Lain-lain
Monday, 15 December 2008
Seminggu full waria, duh nikmatnya - 3
Arman begitu haus dan rakusnya. Pantatku seakan ingin ditelannya. Mulutnya hendak mencaplok seluruh lubang bokongku ini. Kemudian Arman mengikuti jejak Omen. Dia nomplok seperti anjing jantan ke bokongku dan menusukkan penisnya ke lubang pantatku. Dan blezz..
Serpihan cair kental Omen memperlicin lubang analku. Penis Arman yang lebih gede dari milik Omen telah menembus lebih lancar. Penis itu amblas ditelan analku hingga ke pangkalnya. Arman langsung memompa. Makin cepat dan makin cepat.
Rupanya dia telah memendam syahwatnya sejak mula tadi. Kini dia ingin cepat menumpahkannya. Arman ingin selekasnya meringankan beban nafsu birahinya. Kembali cairan panas terasa menyemproti dinding lubang analku. Air mani Arman telah tumpah pula. Arman juga telah meraih kepuasan puncaknya.
Begitulah permainan 'three some' di pondok hotel GP di jalan Yos Sudarso ini. Malam itu anusku menampung 2 batang hangat dan keras milik Omen dan Arman. Mereka meninggalkan cairan-cairan kentalnya dalam ruang anusku yang sempit ini.
Aku mendapatkan kesempatan meraih orgasmeku saat kami kembali ke kamar mandi untuk mandi bersama. Mereka ganti mengencingi tubuhku. Pada kesempatan itu aku mengangakan mulutku dan meneguk air kencing mereka sambil mengocok-ocok penisku hingga air maniku tumpah. Aku merasakan kepuasan yang luar biasa pada malam pertamaku di Surabaya ini.
Saat hendak pulang Arman dan Omen memberikan amplop yang cukup tebal untukku. Omen bilang untuk mengganti celana dalamku yang tenggelam dalam sup kepiting itu. Aku sangat terhibur dengan selera humor mereka yang tinggi. Sungguh senang berteman dengan mereka.
Malam pertama itu aku sampai ditempat kostku pukul 3 pagi. Penjaga kost membukakan pintu. Bella dan teman-temannya sudah tidur lelap. Aku mandi air hangat. Menghilangkan segala noda dan mengurangi rasa pedih pada bibir analku. Kurasakan sisa-sisa air mani kedua sahabat itu mengalir keluar dari lubang anusku.
Aku harus tidur cukup. Masih banyak yang harus kulakukan besok. Saat aku bangun kulihat Bella telah rapi menunggu aku. Sorry, Bell. Aku langsung bergegas mandi dan berpakaian. Ini adalah hari saat yang paling penting dalam kehidupanku. Inilah hari siang pertama bagiku untuk tampil sebagai 'full waria' yang atinya aku akan sebagai waria sepanjang 24 jam sehari.
Selama itu aku akan berpakaian, berbicara, berjalan, bertelpon, bergaya dan melakukan berbagai hal lainnya sebagaimana seorang perempuan. Aku harus nampak selalu cantik. Harus ingat untuk selalu luwes. Mengenai suaraku, aku tak perlu merubah apa-apa. Yang diperlukan hanyalah sedikit mengolah nafas, tekanan pada tenggorokan dan intonasinya pada saat berbicara.
Mampukah aku? Siapkah aku merubah diriku?
Aku memandang Bella. Dia membalas tajam pandanganku sambil mengacungkan jempolnya. Bella memang jadi pendukungku. Dia inspiratorku. Dia pendorong semangatku. Dia memang sahabat sejatiku. Untuk siang pertama ini aku memilih pakaian yang adem dan 'casual'. Aku memakai celana jeans Armani-ku yang lembut dan menampakkan bayangan bokongku yang cukup 'bahenol' ini. Untuk atasannya aku pilih blus tipis dari katun. Dan yang tak ketinggalan, sepatu hak tinggi favoritku.
Blus ini masih menyisakan bahu dan ketiakku untuk bisa dinikmati mata-mata yang penuh hasrat birahi. Dan sepatu hak-ku memberikan sentuhan seksi dan anggun saat aku melangkahkan kakiku.
Kami sepakat menuju ke Darmo Plaza, mall termewah di Surabaya. Bella sudah menyusun program '4 jam di Darmo Plasa'. Dengan perkiraan pada pukul 11 siang kami memasuki kawasan, kami akan 'site seeing' atau 'window shopping', kemudian makan siang di MD atau Mac Donald.
Sesudah makan Bella mengajak main 'play station' di lantai 4 sampai jam 2 siang. Selanjutnya kami akan nonton bioskop di Teater 21 Darmo Plasa itu. Kalau tak ada aral sesudah nonton bioskop kami akan langsung pulang. Woow.. Aku akan benar-benar merasakan bagaimana menjadi Lisa Ramon siang dan malam. Aku akan kenal, ketemu dan berdialog dengan banyak orang. Aku akan terjun membaur dengan siapa saja secara umum.
Hatiku berdesir..
Cobaan untukku sudah nongol sejak keluar dari pintu pagar halaman tempat kost. Aku sudah mulai merasakan betapa banyak mata yang mengikuti langkah-langkah kami. Bella yang telah beberapa waktu tinggal disitu banyak ketemu orang atau tetangga yang telah dikenalnya. Mereka menyapa dengan ramah dan santun. Apabila dia pandang perlu aku diperkenalkan pada mereka. Kebanyakan para perempuanlah yang tidak ragu untuk menyapanya.
Adapun para lelaki, hanya nampak dari matanya bahwa mereka mempunyai hasrat untuk menyapa, namun tak terucapkan. Mereka malu dan takut atau khawatir dianggap naksir waria. Di mata masyarakat umum, waria adalah penyakit. Yang naksirpun dimasukkan ke dalam golongan orang-orang yang sakit. Ya, sudah.. Untuk sementara kami harus menerima kenyataan macam begitu. Jangan sakit hati. Memang masih demikian yang terjadi.
Kulihat di depan sana, di pangkalan becak nampak banyak lelaki pada nongkrong. Aku tanya pada Bella siapa mereka. Dia bilang tenang saja. Mereka itu pemuda nganggur di seputar kampung ini. Mereka pada sibuk dengan judi buntut, atau gangguin orang lewat. Ada diantara mereka yang kecanduan narkoba. Terkadang mereka 'malak' atau maksa minta uang dari siapapun. Tetapi Bella tak pernah memandang serius dalam menghadapi orang-orang macam mereka. Sesekali saat pulang malam, Bella membawa rokok untuk diberikan kepada mereka.
Kami terus melangkah tanpa ragu. Nampak mereka mulai menengok ke arah kami. Kemudian ramailah suara dari para lelaki nongkrong itu,
"Hallo, Mbak. Kemana nih yaa..?!",
"Duhh, ganjelannya seksi banget yaa??",
"Uhh jalannya kaya seleb",
"Minta susunya dong",
"Mau naik beca, zus?"
"Atau mau bawa beca sendiri?" Ha, ha, ha, haa..
Kalau ada lontaran kata yang lucu, tak terhindarkan mereka menjadi riuh mentertawakannya. Kupingku terbakar mendengar celoteh mereka. Yaahh.., aku sih memakluminya.
Mereka ini adalah orang-orang awam yang selalu cenderung melihat masalah secara sempit dan na'if. Mereka tidak pernah atau tidak mau atau mungkin tidak mampu membuka wacananya sendiri. Terjebak oleh definisi khalayak tanpa melihat bahwa di balik sikap macam itu terkait adanya nasib, keberuntungan, kegembiraan atau kesedihan, kekecewaan atau kepuasan orang lain.
Bella nyamperin sebuah becak. Sepertinya langganannya.
"Ke Darmo, yo Mas Parto".
Di atas becak aku melirik Bella yang nampak sangat tenang dan anggun. Hebat. Aku berusaha belajar dan meniru sikapnya. Pada lain waktu, di suatu kesempatan dia cerita, bahwa itu bukanlah masalah tenang atau anggun. Dia memberikan tekanan, itu adalah masalah bagaimana kami para waria bisa 'menikmati' sebuah sikap dan fenomena sosial budaya masyarakat di sekitar kita.
Pada saat seperti itu dia justru merasakan hasrat birahinya berdesir. Ejekan, hinaan atau mungkin pelecehan pada waria justru membangkitkan semangat syahwatnya. Bella justru membayangkan para lelaki itu berada dalam pelukan birahinya. Mereka akan terus menceloteh dengan hinaannya atau pujiannya sementara penis-penis mereka ada dalam lumatan atau kuluman kami. Celotehan mereka bukan lagi untuk merendahkan waria yang melumat selangkangannya tetapi sebagai ungkapan birahi mereka saat menapaki ujung kepuasan libidonya. Tidak mudah. Tetapi aku berusaha keras untuk mencerna kata-kata Bella yang diungkapkan berdasarkan pengamatan, pengalaman dan analisa rasionalnya.
Ternyata Darmo Plasa hanya sekitar 20 menit dari rumah kost. Mas Parto adalah tukang beca langganannya. Bella sarankan padaku kalau pergi pakai saja becak Mas Parto. Atau cari yang namanya Darman teman Parto. Mas Parto tahu membawa becaknya melalui jalan tembus, lewat gang-gang kecil di kampung. Jarak Darmo Plasa tinggal separohnya.
Begitu turun dari becak aku kembali menyaksikan mata-mata yang haus. Mereka ini sedikit ada beda dengan para lelaki yang nongkrong di mulut gang tadi. Mereka dari strata sosial yang lain. Mereka lebih diam. Dalam sikap diam itu nampak matanya menjadi lebih jujur. Aku merasakan mereka itu 'kepincut' atau terpesona.
Dan aku pastikan bahwa hasrat libido mereka mendapatkan ruang dalam dirinya. Entah macam khayal yang bagaimanapun. Nampak seorang pria muda datang pelan mendekat. Dia memandang aku dengan sorot 'naksir' tetapi tidak menghentikan langkahnya. Yang kemudian aku tangkap hanyalah suara desis dari bibirnya 'sspp'.
Aku tahu yang dia maksud. Itu khan bahasa para banci. Pertama kali aku dengar desis macam itu di Taman Lawang, Jakarta. Saat itu aku sedang berkunjung sebagai tamu. Aku berhenti ingin tahu apa yang mereka ucapkan.
Ooo.. Ternyata yang dimaksud adalah 'isep' yang diucapkan secara ringkas dan cepat 'sspp'.
Mereka menawarkan jasanya untuk menghisap atau mengkulum penis tamunya. Dan akhirnya para tamupun menggunakan desis itu untuk bertanya 'maukah kamu mengisep kemaluanku?'.
Aku hanya tersenyum. Aku tidak bereaksi serius. Banyak orang macam dia yang belum tentu benar-benar menginginkan kami untuk mengisep-isep penisnya. Woow, mall Darmo Plasa ini memang luas dan tidak kalah dengan mall-mall di Jakarta.
Bella ingin menemui temannya yang punya salon Rudy di lantai dasar. Aku diperkenalkan dengan pemiliknya. Namanya Rudy sesuai dengan nama salonnya. Dia banyak mempekerjakan waria di salonnya itu. Rudy sendiri mengakui sebagai seorang 'gay'. Rudy nawari kalau aku mau kerja selaku asisten manager di salonnya dia akan menerimanya dengan tangan terbuka. Bella yang menanggapinya sambil menebar senyum,
"Kamu mau ngabisin uangmu untuk menggajih dia, Rud? Lisa ini adalah manager perusahaan multi nasional Jakarta yang sedang menikmati liburannya. Dia sedang menikmati bagaimana setiap hari tampil sebagai putri yang cantik dan anggun".
Rudy bengong tetapi lantas balas senyuman Bella. Dia menawarkan soft drink pada kami. Dari Rudy Salon kami melakukan 'window shopping'. Jalan pelan-pelan di tengah ramai lalu-lalangnya para pengunjung sambil menyaksikan etalase toko-toko yang menawarkan berbagai barang yang serba menarik. Sesekali berhenti untuk memenuhi keingin-tahuan akan barang, melihati harganya, melihati mutunya dan sebagainya.
Tentu saja mataku yaa.. Jelalatan. Mata yang selalu haus kalau melihat lelaki-lelaki ganteng.
Terkadang aku mencubit lengan Bella saat menyaksikan seseorang,
"Kamu gatel banget, sih, Lis", komentarnya sambil mengusapi pedasnya cubitanku.
Entah aku diajak kemana saja sama Bella ini. Naik turun lift dan eskalator. Masuk toko sana-sini dengan gaya hendak belanja. Nyoba ini-itu seakan-akan sedang mencari barang yang sangat dibutuhkan. Nawar segini dan segitu seolah-olah benar-benar akan beli. Walaupun aku agak ngeri akibatnya, senang juga melihat gaya Bella temanku ini. Lihat saja, begitu keluar toko dia tertawa atau cekikikan mentertawakan ulahnya sendiri. Setidak-tidaknya aku jadi lebih santai dan terhibur.
Akhirnya kami istrirahat untuk makan dan minum di Mac Donald. Aku kebagian ngantre, sementara Bella menunggu di meja agar tidak ada yang menyerobot tempat duduk. Jam makan siang begini membuat MD penuh orang mau makan. Sesekali aku menengok ke meja Bella untuk sabar menanti antreanku yang panjang ini.
Aku pesan untuk Bella dan makanan favoritku plus 2 gelas Coca Cola jumbo. Total Rp. 60.000, -
Saat aku mau bayar kasir bilang bahwa sudah ada yang membayar. Tangannya menunjuk kepada seorang pria yang telah berada di luar antrean. Orang itu tersenyum padaku sambil mengulurkan tangannya ke kasir untuk menerima uang kembaliannya. Ah, sungguh merupakan kejutan bagiku.
"Ah, Mas koq repot-repot sih. Aku mesti bilang apa??",
"Nggak pa-pa. Soalnya aku pengin kenal kamu lho. Itu temanmu khan? Kita duduk di sana?", sungguh lelaki yang handsome.
Tingginya sama dengan tinggiku dengan sepatu hak yang kupakai kini, sekitar 180 cm. Dengan kemeja Piere Cardin dan dasinya yang Valentino serta aroma Clinique Happy For Men-nya Estee Lauder yang lembut itu dia nampak sangat gentlemen.
"Nama saya Nico. Kebetulan lagi istirahat makan siang lihat cewek-cewek cantik. Nama anda siapa?", Bella dan aku sama-sama terpesona dengan pria yang tiba-tiba muncul di haribaan kami ini.
Bersambung...