Nina kakak iparku - 2

Kutenangkan pikiranku, kerebahkan tubuhku diranjang. Perlahan-lahan pikiranku mulai tenang, dan akupun tertidur. Pukul 11.00 WIB, aku terbangun setengah kaget dan perut kelaparan. Kucari-cari makanan di dapur, rupanya isteriku tidak masak. Lalu aku ke belakang, ke rumah kakakku. Kuambil nasi, seperti biasa kalau isteriku tidak masak, aku dan anakku selalu menumpang makan di tempat kakakku itu. Sambil makan dengan lahapnya, aku menonton TV di rumah kakakku itu. Kudengar kamar mandi seperti ada orang yang sedang mandi, gebyar gebyur.. Lalu terdengar pintu kamar mandi dibuka, setelah itu rupanya kakakku baru habis mandi. Agak kaget dia karena tidak mengira kalau ada aku sedang menonton TV. Sambil agak berlari, dia menundukkan kepalanya malu, ya tentu saja karena dia hanya menutupi tubuhnya dengan handuk kecil saja.

"Maaf ya Dik..." katanya lirih sambil berlari kecil.

Entah apa maksudnya. Sebetulnya aku yang harus minta maaf karena melihat tubuhnya dibalut handuk kecil. Sepintas yang terihat sebagian kecil buah dadanya sampai pangkal pahanya, tentunya pembaca dapat membayangkan gambarannya. Sementara buah dadanya yang lain (tidak tertutupi) dia kempit dengan kedua belah tangannya, tentu saja tidak bisa menutupi seluruhnya dan terlihat belahannya yang montok. Belahannya saja sudah montok apalagi seluruhnya. Sementara bagian bawahnya terlihat pahanya yang putih mulus bersih. Teringat perkataan isteriku beberapa malam yang lalu, melihat tubuh kakakku yang putih mulus bersih perlahan-lahan pisangkupun mulai menari-nari.

Tak kuasa aku menahan nafsuku, mungkin karena pisangku yang terlalu besar, atau karena isteriku sudah mengijinkan aku mencoblos cewek lain, jangan yang jauh-jauh dulu seperti Mbak Nina dulu. Panasya siang itu membuatku gerah, segera kubuka baju dan celanaku. Kulihat kontolku sudah menyebul keluar dari celana dalam. Dengan jantung yang berdebar keras, kuhampiri kamar kakakku. Kubuka pintunya dan.. Kakakku menjerit kaget. Rupanya dia habis berdandan, namun masih memakai handuk kecilnya. Lebih kaget lagi melihatku dibalik kaca hanya memakai celana dalam saja sementara sebagian kontolku sudah menyembul keluar.

"Mau apa Dik?" tanyanya kaget dan bingung.

Masih menatapku dari balik kaca. Aku diam saja sambil terus menghampirinya. Ketika dia membalikkan tubuhnya, langsung kudekap sambil terus memandang wajahnya yang bersih.

"Jangan.. Jangan Dik, kamu sudah gila ya?" tanyanya sambil meronta.

Aku tidak mempedulikannya. Kuciumi wajah dan lehernya. Dia hanya meronta-ronta masih sambil berteriak-teriak.

"Kalau nggak mau berhenti, aku teriak!" ancamnya.
"Teriak saja Mbak, biar semua orang tahu kalau kita berdua sudah beginian," jawabku.

Rupanya dia berpikir panjang, dan menghentikan ancamannya. Selama dia berpikir, kubalikkan tubuhnya yang mulus, kutengkurapkan di pinggir ranjang, sambil membuka handuknya. Kulihat tubuhnya benar-benar mulus, sementara kakakku hanya diam saja seribu bahasa, entah apa yang ada dipikirannya. Setelah dia tidak meronta dan tidak mengancamku lagi, aku baru tenang dan mulai memeluknya dari belakang.. Kakakku meredup matanya, rupanya menikmati kehangatan ini. Kuciumi wajah dan lehernya dari belakang, sambil menikmati kehangatan tubuhnya yang mulus.

"Dik, kenapa kamu melakukan ini..?" tanyanya.
"Karena Mbak cantik, perlu dilindungi dan dikagumi".
"Tapi kenapa harus begini?"
"Memang harus begini cara mengagumi Mbak, dengan mencintainya sepenuh hati," kataku sambil terus menciumi punggungnya, menggelinjang Mbak Nina.
"Maksudku, kenapa harus sekarang beginiannya?" tanyanya manja sambil menutup kedua belah matanya.

Malu diperlakukan manja seperti itu. Aku jadi mengerti, selama ini Mbak Nina juga menaruh hati padaku. Makanya setiap menatapku dia selalu menundukkan kepalanya.

"Aku takut Mbak tidak mau menerimaku," kataku.
"Setelah lihat kontolmu, mana mau yang menolakmu?"
"Jadi Mbak lihat kontolku ya?" tanyaku penasaran.
"He-eh, di kamar mandimu yang terbuka itu, aku pada waktu itu nggak masak nasi, nggak sengaja aku lihat kamu lagi mandi, kulihat kontolmu yang lemas. Lemas saja sudah panjang gitu, apalagi kalau keras. Makanya ketika kulihat di jendela itu, aku kaget setengah mati. Apa itu ditujukkan kepadaku apa nggak, tapi aku jadi malu takut geer-an. Makanya aku masuk sajahh..." katanya lirih.

Karena kalimat terakhir itu aku menelusupkan tanganku ke dadanya yang terhimpit antara tubuhnya dan kasur. Kuremas penuh kasih sayang.

"Ach.. Kenapa kamu sejahat ini, menyiksakku.. Ahh.. Ahh," rintihnya manja.

Kutarik tanganku yang satunya, kugapai tangannya yang meremas-remas seprei. Kutuntun ke kejantanannku yang sudah menegang, yang hendak merasakan sentuhan cewek lain pertama kalinya. Ketika dia memegang kontolku, langsung menarik kembali tangannya.

"Aww... apa itu Dik? Gila, gede banget.. Takut ach, takut, takut..." berulang-ulang dia katakan itu tanpa berani menatapku, apalagi menatap kontolku. Semakin bernafsu saja aku, kutarik kembali tangannya dan kupaksa memegangnya. Pertama-tama dia hanya memegangnya tanpa melepasnya sedetikpun, lalu kerasakan pegangannya semakin erat. Tangannya yang mungil tidak bisa sepenuhnya melingkari kontolku. Lama-lama dia meremas-remas kontolku dengan penuh nafsu sambil mengocoknya, masih belum berani melihatnya.

"Ahh..." tanpa kusadari aku menyeringai keenakan.

Keselipkan tanganku diantara kedua bokongnya yang bulat padat berisi. Sampailah aku pada klitorisnya, besar juga. Kupermainkan sambil kupijit-pijit, kakakku yang montok itu langsung menggelinjang lalu melepaskan kontolku. Tapi tidak, dia memindah tangannya ke pangkal kontolku sambil mencengkeram sekuat-kuatnya. Lalu menuntunnya ke arah liang vaginanya. Aku sudah pahan maksudnya. Tanpa ragu lagi aku dorongkan kontolku ke vaginanya yang kecil, menganga agak berair minta dimasuki kontol. Slep, separuh kontolku sudah masuk, karena agak susah memasukkannya karena sempitnya vagina kakakku.

Kakakku membenamkan wajahnya ke kasur, sambil meremas seprei dan apapun di sekitarnya, seakan-akan mau merobeknya. Rupanya kakakku nggak mau kedengaran jeritannya, terbukti dari erangannya yang teredam di kasur. Asik juga ngontoli kakakku dari belakang ini. Cengkeramannya begitu kuat sekali, spare part made in Japan asli. Seiring dengan erangan kakakku, kutarik dan kebenamkan berulang-ulang kontolku, mencari jalan masuk.

"Argh.. Aw.. Aw.. Aw.. A.. A.. A..." erangan kakakku merintihrintih berulang-ulang.

Seakan-akan menolak, menolak untuk berhenti. Nafasnya sudah memburu, keringatnya bercucuran dimana-mana, tubuhnya bergetar tidak beraturan, kepalanya menoleh kesana-kemari, sedangkan kakinya mulai menggeliatgeliat, di buka pahanya lebar-lebar seakan tidak puas hanya separuh kontolku yang masuk. Kembali aku paham maksudnya, pelan tapi pasti kudorongkan kontolku sepenuh tenaga. Lhess.. Sampai terdengar seiring kontolku yang sudah masuk full. Kakakku bagaikan orang gila yang kesurupan.

"Aww.. Aphaa ini, apa ini.. Ngganjal gede, anget, kasar, asfh..." entah apa lagi yang dia omongkan.

Aku sampai kesulitan mengejanya dalam tulisan. Yang jelas, seluruh tubuhnya sudah basah kusup bagaikan orang mandi. Aku sendiri menikmati vaginanya yang hangat, mencengkeram kuat dengan denyutdenyutnya yang jelas terasa meremas kontolku. Aku mendiamkan sahaja keadaan ini, kurasakan tubuh kami menyatu, tidak ada dua tubuh. Yang kurasakan aku bersatu sama dia, seolah-olah aku memasuki jiwanya. Tiba-tiba dia melepas semua yang ada, aku agak kecewa. Tetapi dia ternyata membalikkan tubuhnya dan naik ke ranjang sambil mengangkat kedua dengkulnya dan membukannya lebar-lebar. Tanpa berani membuka matanya, dia memohon kepadaku..

"Mashh.. Sini Mas... sayangi ahu, nikmati ahu, tindih ahu, milikku akhu..." katanya tidak sadar kalau memanggilku dengan sebutan "Mas".
"Kenapa Mbak, kamu ingat suamimu?" tanyaku kuatir.
"Nggahh.. Aku ingin kamu jadi suamiku, kalau.. Suami khan boleh menindih isterinya, mahanya ahu panggil kamu 'Mash'... cepahh.. Sinnii dhong.. Malah ngobrol aja, mau hawin afa arisan..." katanya sudah tidak jelas ucapannya.

Tanpa pikir panjang lagi aku tindih dia, kulumat bibirnya, mula-mula dia menolak, karena masih malu melihat wajahku. Tapi akhirnya dia membalas lumatanku. Ternyata dia lebih liar dari perkiraanku. Aku dilumatnya habis-habisan, sementara tangannya mengocokngocok kontolku tanpa bimbinganku lagi. Kontolku yang sudah basah karena vaginanya, sampai keluar otot-otonya seperti akarakar pohon yang menjalan di batang pohon. Dibimbingnya kontolku ke vaginanya, less.. Kembali dia menjerit tertahan ketika semua kontolku masuk. Gilanya kumat lagi, apalagi setelah aku menaik turunkan pantatku, menancapkan dan menarik kembali kontolku.

"Af.. Ah.. Ah.. Aw.. Aw.. Aw.. Aww.. Aww..." rintihnya keenakan.

Hampir sepuluh menit berlalu, kasur yang kami buat alas sudah basah oleh keringat kami berdua. Tiba-tiba Mbak Nina merengkuhku dan memelukku, kedua kakinya mencengkeram pingganggku erat-erat, sementara mulutnya menggigit pundakku. Sangat perih kurasakan, tetapi aku maklum bahwa dia ingin melampiaskan kenikmatan itu. Tubuhya tiba-tiba bergetar hebat, seperti seorang yang terserang ayan, menggelinjang-gelinjang apa adanya.

Bayangkan saja, tubuh yang montok itu, bisa menggelinjang tanpa menapak ke kasur! Kembali kurasakan vaginanya mencengkeram erat kontolku lebih dari yang tadi, hal itu membuatku sama-sama menggelinjang. Tanpa kusadari kupeluk dia lebih erat sambil meremas pantatanya yang montok. Beberapa saat kami seperti dua orang yang sudah mati. Kurasakan aku seperti mau kencing.. Dan akhirnya akupun mengencingi Mbak Nina.. Semburannya sangat kuat, sampai-sampai Mbak Nina menjerit lemah..

"Trus.. Trusshh.. Semprot yang bannyakhh..." katanya.

Setelah itu, tubuh kamipun melemas.. Kulihat Mbak Nina yang kelelahan, sambil tersenyum sangat puas, matanya yang dari tadi tertutup perlahan-lahan terbuka.

"Makasih, ya Dik. Kamu hebat banget, aku dibuat melayang-layang. Kalau tahu kamu punya pisang ambon sebesar itu, aku dari dulu minta," katanya manja.
"Yah.. Sama-sama Mbak, akupun sebenarnya jika melihat Mbak Nina yang montok, dengan pepaya yang kenyal, kontolku selalu berdiri. Makanya lain kali kalau mau, ngomong aja ya..?" kataku.
"Habis, punyamu gede banget sih, kayak punya arab. Aku jadi ngeri. Ngeri keenakan".
"Udah dulu ya Mbak, ntar anak-anak udah pulang," kataku sambil menutupi tubuhnya dengan selimut.

Akupun memakai celanaku yang di lantai.

"He-emh.. Tapi janji ya, Sabtu depan kamu pamerin aku lagi," pintanya.
"Pamerin apanya, Mbak?"
"Kontolmu".
"Iya," jawabku sambil keluar kamarnya, menuju kamarku lalu akupun tertidur lelap.

Semenjak saat itu, aku selalu memamerkan barangku di depan kakakku. Walaupun secara tidak langsung, dengan memakai celana ketat, kuperlihatkan tonjolan diselangkangan. Mbak Nina hanya senyam-senyum saja, dan senggama kamipun berlangsung tiap Sabtu, hingga kini.

Tamat