Lain-lain
Friday, 18 June 2010
Memori dalam tugas - 4
Chapter Five
"Udah belum..?", tanya Aryo pada Diana yang masih berada di kamar mandi.
"Bentar.. tinggal pake lipstik Om..", Jawab Diana dari dalam kamar Mandi.
Aryo telah bersiap. Setelan kemeja lengan panjang hitam, dipadu dengan celana panjang katun dan sepatu fantopel hitam, membuat penampilan Aryo tampak dendy.
"Duuh.. lama banget sih.., udah telat niih..".
"Cerewet amat sih Om, " kata Diana sambil keluar dari kamar mandi.
Bunyi pintu kamar mandi dibuka terdengar, dan tampaklah Diana, begitu cantik dan anggun. Aryo terpana melihat Diana dengan pakaian yang dibelinya beberapa saat lalu. Baju terusan hitam tanpa tali, ketat di bagian dada, perut hingga pinggul. Di pahanya terlihat belahan memanjang ke atas, sengat sexy. Belahan dada Diana terlihat dalam sekali diantara dua gundukan bukit mulus. Rambut panjang terurai, dihiasi jepit kupu-kupu menambah cantik gadis muda ini. Apalagi sepatu tali Diana yang cukup tinggi haknya menambah seksi betis Diana yan memang putih.
"Kamu cantik..", kata Aryo sambil berjalan menghampiri Diana.
Dipeganggnya lengan atas Diana. Aryo mendaratkan kecupan di bibir Diana. Diana terpejam, menikmati kecupan hangat Aryo. Tangannya bergerak menuju pinggang Aryo ingin memeluknya. Diana tidak ingin melepaskan ciuman Aryo. Menyadari akan terjadi sesuatu jika diteruskan, kepala Aryo bergerak mundur dari wajah Diana, membuat Diana sedikit kecewa.
"Yuk..", kata Aryo sambil menarik tangan Diana.
Diana malah merangkul Aryo. Mereka berjalan menuju lobby bak sepasang kekasih.
Suasana restoran di Hotel tempat Aryo menginap memang ramai. Tamu undangan Aryo hadir lengkap. Terdengar sesekali tawa meledak diantara mereka. Diana, turut pula menjadi focus of interest disana, karena Diana pandai berbaur, atau karena bajunya yang seksi. Entahlah yang pasti, semua yang ada disana benar-benar menikmati suasana makan malan penuh canda dengan para pejabat kepolisian.
Setelah acara itu berlalu, kini hanya Aryo dan Diana berdua di dalam kamar. Diana rebahan di ranjang, sementara Aryo duduk di sebelahnya Diana.
"Kamu mau pulang..?"
"Ntar aja dulu Om,.. Diana masih pengen ngobrol sama Om..!", ujarnya pada Aryo.
"Udah malem Diana,.. udah pukul setengah sebelas.. Orang tua mu ntar marah lhoo".
"Si Papah lagi sama Istri muda.., Ibu.. hmm.. mana aku tahu,.. kerjanya kelayapan mulu bareng temen-temen gosipnya. Ke karaoke kek, arisan kek, ke tempat spa, salon, wuaahh.. capek mikirinnya Om, " ujar Diana ketus."Di rumah nggak ada siapa-siapa Om, bete cuman ditemenin Anah", lanjutnya lagi.
"Trus.. mau ngapain donk..?" tanya Aryo lagi, curious.
"Aku masih pengen ngobrol sama Om.. titik!"jawabnya sambil merengek. Kemudian Diana membalikkan badannya dan bertopang dagu.
"Om masih mau sama tante Mel..?"
"Udah.. ah.. jangan dibahas lagi..!"
"Kenapa.. masih sakit ya Om?"
"Nggak.. aku Cuma.. mm.. hh", Aryo menarik nafas panjang.
Aryo terdiam seribu bahasa. Pikirannya menerawang ke masa lalu yang manis sekaligus menyakitkan di akhirnya.
"Om,.. kok malah ngelamun..?", tanya Diana membuyarkan lamunan Aryo.
Diana maju beringsut menuju paha Aryo. Kepalanya rebah di paha Aryo. Aryo mengusap-usap kepala Diana. Diana merasa damai sekali saat itu.
"Aku dan tantemu itu.. sulit dijelaskan Diana!", Aryo akhirnya bicara.
"Unik.. nggak bisa dijelaskan dengan kata-kata. Yang penting, kita tahu perasaan masing-masing waktu itu. Entah sekarang..!", lanjut Aryo lagi.
"Tapi Om masih cinta khan sama tante Mel..?".
"Hmm.. ya.. begitulah. Cuma terus terang saat itu aku sakiit banget!" Aryo mejelaskan.
"Sakit gimana..?", tanya Diana lagi.
"Kayak gini ni.. niih", kata Aryo sambil mencubit pipi Diana.
"Eeeh.. Aduuh.. sakit Om.. Aaah.. si Om.. aah", rengek Diana sambil bangkit dan memukul-mukul bahu Aryo.
Aryo tertawa terbahak-bahak melihat kelakuan keponakan Melinda itu. Saking cepatnya pukulan-pukulan Diana, Aryo pun merangkul Diana. Diana jatuh dipelukan Aryo. Kemudian keduanya terdiam.
"Om.. aku seneng deh kalo Om bisa deket lagi sama tante Mel", kata Diana. Tangannya kini bergelayut memeluk leher Aryo.
"Kenapa?", tanya Aryo.
"Aku makin sering deket lagi sama Om..!", kata Diana lagi.
"Trus kalo deket?"
"Aku bisa merasakan juga keindahan cinta dari Om seperti dulu walaupun tante Mel sudah memiliki Om sepenuhnya", lanjut Diana. Diana menguatkan gelayutan tangannya di leher Aryo, membuat Aryo agak sedikit membungkuk. Kepala mereka jadi berdekatan. Bibir mereka hampir beradu.
"Aku rela Om..", lanjut Diana lirih.
Kedua bibir itu akhirnya bertemu. Darah Diana kembali berdesir, mendapatkan kehangatan yang telah lama hilang dari Aryo. Aryo memeluk kuat Diana. Hatinya tidak tega mendengar perkataan Diana, namun nafsunya lebih kuat untuk melanjutkan permainan cinta yang pernah dilakukannya bersma Diana, sewaktu berpacaran dengan Melinda dulu. Kini dua manusia itu bersatu sudah dalam kehangatan cinta dan nafsu. Pelukan Diana semakin kuat, ciumannya pun semakin menggila. Lidah mereka menari-nari, bertukar liur kenikmatan.
Aryo mengelus paha putih mulus Diana, menyingkapkan rok hitam dengan belahan itu semakin keatas. Tampak celana dalam hitam satin berenda melapisi bagian terjauh yang dapat diraih kala bercinta. Gerakan Diana semakin tidak terkendali, namun lembut, membuat batang Aryo yang ditindih pantat Diana ingin segera membebaskan diri. Direbahkannya Diana di ranjang. Aryo berada di atasnya. Mereka saling pandang. Diana dengan sigap membuka kancing kemeja Aryo. Terbukalah dada bidang sedikit berbulu itu di hadapan Diana. Diana mengusapnya.
"Om,.. lakukanlah apa yang Om mau seperti dulu..", katanya lirih.
"Aku rela Om.. aku kangen sama Om", lanjutnya lagi.
Aryo tidak banyak bicara lagi. Bibir Aryo mendarat lagi di bibir Diana. Pergumulan cinta mereka semakin menggila. Beberapa kali berguling, kadang Aryo diatas, kadang dibawah Diana. Hingga akhirnya Aryo memelorotkan rok tube top bagian dada Diana ke bawah. Dua gunung yang masih tertutup strapless bra hitam menyembul sedikit. Diana memberi jalan tangan Aryo untuk melepaskan pengaitnya dipunggungnya. Kini dua gunung itu terlihat jelas. Diucumbunya puting merah kecoklatan milik Diana. Membuat Diana menggelinjang diterpa kenikmatan yan tiada taranya.
"Ommh.. Diana sukkhhaahh.. ehhmm", berkali-kali kalimat itu meluncur dari bibr tipis sensual Diana.
Aryo menggilir buah dada Diana kiri dan kanan. Sesekali diremasnya, menambah sensasi kenikmatan yang dirasakan Diana. Diana pasrah. Kepalanya menoleh kiri-kanan. Jeritan-jeritan kecil turut menghiasi desahan nikmat, manakala putingnya dihisap atau digigit Aryo. Puas dengan bukit kembar (tadi gunung ya..?) Diana lidah Aryo merambah leher Diana, hingga ke belakang telinga. Erangan-demi erangan muncul menambah koleksi kalimat tak jelas yang diucapkan Diana.
Kini keadaan berbalik. Aryo berguling kesamping, hingga memberikan kesempatan Diana untuk melakukan serangan. Diciuminya dada Aryo. Hal yang sama dilakukan oleh Diana pada Aryo. Menggigit kecil puting Aryo. Juluran lidahnya manyapu hingga ke perut Aryo. Perlahan ikat pinggang Aryo dibukanya, sekaligus menurunkan resletingnya dan memelorotkan celananya ke bawah. Tonjolan itu semakin terlihat menantang. Lidah Diana menari-nari di atas batang yang masih tertutup Rider. Beberapa saat kemudian, dibukanya kain penutup itu, hingga akhirnya batang kekar Aryo menyeruak, seperti mencari lubang baru.
Diana tidak melewatkan kesempatan itu, dikulumnya kemaluan Aryo turun naik, dipadu dengan kocokan lembut seirama dengan kuluman. Kenikmatan yang diterima Aryo sebetulnya sama dari beberapa gadis yang pernah tidur bersama dengan Aryo. Namun karena Diana keponakan Melinda, Aryo lebih memainkan perasaannya disitu, sampai-sampai Aryo membayangkan wajah Melinda ketika bercinta dengan Diana beberapa tahun yang lalu. Sekarangpun begitu.
Aryo bangkit menyudahi permainan Diana di kemaluannya. Diana direbahkannya. Ditariknya celana dalam Diana. Tampak bibir vagina merah merekah yang telah basah menggoda Arryo untuk menjilatnya. Beberapa jilatan menyapu seluruh permukaan bibir vagina, hingga Aryo menemukan klitoris Diana. Diana menggelinjang.
"Ouughh.. Ommhh.. Diana sukkhaahh.. mmppffhh..", berulang-ulang Diana mengatakannya.
Tiba-tiba tubuh Diana mengejang."Diana mau dapeth ommhh.. Diana dapeethh.. aahh..!", teriakan kecil terlontar begitu saja dari Diana berbarengan dengan puncak kenikmatan yang diraihnya. Panjang sekali kenikmatan yang menerpa Diana.
"Om curang..!", gerutu Diana, namun senyum tersungging di wajahnya.
Aryo hanya tersenyum mendengar gerutuan Diana. Diana bangkit dan mendorong Aryo hingga rebah di ranjang.
"Sekarang aku mau balas dendam..!", kata Diana mengancam.
Aryo melepas kemeja, celana dan CDnya dengan bantuan Diana. Diana berada di atas Aryo sekarang. Kemaluan Aryo diusap-usap pada vaginanya. Aryo tenang menikmati awal permainan cinta yang sebenarnya. Tatkala Diana menekan pantatnya ke bawah, terdengar lirih desahan Diana.. "Emhh..", berbarengan dengan amblasnya batang kemaluan Aryo. Diana bertumpu pada kedua lututnya. Gerakannya berubah maju mundur, seperti menunggang kuda pacuan. Semakin cepat gerakannya. Aryo memegang pinggang Diana memberi bantuan dorongan. Buah dada Diana bergerak berayun seiring dengan gerakan Diana yang semakin liar. Keduanya terlibat pembicaraan
"Omh.. ayo omh.. ehh.. eh.. barengan sama Diana Omhh.. ahh.. ah.. aahh", ucap Diana sambil bergerak atas bawah.
"Diana.. hmm.. kamu chantikh.. malamh.. ini.. hh.. hh.. ahh.", Aryo menyemangati Diana.
"Omhh.. hh.. Diana.. hh.. pengenh.. Omhh.. hh.. hh. balikh.. lagihh.. sama tante Melhh.. hh.. hh.. oh.. Omh.. aduhh.. enakh omhh..", pinta Diana.
"Om.. sayangh khanhh sama.. hh.. hehmm.. tante Melhh hh.. hh.. mmhh?, " tanya Diana lagi.
"Sayanghh.. bangeth.. hheh.. tapihh.. kamuhh.. hhmmhh..?", kata Aryo lagi.
"Nggakh.. usahh.. pikirinhh.. Diana.. ahh.. Omhh.. yanghh.. pentinghh heehhmm.. Ohh.. Ahh..", terputus kata-kata Diana di sela-sela desahannya.
"Yang.. pentinghh ahh.. aaphaa.. ahh?", tanya Aryo sambil mengimbangi gerakan Diana yang semakin cepat.
"Yanghh.. pentinghh, ah.. ahh.. Aku.. Daphett.. Omh.. Akkhhu.. dapethh AAhh.!"
"Akkhuu.. jug.. ggaa.. AAhhH!", Aryo mengerang.
Keduanya mengerang, menegang dan akhirnya terkulai lemas. Diana jatuh di dada Aryo. Vaginanya masih tertancap kemaluan Aryo. Desah nafas keduanya sangat cepat, dan kemudian melambat. Aryo memeluk Diana dengan erat.
"Kenapa harus aku Diana?", kata Aryo. Diana diam, dan memandang wajah Aryo.
"Abis Om Aryo baik..".
"Semua orang juga bisa baik sama kamu Diana..", kata Aryo lagi.
"Aku ngelihat cara Om Aryo memperlakukan tante Mel.., aku sirik Om. Andai saja aku bukan keponakan tante Mel", jawabnya dengan nada sesal.
"Om,.. janji sama Diana.. baikan sama tante Mel..", kata Diana dengan penuh harap.
"Aku tahu Om sakit.. pedihnya Om aku rasain juga..", ucapnya lagi pada Aryo.
"Asal Om tau aja tante Mel pengen balikan juga sama Om", lanjutnya lagi.
"O ya..?" tanya Aryo.
"Om pikir, ngapain aku berjuang ketemu Om di event? Kalo aku nggak sayang sama tante Mel..?", lanjutnya lagi.
"Semejak putus sama Om Reza, ampir tiap hari aku temenin tante Mel. Kasian Om, saat itu tante Mel rapuh. Pasti nama Om disebut-sebut. Tante Mel nyesel kenapa harus lukain Om!", terang Diana.
Aryo terdiam.
"Besok ku telepon..".
"Langsung aja ketemuan", potong Diana.
"Aku belum sanggup Diana..!"
"Alaa.. dasar cowok romantis..!" ledek Diana mengoda.
"Tapi, jangan bilang aku ketemu Om ya.. promise me.. Om", rengek Diana pada Aryo.
"Dasar pembohong..!" kata Aryo sambil memencet lagi hiudng Diana.
Keduanya lantas membersihkan sisa-sisa permainan barusan. Diana menanggalkan pakaiannya yang masih menempel tidak karuan. Aryo pun tidak mengenakan apa-apa lagi. Keduanya lantas menarik selimut. Diana menemukan kembali kehangatan yang pernah diterimanya. Aryo pun larut dalam kenangan masa lalu bersama Diana dan Melinda. Sungguh tak disangka, event yang dia handel memberikan pengalaman bercinta tiada henti. Terlebih peluang mendekati kembali Melinda semakin terbuka. Dan malam pun berlalu cepat tatkala mereka kembali mereguk manisnya cinta dan nafsu yang menyelimuti mereka.
*****
Chapter Six
Senin siang, pukul 10. 30. Cahaya matahari masuk melalui celah-celah korden hotal yang masih tertutup. Kedua insan tanpa busana itu masih tidur berpelukan. Seperti biasa, selimut telah tersingkap dari tubuh mereka menampakkan pemandangan dua sejoli bagai bayi baru lahir, tanpa selembar benang pun menempel di tubuh mereka.
Dinginnya AC hotel semakin mempererat pelukan mereka. Rasa penat bercinta masih menempel di tubuh, namun tersungging senyu di wajah mereka. Puncak demi puncak kepuasan diraih hingga menyisakan kenangan manis untuk Diana yang kembali bertemu Aryo. Ya, Diana yang telah berubah menjadi wanita dewasa, haus dengan belaian Aryo, dengan cintanya Aryo (walau Aryo hanya bermain nafsu saja), dengan pergumulan hebat Aryo, dan everything about Aryo.
"Diana..", kata Aryo lembut, membangunkan Diana. Diana hanya bergerak sedikit, mempererat pelukannya di dada Aryo.
"Bangun anak manis.. sudah siang".
Diana menggeliat. Gerakan tubuhnya seperti mengejang mendapat orgasme. Aryo menikmati pemandangan itu dengan seksama. Diciumnya kening Diana. Diana tersenyum.
"Om.. indah sekali tadi malam..!"
"Aku juga merasakan hal yang sama Diana..!"
"Om.. juga..?", tanya Diana sambil menoleh ke wajah Aryo.
"Iya dong.. masa cuman kamu yang ngerasain.., egois..!", jawab Aryo.
Keduanya berciuman mesra. Hasrat bercinta mereka timbul kembali, namun waktu juga yang membuat mereka berhenti. Diana harus masuk kerja walaupun telat, karena jam 2 siang dia ada janji dengan klien, sedangkan Aryo harus menyiapkan laporan awal pelaksanaan event dan mengirimkannya lewat e-mail.
"Mandi sana.. ah.. bau", kata Aryo menggoda Diana.
"Uih.. Om tuh yang bau.., nempel cewek sana sini..!" kata Diana sambil berjalan menuju kamar mandi.
Siang itu di mobil. Aryo memacu mobilnya ke arah Jl. Martadinata, atau lebih dikenal Jalan Riau. Beberapa Factory Outlet terkenal ada di situ. Kawasan ini memang berkembang pesat.
"Kamu tahu warnet terdekat daerah kantor kamu?",
"Wah, kalo aku sih Om, pake internet kantor gak tahu daerah sini ada apa kagak Om,..!"
"Hmm.. ya udah belok kemana nih kita..?"
"Kiri Om.. nah..
"Tuh bentar lagi, naah.. di kiri Om"
Pintu mobil pun ditutup setelah Diana keluar.. "Jreb!". Aryo menurunkan kaca mobil sebelah kiri.
"Makasih ya Om,.. inget.. telepon Tante Mel!", kata Diana mengingatkan.
"I will..", jawab Aryo singkat.
"Daahh Om,.. miss you.. muuach.!", balas Diana.
Mobil pun melaju kembali. Aryo pun mencari warnet, untuk mengirimkan laporan awal pelaksanaan event yang memang ditunggu kliennya.
Seselesainya dari warnet, Aryo pun kembali meluncur. Tak punya tujuan. Yang ada di pikirannya adalah bagaimana caranya menghubungi Melinda. SMS..? Nggak enak hati karena waktu itu Aryo tidak menjawab telepon dari Mel. Ketemu langsung..? bingung apa yang mau dikatakan pertama kali.
Hari sudah mulai sore. Aryo memberanikan diri untuk menjemput Melinda di tempat kerjanya di sebuah bank bilangan Asia Afrika. Sesampainya di tujuan, Aryo menunggu di tempat parkir dalam mobil, agak jauh dari pintu utama bank itu. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah 6 lebih, Aryo masih menunggu di mobilnya. Beberapa karyawan dan karyawati satu-satu keluar dari gedung. Ada yang dijemput dan ada pula yang pulang sendiri, bawa mobil atau naik bis kota. Aryo masih sabar menunggu walaupun agak sedikit gelisah.
Beberapa menit kemudian, gadis yang ditunggu Aryo keluar, Melinda. Ya melinda, mengenakan pakaian seragam customer service, tampak lebih cantik dari beberapa karyawati yang baru saja keluar. Sepatu hak tinggi tertututup, dan rok mini hitam agak jauh di atas lutut membuat kaki Melinda yang tertutup stoking hitam, terlihat lebih seksi
Bersambung . . . .