Lain-lain
Monday, 15 December 2008
Sang tukang pijat
Di sekitar tempat tinggal saya ada seorang tukang pijat yang sangat banyak sekali pelanggannya. Setiap hari rumahnya tidak pernah sepi dari pengunjung. Saya sendiri baru tahu dari tetangga yang lain, bahwa ia juga pandai mengobati berbagai macam penyakit dan pandai meramal nasib orang. "Oh pantas pelanggannya banyak.." ujar saya. Mendengar bahwa bapak tukang pijat ini juga punya kepandaian meramal nasib orang, saya jadi punya keinginan juga datang ke rumahnya. "Siapa tahu ramalannya benar.." pikir saya.
Ketika kesempatan nama saya dipanggil oleh asistennya untuk masuk ke kamar kerjanya, tidak terpikir sebelumnya oleh saya bahwa bapak tukang pijat itu orangnya sangat ramah. Melihat tubuhnya yang hitam kekar, berkumis lebat dan berkepala agak botak serta sorot matanya yang tajam, saya mengira bahwa ia orang yang pendiam dan mungkin angkuh.
"Maaf.. nama Mbak siapa ya?" ia bertanya pada saya.
"Linda nama saya Pak.. kalau nama Bapak siapa?" tanya saya kembali.
"Hasan.." jawabnya singkat.
Kemudian setelah sedikit berbasa-basi dan menanyakan maksud kedatangan saya, Pak Hasan menyatakan bahwa ia sangat senang mendapatkan tetangga baru seperti saya. Kebetulan memang saya baru beberapa hari ini mendapatkan rumah kontrakan di daerah tersebut. "Mbak Linda punya usaha salon ya.." katanya sambil matanya tertuju ke belahan payudara saya yang agak membusung. Dan memang saya akui bahwa saya termasuk waria yang paling suka berpakaian sexy dan lebih senang kalau ada yang memperhatikan. "Betul Pak.. memangnya kenapa Pak?" kata saya sambil membetulkan kancing paling atas dari baju saya yang sebelumnya terbuka.
"Mau saya ramal apanya nih..?" katanya menggoda sambil mengisap rokoknya dalam-dalam.
"Ya apa saja Pak.. usaha bisnisnya, atau masa depannya atau jodohnya gitu lho Pak Hasan.."
"Ya.. ya.. saya tahu itu.. tapi Mbak Linda harus tahu juga kalau mau diramal harus ada syaratnya.." ujarnya lebih nakal karena matanya sudah berani dikerdipkan ke wajah saya dan tangannya yang besar serta berbulu lebat mulai berani menyenggol payudara saya.
"Ah.. jangan begitu ah Pak.. Bapak minta bayaran berapa saja pasti akan saya kasih, yang penting ramalannya memang benar Pak.." jawab saya.
"Tapi betul nih.. Mbak Linda nggak bakalan marah kalau syaratnya saya ungkapkan..?" katanya meyakinkan.
"Benar Pak, berani sumpah.. saya nggak akan marah kok.. lha wong saya yang butuh kok.." jawab saya tidak kalah meyakinkan.
Kemudian secara terus terang dia mengatakan kepada saya bahwa dirinya sangat suka terhadap waria. Apalagi waria yang cantik dan montok seperti saya. Dengan pakaian yang sangat mini dan bagian atas pundak yang terbuka sehingga lebih menonjolkan kedua payudara saya itu, ditambah dengan dandanan saya yang sangat sensual membuat Pak Hasan sangat ingin mencicipi kemolekan tubuh saya katanya. Waktu tanpa sadar saya menyibakkan rambut yang tergerai sampai di pundak dengan kedua tangan saya, ia melihat kedua belah ketiak saya.
"Wah bulu ketek Mbak Linda lebat juga ya.. jadi pingin jilat nih.." katanya tambah nafsu.
"Ah.. Pak Hasan bisa saja," ujar saya salah tingkah.
Dan yang membuat saya jadi tambah deg-degan adalah ucapannya yang menyatakan bahwa ia paling suka menyetubuhi waria dengan terlebih dahulu mempermainkan sekujur tubuh si waria itu di atas tempat tidur. Sedangkan si waria harus tidur terlentang di atas tempat tidur dalam keadaan terikat kedua tangannya. Walaupun belum pernah mengalami dan merasakan berhubungan seks seperti itu, saya jadi "horny" juga waktu Pak Hasan tanpa malu-malu memelorotkan celana panjang dan celana dalamnya untuk memperlihatkan kemaluannya yang hitam panjang dan berurat. "Nih kalau Mbak Linda mau.. nanti saya kasih emut kontol saya yang besar ini.." Dan akhirnya karena tidak tahan melihat kemaluan yang perkasa seperti itu, saya pun tidak dapat menolak dorongan nafsu yang sudah berkecamuk di dalam diri saya untuk dapat merasakan nikmatnya disetubuhi oleh orang segagah Pak Hasan.
Acara "ritual" yang Pak Hasan rencanakan pun dimulai dengan mempersilakan saya berbaring di atas tempat tidur satu-satunya di kamar itu yang biasa dipakai oleh Pak Hasan memijat pasien-pasiennya. Kemudian kedua tangan saya diborgol ke atas dengan borgol seperti milik polisi yang sepertinya memang sudah dipunyai Pak Hasan sebelumnya. Waktu itu jam dinding menunjukkan pukul 21:30. "Wah kebetulan Mbak Linda adalah tamu saya yang terakhir, jadi kita bisa main sampai pagi.." ujarnya senang. Ketika semuanya sudah beres, yang dilakukan pertama kali terhadap diri saya adalah mencium bibir saya yang sedikit tebal. Pak Hasan melakukannya dengan penuh gairah dan nafsu yang membara. Dia gigit lidah saya dan saya pun membalasnya dengan antusias. Dicium dalam keadaan terikat adalah pengalaman pertama tapi anehnya saya merasakan kenikmatan yang luar biasa ketika diperlakukan seperti itu. "Ah.. ah.. Pak Hasan.. enak Pak.. enak Pak," kata saya ketika dengan sedikit kasar dia mulai membuka BH yang saya kenakan dan ia dengan lebih semangat mulai mencium dan mengisap serta menggigit nakal kedua payudara saya secara bergantian. "Wah tetek Mbak Linda besar juga ya.. Mbak saya perkosa ya Mbak.." katanya mulai ngelantur.
Sambil terus meremas-remas payudara saya, Pak Hasan pun tak lupa menciumi ketiak saya yang memang berbulu lebat. "Wuih baunya merangsang banget deh ini ketek.." katanya sambil terus menciumi ketiak saya. Setelah puas meniciumi ketiak, perhatian Pak Hasan beralih kembali ke kedua payudara saya dan mencium serta menggigitnya dengan lebih gemas lagi. Saya cuma bisa menahan nafsu yang luar biasa saat itu apalagi sekarang ini ditambah dengan jari tengah tangan kanan Pak Hasan mulai digesek-gesekkan dan sesekali dimasukkan ke lubang pantat saya. "Ah.. ah.. ah.. jangan Pak.. enak sekali.. jilat dong Pak pantat saya Pak.." kata saya mulai lupa daratan. Namun sebelum permintaan saya itu dilakukan, dia dengan paksa mulai naik ke atas dada saya dan memasukkan kemaluannya ke mulut saya. "Ayo isep yang enak kontol saya ini.. awas kalau nggak enak ya.. nanti nggak akan saya lepas ikatan di tanganmu ini.. sedot sampai licin ya!" katanya. Ketika saya emut dan sedot kemaluannya dalam-dalam kepala Pak Hasan tertengadah ke langit-langit kamar itu sambil tak henti-hentinya berkata, "Terus.. terus.. terus sedot.. terus sedot Mbak.. enaak.. wah.. enak betul sih Mbak mulut kamu.."
Sementara keringat mulai bercucuran di seluruh tubuhnya. Tak lama kemudian sebelum mencapai puncak orgasmenya, Pak Hasan langsung turun dari atas tubuh saya dan sekarang perhatiannya dialihkan kepada lubang pantat saya. Dibukanya kedua paha saya lebar-lebar sehingga lubang pantat saya terlihat dengan jelas di matanya. "Wah.. sepertinya Mbak Linda masih perawan ya.. sempit sekali nih silitnya, sebelum saya entot, saya jilat dulu ya silit Mbak.. emhh.. merangsang sekali sih". Tubuh saya terasa terbang di awan ketika lidah Pak Hasan dengan lincah menyisir seluruh permukaan lubang pantat saya. "Aaahh.. enak Pak.. aahh.. masukin dong kontolnya Pak.. cepetan dong.. udah nggak tahan nih.." ucap saya dengan tidak sabar.
Akhirnya saat-saat yang saya tunggu pun tiba. Pak Hasan dengan sabar membimbing kemaluannya untuk dapat dimasukkan ke lubang pantat saya. "Pelan-pelan ya Pak.. biar nggak sakit.." pinta saya. "Tenang aja Mbak, saya sudah pengalaman kok.." jawab Pak Hasan. Setelah dioles-oles dengan cream dan sedikit air ludah Pak Hasan maka lubang pantat saya jadi terasa agak licin. Kemudian "Bles.. bleess.. bless.." secara perlahan kemaluan Pak Hasan masuk dengan mantapnya. Ketika sudah sampai di dalam lubang pantat, terasa geli yang luar biasa di sekujur tubuh saya. Apalagi ketika Pak Hasan melakukan kocokan-kocokan yang teratur sembari menciumi payudara dan ketiak saya serta terkadang memasukkan jarinya ke mulut saya yang menimbulkan rasa nikmat yang laur biasa.
"Terus Pak.. terus Pak.. ahh.. enakk.. enak sekali Pak.. kocok terus.. Pak.." kata saya makin lupa diri. "Aduh Mbak.. silit kamu sempit sekali sih.. kontol saya jadi pingin cepet muntah nih.. aduh enaak ya Mbak.." ujar Pak Hasan tidak kalah gilanya. Akhirnya kurang lebih 15 menit kemudian tiba-tiba tubuh Pak Hasan menegang, keringatnya makin bercucuran dan dari mulutnya keluar kata-kata yang nggak jelas, "Mmmaahhf.. mmaahhff.. aduh saya nggak kuat nih.. mau keluaar.." dan tak lama kemudian setelah kocokan terakhir yang sangat kuat "Cret.. cret.. cret.. cret.." terasa cairan hangat di lubang pantat saya dan Pak Hasan pun akhirnya merasakan orgasme dan lantas jatuh lunglai di atas tubuh saya sambil berkata, "Enak ya Mbak..!"
TAMAT