Tirai perkawinan yang terkoyak - 4

Sampai di sini Dina pun tak tahan lagi. Sekujur tubuhnya yang miring membelakangi suaminya itu tergetar hebat oleh pancaran dahsyat arus birahi nan melanda dirinya demi melayani keliaran dan kebuasan pelir lelaki tua tersebut. Kaki kanannya yang terjuntai tadi bergerak menendang-nendang di udara dengan semua otot-otot tubuhnya menegang sudah. Kedua terlapak kakinya yang mulus putih itu tertekuk kaku sudah mewarnai puncak orgasme keduanya nan telah tiba. Dudung pun merasa kontolnya makin dipijit-pijit dahsyat dalam kenyamanannya pada vagina sang gadis belia, namun sebagai lelaki berpengalaman yang sering melakukan permainan syahwat dia masih dapat mengendalikan orgasmenya sendiri.

"Aarghh! Ouaafrghh..!!"
"Oh.. Uoohh.. Dina istriku.. Enak sekali punyamu Sayangghh.."
"Uffh.. Affghh.."
"Aku senang kau bisa merasakan surga dunia pula bersamaku.. Ayo kita ganti gaya.."

Tubuh sensual milik Dina didudukkan di atas pangkuan Dudung kini setelah rok abu-abu beserta celana dalamnya dilucuti semua hingga telanjang bulat sudah. Tangan-tangan liar Dudung tak lepas jua dari belahan dada gadis itu yang tengah mekar meranum di usia belianya dan terus meremas-remas dan memilin puting payudara indah mungil namun merangsang kepunyaan dara manis ini.

Dari bawah pantat Dudung turun naik seakan mengulek memek istri termudanya yang telah takluk itu dari bawah. Tiada sekejap pun batang pelir Dudung beristirahat di bagian paling pribadi di tubuh Dina, terus saja melaksanakan aksi ganasnya keluar masuk pada liang selangkangannya nan sudah berair santan kembali. Pada bongkahan pantat Dina, sepasang buah pelir Dudung yang bergoyang-goyang itu sudah terlumuri pula dengan cairan santan putih istri mudanya nan menandakan gadis itu kini telah menikmati pula permainan asmara paksa tersebut.

Kepala Dina terayun ke kanan dan ke kiri menyibakkan rambut hitam panjangnya nan melewati bahu ke setengah punggungnya seperti terlecut-lecut disodok-sodok oleh Dudung. Air mata telah kering dari kedua belah pipinya yang halus mulus. Mungkin ia sudah berusaha menyesuaikan perlakuan sang suaminya dan liang sanggamanya mulai terbiasa dengan ukuran pelir Dudung. Bibir memeknya mengembang dan menyusut sebentar seperti menelan batang pelir itu, tapi secepat itu pula seakan memuntahkannya terus menerus dan berulang kali tak terhitung sudah banyaknya. Tatapan mata Dina sudah sendu padanya di balik bungkaman sapu tangan di mulutnya yang mungil itu, namun Dudung bertekad sebelum ia membuahi peranakan istrinya, tak akan ia lepaskan ikatan itu terlebih dahulu.

Malahan lelaki tua ubanan yang bopeng itu semakin gencar saja mengoyak-ngoyak isi dalam lubang sanggama istrinya nan terus mengempot urat-urat kelelakiannya yang bersemayam sekian lama mengisi keheningan malam. Denyut vagina Dina memang lain daripada yang lain, namun tak percuma Dudung yang berasal dari madura nan terkenal dengan ramuannya yang telah ia minum terlebih dahulu sebelum memperkosa istrinya ini. Keperkasaan tubuh tuanya masih dapat mengimbangi pelayanan memek gadis ini nan memberi fantasi birahi terdahsyat selama hidupnya yang pernah ada. Bahkan tubuh ramping nan polos milik Dina dalam ketelanjangan di atasnya kembali dibuat meraih orgasmenya lagi.

Tubuh bugil gadis itu telah jatuh tertelungkup dalam dekapan Dudung seakan semua tulang-tulangnya telah terlolosi pada seluruh sendi-sendinya. Dudung segera membalikkan tubuh mungil istrinya hingga telentang di sebelahnya, kemudian ia bangun dan membuka kembali belahan paha Dina sampai kedua kakinya mengangkang lebar. Memeknya yang basah sudah bolong seukuran kontolnya, ia pun sudah tak melihat lagi selaput dara bulan sabit kembar yang tadinya dimiliki oleh istri termudanya ini. Banggalah Dudung menikmati pemandangan tersebut, sebab kini dialah lelaki pertama yang mengisi hidup Dina sekaligus mengenalkan gadis itu dengan permainan cinta dua insan nan terpaut umur sangatlah jauh ini.

Dudung menempatkan pinggulnya di antara celah paha yang terbuka itu lagi, kedua kaki dan tangan Dina ditempelkan pada pinggangnya sampai mengepit di situ. Dia kembali lagi melakukan haknya sebagai suami untuk mencurahkan segenap hasratnya yang akan ditumpahkan ke rahim istrinya yang seharusnya berkewajiban melayani kemauan dan kehendaknya tanpa harus dipaksa seperti pada apa yang terjadi di malam ini. Ia kembali menembusi dasar belahan surga dara belia itu lagi dan pelirnya tetap harus mentok seperti tadi, tidak bisa maksimal! Tapi ia senang sekali.. Sebab dasar vagina seorang gadis usia sekolah seperti layaknya Dina ini benar-benar sukar untuk dilukiskan dengan untaian kata-kata apapun!

Sang malam pun sudah merambah jauh dari puncak kepekatannya dan hening pun masih menyelimuti kawasan rumah besar nan mewah dimana kedua insan itu berada. Tidak seorang pun yang tahu bahwa di malam nan sepi itu telah terjadi pemaksaan kehendak sang suami kepada istrinya dalam ikatan benang merah perkawinan. Senandung balada birahi Dudung dan Dina masih mewarnai permainan ranjang pasangan suami istri ini nan belum juga berujung.

Kini di atas ranjang Dudung berdiri dengan badan tertekuk sedikit ke belakang dengan kedua tangan kekarnya menahan kedua tungkai kaki serta tubuh telanjang istrinya yang terkangkang di pelukannya. Punggung Dina menempel ketat pada dada bidang serta perut milik Dudung yang kekar berotot serta berbulu agak lebat itu. Dalam posisi sedemikian rupa inilah Dudung kini mengentoti istri ketiganya ini dengan sangat gagah perkasa.

Kedua belah kaki Dina yang tergantung tampak bergoyang-goyang pasrah dan lemas dalam pelayanan seorang istri nan telah takluk sepenuhnya pada sang suami ini. Tubuh bugil miliknya telah lunglai bersimbah peluh nafsu durjana dari sang dukun pengobatan, sebab sudah terhitung empat kali gadis itu orgasme dibuatnya. Rasanya.. Lendir memek dan cairan air santan kelapa kepunyaannya sudah tercurah habis dari tubuh mungilnya ini, namun Dudung masih tiada henti menyetubuhinya hingga larut menjelang pagi. Setelah dirasa istrinya telah benar-benar lunglai dalam gendongannya serta terkuras habis seluruh tenaganya, barulah Dudung mulai mendekati orgasmenya sendiri.

Dina kembali direbahkan di ranjang nan penuh noda perkawinan sepasang insan yang tak layak oleh perbedaan usia itu, sementara Dudung berada di atas menindih tubuh telanjang mungil istrinya yang kedua belah tungkai kakinya dikunci dengan tangan-tangan kekar tuanya. Sodokan pada vagina gadis itu semakin kuat dan gencar mengayuh biduk-biduk birahi yang menyala sedemikian membaranya. Kelentit dara itu pun semakin mengembang kembali dalam kebasahannya nan sensual di mata suaminya yang sibuk mempersiapkan moment terakhir ritual persebadanan itu. Sepasang testis suaminya tampak menampar-nampar dengan keras lubang anus dara itu yang berada di bawahnya dalam persetubuhan liar nan penuh nafsu badani tersebut.

Dudung pun tahu bahwa istri mudanya ini sedang menuju pula ke orgasmenya yang terakhir dan ini ditunjukkan oleh jepitan kedua belah kaki dara belia itu pada kedua belah pinggangnya kiri dan kanan yang semakin bertambah kuat menekan panggul dan pantatnya dengan kedua jari-jari kakinya bersilangan mengunci dirinya. Tangan Dina pun mencengkram lengan Dudung menahan rasa geli dan gatal yang menyerang kembali vaginanya nan berdenyut-denyut hangat menelan keberadaan penis suaminya. Dan.. Tubuh lelaki tua itu pun menegang sudah, tertekuk seperti udang di atas sang dara cantik yang diangkat pinggulnya sampai tidak lagi menempel di kasur ranjang. Tubuh sang dukun ini langsung berkelojotan mencurahkan segenap hajatnya ke dalam rongga peranakan istrinya. Seluruh air mani Dudung muncrat-muncrat tanpa bisa dikendalikan lagi olehnya mengisi setiap kisi dan celah lorong hangat sejuta kenikmatan surgawi kepunyaan Dina.

Gadis inipun menggelepar-gelepar laksana ikan dari kolam yang dilemparkan ke tanah nan kering bersamaan dengan semburat pertama mani lelaki itu di rahimnya. Dina pun meraih orgasme terakhirnya bersama-sama dengan sang suami yang telah memberikan kepuasan padanya berkali-kali dalam semalam ini. Kedua tubuh telanjang nan larut dalam persetubuhan panjang itu ambruk seketika pada luapan puncak persanggamaan penuh paksa ini bersimbah dengan tetesan peluh kenikmatan mereka masing-masing.

Kontol Dudung masih menancap di lubang memek Dina dan ia tak rela kalau air maninya sampai tersia-sia, jadi sampai tetesan terakhir ia rembesi untuk mengisi rongga peranakan gadis itu. Akan tetapi tubuh mungil Dina mana mampu menampung sperma suaminya yang tercurah sekian banyak dalam lubang kemaluannya. Belahan bibir memeknya yang masih merekah menelan pelir Dudung telah kebanjiran oleh cairan mani lelaki tua itu. Maka tak heran jika cairan sperma dukun tua itu sampai meleleh ke bawah membasahi lubang anus dan bokong putihnya serta menetes-netes di sprei ranjang perkawinannya.

*****

"Mas Dudung! Jangan!"

Dina terbangun dari tidurnya, tetapi ia mendapati tubuh bugilnya kembali menungging dengan kedua tangannya kini terikat ke belakang punggungnya. Padahal baru jam tiga pagi sekarang, berarti ia cuma tertidur beberapa jam saja. Dirasanya jari-jari suaminya sedang membuka belahan pantatnya dan tengah melumuri lubang anusnya dengan lelehan madu, setelah itu dijilatinya sambil menikmati aroma manisnya.

"Jangan Mas! Khan jijik.. Jangan di situ ahh..", rengek Dina lagi.
"Diam kamu! Mana kewajibanmu sebagai istri hah?! Sekarang layani aku lagi.."
"Ampun Mas Dudung.. Aku masih capai sekali Mas.. Auh!"

Percuma saja Dina memohon untuk kedua kalinya, Dudung malah semakin menguakkan lubang pantatnya yang sempit dan kecil mirip kelip bintang di angkasa itu serta lidahnya menyusup gencar di dalam celah duburnya. Kalau lelehan madunya sudah habis dijilatnya, Dudung melumuri kembali dengan tetesan yang baru lalu dijilatinya lagi berulang-ulang. Betapa nikmat cara lelaki tua ini mempermainkan istri termudanya ini.

Dina menggelinjang mulai keenakan menerima sensasi baru lagi yang diberikan Dudung padanya. Lubang pantatnya serasa diceboki oleh lidah lelaki tua itu yang nafsu dan keliarannya tak jua berhenti di malam menjelang pagi hari ini. Dudung tertawa dalam hatinya, Hmm.. Kapan lagi aku dapat mencobai pantat perempuan muda seperti Dina ini, sebab kalau dari istrinya yang menjanda itu, tidak pernah sekalipun ia mau merelakan pantatnya dicucup seperti ini. Istri yang satunya lagi juga begitu, jijik katanya, cuih! Payah banget..

Lambat laun lubang vagina di bawahnya kembali dipenuhi oleh air kemaluannya di luar kesadaran Dina sendiri tubuhnya bereaksi atas perlakuan suami tuanya itu. Wajah keriput Dudung membenam di memek Dina untuk kembali menyedot cairan getah bening yang berasal dari rongga peranakannya, sayang untuk dilewatkan begitu saja lendir vagina ini. Somad! Aku akan memperawani juga anus putrimu ini.. Lihat saja sekarang.. Umpat Dudung lagi dalam hati. Setelah itu kontolnya diarahkan ke jalan masuk celah anus yang telah ia buka dengan kedua ibu jarinya, kemudian mendorong dengan tenaga penuh pada pinggangnya.

"Ahh! Ampun Mas Dudung! Sakit.. Sakitt! Auhh! Perih Mas.. Jangan di situ! Ampun..!!"

Dudung tak menanggapi rengekan istrinya, ia malah mengambil sebotol minyak miliknya untuk kemudian mengolesi lubang pantat gadis itu sebanyak-banyaknya. Ditusukkan lagi batang pelirnya yang sudah tegak berdiri mengacung ke dalam sempitnya anus Dina.

"Akhh! Jangan keras-keras Mas! Pedih! Akhh! Nyeri sekali.. Aduh!!"

Sudah sepertiga batang kejantanannya menyelusup masuk ke dalam dubur istrinya yang penuh sesak namun legit dan hangat sekali. Dudung mengeluarkan sedikit pelirnya, lalu digenjotnya lagi sampai separuh penisnya melesak ke lubang pelepasan dara belia yang tengah diperawani anusnya itu. Sesudahnya suara Dina sudah tak terdengar lagi, sebab ia telah tak sadarkan diri menahan rasa sakit pada anusnya yang diperkosa oleh sang suami.

Dudung tak peduli akan hal itu, ia bahkan tersenyum menyeringai puas dapat merasakan mengentot Dina melalui lobang pantatnya yang sangat lezat. Dara itu masih berusia delapan belas tahun, tentu saja lubang pantatnya masih terasa ketat menjepit pelir Dudung. Kontol Dudung yang keluar masuk masih terasa kesat dan peret sekali di dalam poros usus perempuan muda ini. Otot bibir anus gadis itu membentuk lingkaran cincin sungguh mengunci kuat-kuat batang penisnya yang keluar masuk di dalamnya.

Kini sudah dua pertiga kontol itu menembusi lubang pantatnya nan mungil menawan ini. Minyak yang tadinya melumasi dubur gadis itu sudah mengering, tapi sudah mulai terganti dengan lendir lengket yang berasal dari lubang hajat Dina kini. Dudung seakan tertunaikan keinginannya untuk menyetubuhi anus wanita dan ia semakin menjejalkan seluruh batang pelirnya sampai semua tonggak kejantanannya benar-benar amblas terbenam ke dalam lorong pelepasan sang dara cantik ini. Sangat enak nian anus si Dina ini mencengkeram erat batang kontolnya dari ujung hingga pangkal selangkangan Dudung. Lelaki tua itu bagaikan anak kecil yang mendapat mainan baru, terus dimainkannya tubuh istrinya ini laksana seorang budak pemuas nafsu saja.

Tangan kekarnya mencengkeram erat-erat pinggul istrinya yang pingsan ini sambil terus mengaduk-aduk isi belahan dalam anal nan disenggamainya dengan sangat liar tak terkendali lagi melampaui akal sehatnya. Dalam keadaan tak sadarkan diri, Dudung tak melihat tetesan air mata istrinya mengalir membasahi kedua pipinya kembali yang merembes saat detik-detik terakhir sebelum ia jatuh pingsan. Dukun tua itu malahan berterima kasih pada wangsit dari gurunya yang begitu sangat menguntungkan dirinya dapat mempersunting Dina sebagai istri ketiganya yang sah. Dudung semakin larut dalam kemaksiatan nafsu birahi rendah nan menjurus ke arah kebrutalan. Kontolnya terus mengayun-ayun mengulek-ulek keberadaan anus Dina nan sudah tiada daya sama sekali dalam rengkuhannya.

Bibir anus gadis belia ini mengembang dan menguncup semakin memerah disodok-sodok oleh kelelakian sang dukun. lubang pantatnya memonyong dan mengempot berkesinambungan seakan tengah mengunyah keluar masuk kontol sang lelaki tua itu yang sudah keriput dimakan usia. Batang zakar Dudung telah basah berlumur lendir lengket anus istri mudanya nan lezat tak tertandingi dibandingkan dengan istri-istrinya yang lain.

Akhirnya setelah lama menyodomi anus Dina, Dudung pun memuntahkan segenap sisa-sisa air maninya yang telah diproduksi oleh sepasang testisnya hari itu ke dalam celah lorong lembab nan lengket pada pantat sang gadis belia ini, kemudian tubuh lelaki tua itu terhempas lemas pada hamparan kasur empuk ranjang mewah di rumah besar mahligai perkawinan mereka.

*****

Tangan halus yang menyisakan garis-garis merah tak beraturan di pergelangannya itu tampak bergetar memegang sebatang pena, sementara di sebelahnya masih mendengkur lelaki tua keriput kurus dengan wajah bopeng serta rambut ubannya yang telah resmi menjadi suami sahnya. Lembaran buku itu sesekali ditetesi oleh air yang jatuh dari kedua pelupuk matanya yang sembab sembari terus menulis kata demi kata di diary-nya. Hanya itulah satu-satunya tempat mengadu dari gadis yang bernama Dina itu kini tentang pernikahannya yang sama sekali tak lumrah di mata umum serta dirasanya bahwa tirai perkawinannya telah terkoyak sebelum waktunya.. Sebelum kesiapannya menerima kehadiran lelaki itu dalam hari-hari dan kehidupannya.. Apalagi membalas tulus dengan sesuatu hal yang sangat dibutuhkan oleh setiap pasangan insan di belahan dunia ini.. Yaitu, C I N T A.

Tamat