Sedarah
Wednesday, 17 December 2008
Aku dan Tanteku - 1
Mulai saat itu aku lebih sering tidur sekamar dengan tanteku. Mulai tumbuh perasaan nyaman tidur bersama orang dekat, dan mulai terbiasa dengan pelukan dan sentuhan yang hangat diantara kami. Tentu saja walaupun saat itu aku sudah bisa ereksi, tapi usia segitu belum memungkinkan aku untuk memahami persoalan seks. Tanteku punya kebiasaan yang unik, setiap tidur dia menanggalkan pakaiannya, menyisakan bra dan CD, kemudian membungkus kami berdua dalam selimut yang hangat, dan mulai memelukku sampai pagi. Kebiasaan ini berlangsung berbulan-bulan.
Suatu malam, karena kegerahan, aku terbangun. Aku terkejut karena tanteku tidak dalam posisi biasanya yang selalu memelukku dari belakang. Saat mataku membuka, aku melihat pemandangan baru, yaitu bongkahan pantat tanteku yang sedang tidur menyamping, terpampang jelas di depan mataku. Dengan berdebar dan gemetaran, naluriku mulai bertindak. Aku mendekatkan wajahku, menghirup bau tubuh yang terasa aneh namun menggairahkan, dan meraba-raba bongkahan pantat tanteku sehati-hati mungkin. Kebiasaan ini berlangsung terus, dan di hari-hari berikutnya keberanianku tumbuh perlahan-lahan, untuk melakukan sesuatu yang lebih dari sekedar itu. Kadangkala aku meraba pantatnya, sembari tanganku yang lain memain-mainkan penis kecilku. Pernah pula beberapa kali tanganku mencoba menyusup ke dalam CD-nya, namun belum pernah mencapai hasil yang memuaskan, karena biasanya tanteku mulai menggeliat. Dan akhirnya semua kesenangan ini mesti terputus karena setelah genap setahun, tanteku kembali tinggal bersama orang tuanya untuk melanjutkan ke Perguruan Tinggi.
Suatu kali di tahun 1985 (usiaku 17 tahun), aku sekeluarga berlibur ke rumah nenekku, yang terpisah pulau dari rumah tempat aku dan orang tuaku tinggal. Aku senang sekali berjumpa kembali dengan Tante Lina, dan masa-masa liburan itu dia sering mengajakku jalan-jalan, membelikanku mainan dan sebagainya. Suatu siang, sepulang dari bermain-main di sekitar rumah, aku menemukan rumah dalam keadaan sepi. Semuanya sedang tidur. Iseng-iseng aku masuk ke kamarnya Tante Lina, dan ternyata dia sedang tertidur pulas. Saat itu tadinya aku mau bermain kembali dengan anak-anak tetangga, tapi melihat Tante Lina yang tidur telentang dengan roknya dalam keadaan tersingkap, membuatku teringat kembali mainanku beberapa tahun yang lalu.
Aku naik ke pinggiran ranjang, dag-dig-dug, ragu, wajahku memerah, tapi tidak ada waktu untuk kembali. Telapak tanganku mulai menyusuri kaki Tante Lina dari bawah, dan dia tetap tertidur. Sambil meneguk ludah dan susah bernafas, kusadari telapak tanganku sudah berada di pangkal pahanya. Aku naikkan rok tanteku, dan terpampanglah didepan mataku, CD berenda yang berwarna krem, dengan latar beberapa helai bulu kemaluan yang keluar dari orbit, dan cetakan bibir kemaluan yang tebal dan indah, dalam keadaan yang basah dan hangat. Aku makin susah menelan ludah, tapi semuanya sudah dalam keadaan tanggung. Kuteruskan aksiku, dengan tanganku perlahan-lahan mulai masuk ke CD tanteku dari samping. Tiba-tiba tanteku terbangun seperti kaget, dan sebelum sempat mengucapkan apa-apa, aku tarik tanganku keluar, dan kabur secepatnya ke ruang keluarga. Entah kenapa, aku merasa berdosa sekali. Walaupun aku belum tahu apa-apa soal itu, aku merasa bersalah, dan takut tanteku marah. Ternyata tanteku tidak marah, ia menghampiriku, dan mengajakku tidur bareng. Akhirnya akupun mengikutinya tidur, dan tidak melakukan apapun.
Keesokan harinya adalah salah satu hari yang bersejarah bagiku. Saat terbangun, orang tuaku bersama kakek nenekku sedang mengunjungi kerabat yang lain. Tinggal aku dan Tante Lina ku saja dirumah. Belum sempat aku turun ke kamar mandi, aku melihat tanteku melewati kamarku, hanya dengan lilitan handuk di tubuhnya. Aku pun segera beranjak, dan mencoba menengok ke kamarnya yang pintunya tidak ditutup. Ya ampun, di kamarnya, aku melihat tanteku yang membelakangiku, mulai menurunkan handuk dari tubuhnya. Pantatnya yang besar itu bergoyang-goyang sementara dia memilih-milih pakaiannya dalam lemari. Pandanganku nanar, tidak tahu harus berbuat apa. Dan ketika dia berbalik, aku yang hanya berjarak beberapa meter darinya, dengan terpaksa harus menerima pemandangan bugil tubuh depannya yang montok itu. Aku tidak tahu tanteku sedang apa, dan mengapa ia tidak bereaksi dengan kehadiranku. Mungkin ia tidak melihatku yang sedang duduk dari luar kamarnya, atau mungkin ia berpura-pura tidak melihatku, entah dengan motif apa. Tampak bagiku ia seperti sedang memessage dirinya sendiri, melakukan gerakan-gerakan relaksasi, dengan payudara bulat kencang besarnya tengah berayun-ayun, perutnya yang meliuk-liuk, dan.. ya tuhan! Aku tidak tahan melihat kakinya yang perlahan meregang-regang, dengan belahan vaginanya yang indah itu terbuka seperti mengajakku untuk bermain. Aku langsung pergi ke kamarku, merasa pusing dengan kejadian barusan, merasa terundang untuk melakukan sesuatu, tapi aku tidak tahu apa dan harus bagaimana.
Sepulang dari liburan, dan selama masa pertumbuhanku berikutnya, bayangan tentang tanteku sulit sekali disingkirkan dari kepala, dan berperan banyak waktu fantasi seks-ku mulai terbentuk. Ketika mulai mengenal masturbasi dan ejakulasi, aku selalu membayangkan belahan vaginanya yang menerima semburan spermaku. Bebeberapa tahun kemudian ia menikah dengan seorang polisi, mengikuti suaminya pindah ke kota lain, dan dari kabar yang aku terima ia sekarang menjadi ibu rumah tangga yang baik. Aku pun mulai melupakannya, sampai kemudian, suatu kesempatan yang tidak terduga tiba-tiba datang.
Tahun 1993. Saat itu aku berumur 25, tumbuh menjadi seorang remaja yang berlibido tinggi, masturbasi tiap hari, rajin mengkonsumsi segala material porno yang sedang in saat itu, seperti enny arrow, playboy, video blue film dan lain-lain. Dan aku sudah tahu, apa yang harus aku lakukan apabila ada kontak fisik dengan seorang wanita, walaupun tentu saja, belum pernah melakukannya. Saat itu, tanteku yang bungsu, Lia, yang berumur sebaya denganku, mengajakku untuk berlibur ke rumah kakaknya, Lina. Tentu saja aku pun mau, dan kami berdua berangkat kesana.
Saat itu, Tante Lina yang sebenarnya masih muda (sekitar 26-27 an) semakin montok saja, dan belum dikaruniai anak. Suaminya yang polisi, sedang mendapat piket malam. Otomatis kami bertiga merasa bebas tidur dimana saja. Malam itu, sehabis nonton acara TV, aku yang tadinya berniat untuk tidur dengan Tante Lina, tapi karena kecapean aku tertidur di kasur yang digelar darurat di ruang tengah. Jam 3 pagi aku terbangun, dan terkejut karena tiba-tiba Tante Lina tertidur di sebelahku, sementara adeknya, Tante Lia, entah tidur dimana. Semua kenangan bersamanya terbawa kembali saat itu ke ingatanku, dan aku merasa, inilah saatnya aku merespon apa-apa yang pernah dia tunjukkan padaku.
Tanteku tidur menyamping, daster yang ia kenakan tampak membuatnya semakin terlihat semakin seksi saja. Saat itu keberanianku sudah penuh, dan aku yakin, apa-apa yang pernah dia tunjukkan padaku adalah cermin dari keadaan dirinya yang berlibido tinggi. Aku langsung melucuti pakaianku sendiri sampai bugil, kemudian perlahan-lahan mengangkat dasternya sampai di perutnya. Aku mulai mengocok-ngocokkan penisku yang sudah tegang, dan tanganku yang lain meraba-raba kemaluannya dari balik CD-nya. Kemudian kusingkapkan CD-nya, dan pemandangan bibir vaginanya membuatku membuatku makin bernafsu. Aku naikkan lagi dasternya sampai diatas dadanya, kemudian aku angkat bra-nya, dan buah dadanya pun tersembul manis. Tiba-tiba Tante Lina mendesah pelan, mengubah posisinya menjadi telentang, dan terlihat pulas kembali. Aku sudah tidak peduli apakah ia akan bangun atau tidak. Apabila ia terbangun, aku sudah siap dengan seribu penjelasan. Kemudian aku lucuti CD-nya, dan inilah akhirnya buah penantianku.. Tanteku yang bugil, telentang, siap disetubuhi.
Kudekatkan wajahku pada vagina Tante Lina, baunya yang menggoda membuatku langsung saja menjilati bibir kemaluannya, sambil kedua tanganku menyorong keatas, memainkan puting buah dadanya. Aku terus melakukan itu, dan lama kelamaan, pinggul tanteku mulai bergoyang, mengimbangi gerakan lidahku di seputar klitorisnya. Aku mulai memindahkan nafasku lewat mulut, dan mencoba mendorong lidahku berkali-kali ke lubang vaginanya. Makin kesetanan tanteku bergoyang, dan tangannya seketika menjambak rambutku, menghimpitkan selangkangannya ke wajahku, di saat bersamaan dengan lidahku yang terus menerobos lubangnya, merasakan dindingnya yang hangat dan gurih. Peduli setan dengan nafasku yang sesak, aku hanya ingin melakukan itu sampai aku gila sendiri. Tiba-tiba, tanteku menggelinjang, pantatnya terangkat keatas, meregang-regang, dan akhirnya terkulai kembali kekasur. Satu tangannya menutupi vaginanya, namun antara jadi telunjuk dan jari tengah terbuka, menyisakan lubang itu untuk kumasuki. Aku sudah mafhum, tanteku sebenarnya telah terbangun tapi masih berpura-pura tidur dan tidak ingin membuka percakapan.
Aku langsung berinisiatif, kudekatkan penisku pada vaginanya, dan mencoba untuk memasukkannya. Namun tiba-tiba, tangan tanteku memegang erat penisku, dan kemudian ia mendorong tubuh telentangnya ke depan, sampai mulutnya berada di depan penisku. Aku jengkel sekali, ia melakukan semua itu dengan terpejam. Namun karena nafsuku sudah di ubun-ubun, kuikuti saja kemauannya.
Tiba-tiba tanteku mendekatkan mulutnya ke penisku, dan mulai mengisap kepala kemaluanku perlahan-lahan. Nikmat yang kurasakan membuatku secara naluriah mendorong kemaluanku ke dalam mulutnya, dan iapun mulai mengulum batang penisku, dengan bantuan tangannya mengocok dengan cepat. Ah, nikmat sekali rasanya saat itu, melihat mulut dan tangan tanteku sendiri yang sedang sibuk membuat keponakannya senang. Tak lama kemudian, saat aku mulai mengejang, ia menarik mulutnya dari penisku, namun tetap menganga, dan tumpahan spermaku pun membanjiri rongga mulutnya. Akupun terkulai dengan lemas, dan tanpa canggung lagi mulai berbaring sambil memeluknya, teringat kenangan dengannya semasa aku kecil. Malam itu aku tertidur dengan harapan bahwa hari-hari berikutnya penuh dengan pengejaran dan pemuasan kenikmatan tubuh.
Namun hal itu tidak pernah terjadi lagi, karena di hari-hari berikutnya ada saja gangguan. Kadang-kadang, Lia, tanteku yang bungsu, begadang semalaman. Hari yang lain terkadang Tante Lina tidur duluan. Sampai akhirnya liburan habis, aku pulang dengan kenangan yang memabukkan libidoku, sekaligus sangat penasaran untuk bisa benar-benar menyetubuhi Tante Lina.
Bersambung...