidak cukup untuk itu. Mark up budget lah yang menolong Aryo mendapatkan kamar mewah laksana boss perusahaan besar.
Dua gadis cantik masuk dengan senyum tesungging di bibirnya.
"Senny.. dan ini Risma..", ucapnya memperkenalkan diri.
Tidak seperti Ibu-ibu yang kupikirkan.. hahaha.. Pikir Aryo lagi.
"Kami di utus Pak Ferry untuk menemani Bapak, jadi L O Bapak, maksudnya", kata Senny.
Risma hanya diam dan tersenyum saja sambil mengangguk.
Senny dan Risma duduk di sofa ruang tamu, berhadap-dadapan dengan Aryo. Senny dan Risma terlihat masih muda. Rambut keduanya diikat ke belakang. Kedua leher jenjangnya membuat darah Aryo berdesir. Dasar cowok buaya.
"Menemani saya..?", tanya Aryo heran sekaligus senang mendengarnya.
"Iya Pak, Pak Ferry bilang begitu.. Kami LO-nya Pak Aryo.., siapa tahu Pak Aryo butuh bantuan kami kalo-kalo ada yang mesti disiapkan sebelum event nanti. Atau kalo Pak Aryo butuh kami untuk menunjukkan jalan-jalan di Bandung, kalo Pak Aryo butuh sesuatu..", jawabnya.
"Hahaha.. nggak perlu lah.. aku ini kuliah di Bandung. Bandung tuh nggak pernah berubah semenjak lima tahun lalu aku selesai kuliah but anyway, thank you jika anda berdua mau menemani saya", Aryo menjawab sambil tersenyum.
"Kalian udah makan?".
"Mmm.. Sudah Pak, Pak Aryo belum makan..?", Senny balik bertanya.
"Aku belum, kalian bangunin aku sih tadi pagi. Temenin aku makan ya.. kamu boleh bikin kopi atau teh.. atau.. check aja mini bar di sana", kata Aryo menawari mereka berdua.
"Dan satu hal, panggil aku Mas saja.. nggak usah Pak.. aku masih 30 tahunan kurang dikit lho Sen".
Tawaran Aryo disambut anggukan mereka. Sambil makan Aryo ngobrol dengan mereka kesana kemari. Senny terlihat paling aktif sementara Risma, hanya menanggapi saja. Aryo sesekali memperhatikan mereka dari ujung rambut hingga ujung kaki. Memang cewek Bandung tidak ada yang mengalahkan, dari sisi kecantikan. Obrolan mereka makin santai, dan mengarah kepada hal-hal pribadi. Sepertinya mereka sudah lama kenal. Pribadi Aryo yang mengagumkan dalam urusan berbicara dengan wanita membuat mereka nyaman. Malah diantara mereka berdua, Risma yang mulai kelihatan duduk agak berbaring.
"Jam berapa aku harus ketemu Pak Ferry..?", tanya Aryo.
"Santai saja Mas,.. lagian Mas khan baru nyampe Bandung tadi malam. Pak Ferry bilang, segala persiapan hari Sabtu ini udah di handle kita. Jadi Mas Aryo nggak usah khawatir, cuman tinggal hearing dengan Polwiltabes aja kok nanti, habis makan siang. Nah, Mas Aryo harus hadir disana!", dengan panjang lebar Senny menjelaskan. Gaya manjanya mulai kelihatan. Tangannya kadang mengusap atau mencubit pinggiran sofa yang didudukinya.
"Kalo Mas Aryo mau jalan-jalan dulu, kami siap menemani koq", ujar Risma yang sedari tadi diam dan hanya menaggapi.
"Bener nih.., kalo kalian ku ajak tidur gimana..?", tanya Aryo yang sudah mulai bisa membaca situasi yang mulai santai. Mereka berdua berpandangan satu sama lain. Kemudian tertawa.
"Iiih, Mas Aryo genit deh..", balas Senny sambil melempar bantal sofa ke arah Aryo. Aryo berkelit, hingga bantal tersebut jatuh di belakang sofa Aryo.
"Aku mandi dulu ya, O ya.. Tolong ketikin surat undangan buat kapolwiltabes untuk makan malam resmi di hotel ini.. sehabis event ya, kalian bisa ngetik khan?".
"Pake notebook-ku tuh, ambil aja deket tempat tidur di ruang sebelah".
"Ih, Mas Aryo kok belum mandi..", Senny berkata sambil mengerenyitkan dahi dan menutup hidungnya.
"Apa.. mau ikut mandiin aku juga..? dengan senang hati Sen", goda Aryo.
"Week..", Senny mengeluarkan lidahnya.
Aryo masuk kamar mandi. Dan mereka mulai mengetik. Ketika Aryo keluar dengan berbalut handuk sampai batas pusar, kedua anak gadis tadi tertegun di hadapan note book Aryo. Risma mengusap lehernya sendiri, sedangkan Senny mengapit dua telapak tangannya di pahanya. Dari bayangan cahaya di wajah mereka, terlihat mereka sedang melihat film. Terdengar pula suara desahan. Aryo memang hobi download film-film pendek dari internet, film porno.
"Heh, sudah selesai belum ngetiknya..? Koq malah nonton sih?",
"Mas, asyik-asyik juga ya filmnya.", kata Risma.
Keduanya sudah membuka blazernya masing-masing. Terlihat pemandangan indah yang tak mungkin Aryo lewatkan. Tank top putih ketat membungkus tubuh mereka, dengan bayangan daleman hitam melingkar di daerah dada. Kontan terlihat tonjolan yang muncul dari handuk yang dipakai Aryo.
"Jadi merinding nih..", ujar Risma mengusap-usap lehernya sendiri.
"Abis lihat Mas Aryo kayak gitu sih..", Senny menimpali sambil matanya tertuju pada tonjolan di balik handuknya Aryo.
Tubuh Aryo memang mengagumkan, dadanya bidang, sedikit berbulu. Tinggi 180 centi ditambah bentuk proporsional dengan perut rata berelief kotak enam. Aryo memang rajin fitness.
"Glek..", Aryo menelan ludahnya sendiri.
Aryo menghampiri kedua gadis itu. Senny dan Risma memandang Aryo dengan penuh tanda tanya. Muka Aryo mendekati kedua gadis itu, yang memang duduk berhimpitan di depan notebook yang masih memutar klip porno dari internet. Semakin dekat.. Hingga kedua gadis itu dapat merasakan nafas Aryo yang terkesan memburu. Mata Aryo saling betatapan dengan kedua gadis itu, bergantian. Mulut mereka sedikit terbuka, seperti tengah manyambut bibir Aryo mendarat di bibir mereka masig-masing.
"Sudah selesai belum Mbak-Mbak..?" tanya Aryo memecah keheningan. Seketika itu juga mereka kaget.
"Ehhmm.. ss.. sudah.. Pak eh Mas..", Senny terbata-bata terkejut.
"I.. ii. iya Mas, tinggal di print aja kok..", ujar Risma menimpali.
"Kalo begitu, print lah, tunggu apalagi..?", Aryo bergerak menjauhi mereka sambil tersenyum.
"Yess..", dalam hati Aryo bersorak kegirangan.
"Ternyata mudah saja menaklukan mereka", pikirnya.
"Dasar yesterday afternoon child (anak kemaren sore)".
Sementara itu Senny segera memasangkan kabel printer di port notebook. Risma mulai mencatak dokumen yang baru diketiknya berdua. Aryo berdiri di depan kaca sambil menyemprotkan Bvlgari di beberapa titik di tubuhnya, ketiak, leher serta dadanya. Bayangan dua gadis itu terlihat. Sesekali mereka menoleh ke arah Aryo yang sedang berkaca. Aryo tertawa dalam hati. Timbul niat iseng Aryo mengerjai mereka berdua.
Aryo kemudian duduk di ranjang, masih memakai handuk yang masih melilit di pinggangnya.
"Coba bawa kemari.", perintah Aryo kepada Senny.
Senny berjalan mendekati Aryo.
"Duduk sini..", perintahnya kembali kepada Senny.
Senny duduk di ranjang, sebelah Aryo, namun agak sedikit jauh, sambil menyerahkan print out. Aryo menarik lengan Senny untuk mendekat kearahnya. Diluar dugaan, karena Senny tidak siap, Senny terjatuh di pangkuan Aryo. Kepalanya jatuh tepat didadanya Aryo, dan menghadap ke atas.
"Mas, kita nggak boleh begi..", belum sempat Senny menyelesaikan kata-katanya, Aryo kemudian mendartkan ciumannya di bibir Senny. Mata Senny terbelalak menerima ciuman penuh gairah dari Aryo, tapi kemudian Senny memejamkan mata, dan menikmati sentuhan lembut bibir Aryo di bibirnya. Senny kemudian merangkul leher Aryo. Geliat tubuhnya menandakan Senny sudah mulai terangsang. Cukup lama mereka melakukan french kiss.
Sementara itu Risma hanya bisa diam terpaku, melihat ulah dua manusia diliputi nafsu. Sesekali Risma mengigit bibir bawahnya. Tak tahu apa yang harus diperbuatnya. Terus terang Risma merasa risih melihat kelakuan temannya. Namun di sisi lain Risma mengakui bahwa dia terangsang hebat melihat adegan yang baru pertama kali dilihatnya secara live. Risma semakin tertegun. Dadanya berdegup kencang.
Sementara itu tank top Senny sudah terlepas. Tali transparan bra hitamnya pun diturunkan Aryo perlahan. Resleting jeans Senny pun terbuka. Kini Aryo menciumi leher Senny. Desah nafas senny semakin terdengar kuat. Telapak tangan Senny bergerak mengusap centi demi centi dada bidangnya Aryo. Sambil menciumi leher Senny, Aryo melirik Risma yang masih terpaku. Tangan kiri Aryo melambaikan tangan mengajak Risma untuk bergabung. Risma mulanya menggeleng, namun beberapa detik kemudian, ragu-ragu risma berdiri dari tempat duduknya. Berjalan perlahan dia naik ke tempat tidur, merangkak menghampiri Aryo yang tengah sibuk membuka jeans Senny. Ciuman Aryo kirni beralih ke bibir Risma. Sementara tangan Senny masih bergelayut di leher Aryo, Senny menciumi dada Aryo, dan menghisap putingnya.
Kini Senny hanya memakai daleman hitam. Berpindah posisi di kanan Aryo, sementara Aryo mulai sibuk dengan Risma di samping kirinya. Mereka pun berciuman, sambil tangan Aryo membuka tank top putihnya Risma. Sedikit demi sedikit handuk Aryo teringkap dan terlepas. Kemaluan Aryo mencuat dari handuk yang tersingkap, membuat Senny menghampirinya. Digenggamnya erat kemaluan Aryo dan mulut Senny pun bergerak mendekati kepala kemaluan Aryo yang seperti topi baja. Lidah Senny menari-nari di kepala burungnya Aryo. Lihai benar Senny.
Helai demi helai pakaian Risma tanggal sudah, tinggal menyisakan celana dalam satin hitam menggoda. Kini Aryo berbaring. Kepalanya persis di bawah kemaluan Risma yang masih terbungkus celana dalam hitam, dengan noda basah disekitar kemaluannya. Dengan jarinya, Aryo membuat jalan dengan menyingkapkan celana dalam Risma, membuat bibir kemaluan Risma terlihat. Merah, basah, dan segar kelihatannya.
"Ahh.. Mas Arryoohh.. Eehhmm.. sst.. ahh.." Risma mendsah, sambil meramas-remas bongkahan gunung kembarnya sendiri.
Sementara Senny masih sibuk menenggelamkan menara Aryo di mulutnya, turun naik. Suara kecipak terdengar nyaring memberi tambahan rangsangan di jantung Aryo. Sesaat kemudian kain penutup itu telah lepas dari selangkangan Risma. Risma pun membungkukan badannya mendekati Senny yang masih sibuk dengan batanya Aryo. Risma pun bergabung dengan Senny, silih berganti menjilati benda vital Aryo. Terkadang merekapun saling menjilat lidah. Aryo masih membuat penetrasi dengan lidahnya di lubang kemaluan Risma.
Himpitan paha Risma semakin kuat dirasakan kepala Aryo, dan beberapa detik kemudian terdengan desahan berulang dengan irama yang semakin cepat dan nada yang meninggi, diakhiri terikan namun tertahan, tanda puncak kepuasan telah diraih Risma. Risma terkulai dan menjatuhkan diri di ranjang. Butir-butir keringat di wajahnya menambah manis wajah risma yang masih didera kenikmatan tiada tara.
Aryo bangun, dan merebahkan Senny. Dia lepas pengait bra Senny. Seketika itu juga muka Aryo terbenam di dua gundukan daging milik Senny. Begitu kenyal, dan kencang. Puting Senny yang sudah berdiri, digigitnya perlahan, membuat Senny menggelinjang kiri kanan tak karuan.
"Mass.. Ahh.. Gigit lagi yang kuat mass..", ratap Senny.
Aryo semakin menjadi. Satu puting digigitnya sementara tagan kiri yang masih bebas meremas buah dada Seny satunya lagi.
Beberapa saat kemudian Ayo bangkit dan melorotkan celana dalam Senny. Gadis itu pun memandang Aryo dengan penuh harap. Kini batang Aryo bagai pedang terhunus. Perlahan Aryo mendekatkan batangnya di kemaluan Senny. Sentuhan pertama membuat Senny tengadah. Sedikit demi sedikit disertai tekanan, batang itu pun tenggelam dilumat kemaluan Senny. Senny pun semakin tengadah, sambil mendesah keenakan.
"Aah.. ahh.. ahh.. Mmaass.. aah.. jangan siksa aku Masshh..", desahnya seirama dengan keluar masuknya batang Aryo di kemaluannya. Aryo tenang berwibawa. Genjotan pantatnya mantap sesekali berputar seperti Inul sedang action. Kaki Senny pun melingkar dipinggang Aryo, memberi tekanan lebih pada penetrasi batangnya Aryo.
Beberapa saat kemudian, mereka berpindah posisi. Senny dan Aryo berhadap-hadapan menyamping. Kaki Senny masih melingkar di pinggang Aryo sementara satunya lurus. Paha Aryo menyilang, di kaki Senny sehingga berada di selangkangan Senny. Keduanya saling neggerakkan pantat. Goyangan pantat Senny semakin liar.
"Mas.. Mass.. akkhu.. akkhhuu.. ngakhh khhuatt.. ehmm..", seperti mengejang Senny meraih puncak kenikmatannya, disertai muka yang menyeringai.
Aryo kemudian berganti posisi. Dibaliknya tubuh Senny yang terkuai lemas, sehingga pantat seksi Senny berada di atas. Agak sedikit diangkat pantat Senny, Aryo megarahkan burung yang masih berdiri tegak itu ke kemaluan Senny.
"Bless..", burung Aryo pun keluar masuk sangkarnya.
Senny semakin meracau tak karuan, menerima hujaman batang Aryo. Kondisi fisik Aryo yang prima memang membuat Aryo dapat menahan laju sperma untuk dimuntahkan di liang kemaluan Senny. Lebih lama. Namun beberapa saat kemudian, Aryo semakin mempercapat gerakan maju mundurnya.
"Ahh.. Ahh.. Senn.. Senn.. AAHH!", Aryo melesakkan cairan kental putih itu, di dalam kemaluan Senny.
Aryo pun ambruk di ranjang setelah mencabut kemaluan dari liang Senny.
Senny yang masih telungkup berdampingan dengan Aryo berkata, "Mass.. Senny sukhaa indaah sekali Mas.. Makasih telah bikin Senny bahagia hari ini".
Senny menitikkan air mata, dengan mimik bahagia terpancar dari wajahnya. Aryo mencium kening Senny. Risma yang perlahan bangkit dari memulihkan tenaganya, menyibakkan rambut yang sedikit acak-acakan dan merangkak menghampiri Aryo, melewati Senny yang masih telungkup.
"Makasih Mas.., walau ini bukan pengalaman pertama, Risma hepi banget hari ini", ujarnya sambil kemudian mencium bibir Aryo. Risma berbaring di dada Aryo, damai.
Tiba-tiba, HP Aryo berbunyi. Aryo meraih HP yang berada di meja dekat ranjang kenikmatan yang telah berlalu. Sylvana.., putus dengan Aryo karena dijodohkan ortunya dengan pengusaha lokal yang sukses.
Bersambung . . .