Sedarah
Wednesday, 17 December 2008
Aku dan Tanteku - 2
Paginya, aku terbangun jam 6. Saat itu suster mulai datang, memeriksa jarum infus, menyiapkan makan dan melakukan tetek bengek lainnya yang tidak terlalu kuperhatikan. Suster mulai memandikan aku, mengelap tubuhku dengan air hangat dari kepala ke kaki. Saat itu Tante Lina sedang di kamar mandi. Di pagi yang dingin itu penisku mulai tegang, dan saat sang suster sedang mengelap kakiku, tubuhnya yang sedikit membungkuk membuatku tidak tahan melihat belahan dadanya yang membusung. pelan-pelan kubuka CD-ku, dan kemaluanku yang saat itu berukuran 15 cm mulai meronta, kukeluarkan dari kandangnya lalu kukocok pelan-pelan. Tatkala suster melihatku, terlihat ia sedikit kaget, namun cepat menguasai dirinya.
"Nakal yah..", serunya sambil tersenyum manis.
"Bersihin dong Mbak", sahutku sambil menunjuk kemaluanku. Terlihat sekilah ia melihat ke arah kamar mandi, mungkin sudah tahu ada yang sedang menjagaku, dan ia pun hanya tersenyum kembali.
"Besok lagi deh", jawabnya sambil kembali menyelimutiku, kemudian mendekatkan nampan makanan, dan berlalu dari kamarku. Wah, inilah saatnya. Aku tinggal berdua dengan Tante Lina, dan rencanaku pun mulai mengalir. Aku kembali mengocok-ngocokkan penisku agar selalu dalam keadaan tegang, dan aku harus tetap terlihat belum terlalu sehat untuk bisa ke WC sendiri.
Tanteku keluar dari kamar mandi, saat itu aku mulai bisa mendeskripsikan dirinya. Berkulit kuning langsat, rambut keriting dengan tinggi sekitar 165 cm dan berat 60-an membuatku sangat mabuk, karena aku suka dengan perempuan yang montok. Sementara saat itu tinggiku 170 cm dengan berat 60 kg. Ia hanya mengenakan t-shirt dan rok pendek.
"Bagaimana Bayu, agak baikan?", tanyanya sambil mengeringkan rambutnya.
"Iya Tante, apalagi Tante yang jaga, pasti besok bisa pulang, he.. he.. Tapi masih agak pusing nih kalau berdiri", jawabku beralasan.
"Ya sudah tiduran saja enggak apa-apa, kalau ada apa-apa biar sama Tante saja", sahutnya sambil mulai menyuapiku.
"Tante, saya jenuh nih. Beliin majalah atau koran dong", kataku.
"Iya nanti Tante beliin, tapi sekarang makan dulu yah", jawabnya singkat.
Selesai menyuapiku ia langsung keluar untuk membelikanku koran. Dengan tangan kiri terpancang pada tiang infus, aku cepat-cepat membuka piyamaku dengan tangan kanan, melucuti seluruh pakaianku, membuang pakaianku kebawah ranjang, lalu menyelimuti kembali tubuh bugilku. Aku terus mengocok penisku agar tetap tegang.
Sekembalinya dari luar, Tanteku memberiku beberapa koran dan majalah, dan iapun mulai membaca salah satunya. Sambil membaca koran aku mulai dag-dig-dug. Beberapa kali aku berpikir ulang, sampai akhirnya tekadku sudah bulat.
"Tante, pengen pipis nih", kataku.
"Oh, mau ke WC apa di pispot?" sahutnya.
"Di pispot aja deh, belum kuat berdiri nih", jawabku berbohong.
Tanteku mulai mengambil pispot, dan perlahan-lahan membuka selimutku. Terasa berdesir dan ada gairah yang sulit diungkapkan, waktu tubuh bugilku beserta penisku yang mengacung itu mulai terbuka untuk kedua bola mata Tanteku.
"Lho, pakaianmu ke mana Bayu?", kata Tanteku menyembunyikan keterkejutannya, sambil melihat batang penisku.
"Nggak tahu Tante, tadi abis dimandiin suster nggak dipakein lagi. Di bawah ranjang kali", sahutku ngasal. Tanteku mulai mendekatkan pispot ke sisi ranjang, dan aku mulai memiringkan tubuhku, kemudian Tanteku memegang penisku, dan mengarahkan ke pispot. Tampak ia agak khawatir dengan sesuatu.
"Kapan suster ke sini lagi?", tanyanya.
"Masih lama Tante, paling entar, pas makan siang. Emang kenapa?", tanyaku balik.
"Nggak apa-apa sih.. Eh, udah punya cewek belum Bayu?", sambil tetap memegangi penisku yang belum pipis juga.
"Lagi kosong Tante. Belum pernah lagi, semenjak waktu liburan di rumah Tante", sahutku sambil memancing tanggapan dia atas kejadian yang pernah kami lakukan. Tampak dia terpaku, mungkin tidak begitu suka dengan pendekatan seksku seperti itu, namun tetap memegangi batang penisku, yang terasa hangat di genggaman tangannya.
"Mana nih pipisnya?", katanya sambil tersenyum.
"Enggak tahu Tante, tadi pengen pipis. Mungkin pengen pipis seperti waktu dirumah Tante", kataku blak-blakan, sudah enggak peduli apa-apa lagi. Tiba-tiba ia mendesah, melepaskan tangannya dari penisku, menyimpan pispot, mulai menutupi tirai dan mengunci kamar kami. Aku agak terkejut karena tiba-tiba, keintiman masa lalu itu datang kembali dengan cara yang lebih vulgar. Sambil menangis, ia membuka seluruh pakaiannya, berjongkok di sisi ranjang, dan dengan buas mulai mengulumi testisku.
"Oh Tante, nikmat banget.. terus Tante..", kataku mulai mengerang.
"Maafin Tante waktu itu ya Bayu.. Tante khilaf", serunya sambil tersedu-sedu namun terus memainkan penisku. Aku tidak mengerti apa yang dia maksud, aku tidak tahu kehidupan rumah tangganya, yang ada bagiku saat itu hanyalah pertalian emosi dan nafsu yang ada antara aku dan dia, sejak aku kecil. Dan aku akan menikmatinya, tanpa alasan apapun. Aku hanya ingin menikmatinya. Setelah puas dengan penisku, ia mulai naik ke ranjang. Menciumi dan menjilati seluruh tubuhku. Nikmat yang sukar kulukiskan, sapuan lidahnya meliuk-liuk ganas di telingaku, diwajahku. Turun ke puting dadaku, perutku, dan kembali ke selangkanganku. Tanteku bagai hewan seks yang lapar.
"Naikin pantatnya Bayu, Tante mau jilatin lubang pantat kamu", seronoknya.
Aku mulai menaikkan pantatku, dan lidahnya tiba-tiba bersarang di sana. Geli, malu, nikmat semuanya campur jadi satu. Ia memutar-mutarkan lidahnya tepat dilubang pantatku dan menyodok lubangnya dengan perlahan-lahan tapi mantap. Tiba-tiba ia membalikkan wajahnya, dan begitu saja menyuguhkan bongkahan pantatnya diatas tubuhku yang telentang, sambil terus menjilati penis dan testisku. Belahan vagina dan lubang pantatnya tampak membuka seiring regangan kakinya. Aku sudah kehilangan rasa jijikku saat itu, kedua lubang nikmatnya yang tampak sedang meledekku langsung saja kujilati tanpa ampun. Dan ia mulai menceracau dan mencaci tidak keruan.
"Oh Bayu, penis..Bayu, aduh, vaginaku jadi enak. Enak enggak sayang? Hanget yah? Jilat yang, terus jilatin yah.. euuh". Aku enggak tahan mendengar omongan joroknya. Ia terus menyodokkan pantatnya kebelakang sambil lidah dan tangannya mengocok penisku dengan cepat. Aku enggak tahan.
"Enak enggak sayang? Harus cepet goyangnya kalau pengen enak yang. Uhh, vagina Tante suka lidah kamu Bayu.. hangat, oughh..".
"Pelan-pelan dong Tante, nanti saya enggak kuat nih", aku mencoba bertahan.
"Iya yang, muncratin sini penisnya di mulut Tante yang.. sini muntahin", sahutnya sambil mengerang dan mengocok penisku dengan gila.
"Arrgghh.. ampun Tante, aduh enak.. aduuh!"
"Iya sayang, penis enak, nanti Tante kasih vagina yah". Seiring dengan ucapannya pada kata vagina, aku enggak tahan lagi, muntahan spermaku memancur keluar ke atas. Tante gilaku mulai mengulumi penisku yang sudah belepotan dengan sperma. Aku terkulai, dan ia membalikkan tubuhnya, memelukku erat. Sebagian muntahan sperma susulan terus ia perah dengan tangannya dari penisku. Ia mulai beranjak ke kamar mandi, dan aku tertidur ayam sebentar.
Terbangun beberapa menit kemudian, terpampang kembali kenangan masa silam. Tanteku berdiri membelakangiku di depan kamar mandi, dengan satu kakinya berpijak diatas wastafel, menunggingkan pantatnya, dan kedua jari tangannya maju mundur keluar masuk di lubang vaginanya. Penisku mulai tegang kembali, dan aku mulai masturbasi sambil menikmati bokong indah Tanteku. Tanteku kumat lagi, dan mulai memutar mutarkan pantatnya.
"Tante, ngentot yuk", rayuku. Sambil tersenyum nakal dan mata yang menantang, ia terus memutar
mutarkan pantatnya. Aku enggak tahan. Aku langsung beranjak dari ranjang, berdiri sambil tangan kiriku menyeret tiang infus yang beroda, dan mendekati Tanteku dari belakang. Ia terkejut melihat aku bisa berdiri, tapi kemudian dengan bahasa tubuh aku yakinkan dia agar tetap disitu. Tangannya mulai ia lepas dari lubang vaginanya, dan kemudian ia angkat lagi pantatnya dengan bantuan kedua telapak tangannya yang membukakan lubang vaginanya.
"Uh, ayo colok Tante Bayu, pake penis..", erang Tanteku manja.
"Oughh..", enggak tahan aku dengan gelinya kepala penisku waktu mulai bergesekkan dengan bibir kemaluannya.
"Ayo yang, colok yang dalem, gatel..", seringainya sambil menekan pantatnya ke belakang. Dan waktu penisku memasuki vaginanya sepenuhnya, kami berdua kesetanan dan mulai berpacu mengejar puncak kenikmatan.
"Oooh, Bayu..enak, oh, kontol kamu enak bangeet siih", menggeram Tanteku dengan tubuh yang terhentak-hentak.
"Pengen pipis di dalem, oohh.. Tante, aku enggak kuuat". Lama kelamaan berdiri membuatku berkeringat. Dengan tangan kiri memegang tiang infus dan tangan kanan bersandar pada tembok, membuat pinggulku dalam posisi bebas untuk menyodok kemaluannya sedalam mungkin. Kedua tangan Tanteku mulai memegang wastafel, dan ia makin tak terkendali. Tubuhnya yang terguncang-guncang, pantatnya binal menghentak-hentak dan basah vaginanya membuatku lupa daratan.
"Ooh Tantee, buka vaginanya doong, pengen lihat", kataku lirih dalam guncangan goyangannya. Ia
menarik satu tangannya ke belakang, dan membuka belahan pantatnya. Pemandangan yang makin membuatku mabuk terguncang guncang, dan ia makin seronok.
"Oh anjing kamu Bayu, ngentotiin Tantee kaya babi..oh, anjing ngentot!", ceracau Tanteku enggak keruan. Aku enggak tahan lagi.
"Arrggh, Tante.. ooh, nikmaathh!!", aku pun kelojotan di dalam vaginanya, dengan sigap ia pegang erat pantatku dan mendorongnya makin dalam sambil memutar mutarkan pantatnya. Nikmat, serasa terbang dan rasa ngilu karena goyangan pantatnya enggak berhenti membuat mataku berkunang kunang. Persetubuhan singkat itu membuat kondisi tubuhku ngedrop, dan aku terjatuh, tidak ingat apa apa lagi. Hal terakhir yang aku sadari adalah lepasnya jarum infus dari tanganku.
Terbangun di sore hari, Tanteku sedang duduk di kursi sambil membaca majalah. Suster sedang memeriksa kondisiku, memastikan segalanya baik-baik saja. Aku tiba-tiba sadar, dibalik selimutku, Tanteku belum mengenakanku pakaian. Sebelum keluar dari ruangan, suster itu mengernyitkan dahi sambil memandangi sebentar cetakan penisku yang membayang di balik selimut. Mungkin ia bingung dengan apa yang terjadi, akhirnya ia tersenyum, mencubit kecil penisku dari luar selimut dan berlalu dari kamar. Tanteku memelukku dan berjanji tidak akan mengizinkan aku menikmati tubuhnya lagi sambil berdiri. Hari itu adalah hari yang paling aneh, namun sekaligus paling menyenangkan.
Aku tidak pernah berhenti berpikir tentang Tanteku sampai saat ini. Setidaknya, tidak bisa melupakan hasratku yang terus menerus menggangguku, yaitu hasrat seks pada wanita-wanita berumur. Dan sampai sekarang, orientasi seksku yang terbesar adalah berhubungan dengan wanita-wanita paruh baya.
TAMAT