Tragedi malam pengantin - 2

"Jangan melawan manis, kalau ingin selamat!!", ancam lelaki yang menodongkan belati di lehernya sambil mencengkram kedua tangan gadis itu dengan tangan yang satunya lagi.

Lelaki yang membekap mulut gadis itu mengeluarkan sehelai kain dari saku celananya lalu dengan serta merta membungkam mulut mungil dara belia cantik sang mempelai wanita ini.

"Mmmpphh..!", hanya suara itu yang terdengar di balik rontaannya melawan niat busuk lelaki-lelaki itu, namun apalah dayanya karena sebentar saja mulutnya telah tersumpal oleh kain yang dijejali lelaki besar yang sangat kekar itu. Sedangkan lelaki keduanya kini menelikung kedua belah tangan si gadis ke belakang punggungnya dan mengikatnya dengan seutas tambang kecil yang agaknya telah dipersiapkan untuk melumpuhkan korbannya. Sekejap saja gadis itu telah dibuat tak berdaya oleh mereka dan hanya menyisakan suara-suara yang tak jelas maknanya dibalik gumpalan kain yang memenuhi rongga mulutnya.

"Hahaha.. beruntung sekali kita boss! Sudah merampok, dapat gadis pula..", seringai lelaki yang menghunus belati tadi kepada lelaki kekar perkasa bertubuh gelap yang ternyata adalah pemimpin kepala rampok itu. Tampak tonjolan otot-otot lengannya yang begitu perkasa dibalik kaosnya yang berwarna gelap di dalam kamar membuatku iri dengan tubuh kejantanannya itu.

"Jangan khawatir.. kalian nanti akan kubagi pula kesenangan ini, sekarang ayo cepat baringkan dia diatas kasur!!", perintah kepala rampok itu dengan parang masih berada dipinggangnya. Berdua mereka membaringkan paksa tubuh dara pengantin baru itu yang sudah dalam keadaan terikat lengkap dengan busana pengantinnya tersebut hingga terlentang.

Kedua belah kaki gadis itu yang masih bersepatu pengantinnya berusaha menendang-nendang tubuh kedua pelaku, tetapi tangan-tangan kekar mereka menangkap kaki-kaki indah miliknya serta mengikat kedua belah mata kakinya ke tiang kelambu ranjang pelaminan tersebut kiri dan kanan, sehingga kini gadis itu terkangkang di atas ranjang mahligai perkawinannya sendiri.

Gadis itu membanting-bantingkan kepalanya ke kiri dan ke kanan serta berharap untuk bisa lepas dari keadaannya yang telah terikat erat kedua tangannya ke belakang punggungnya itu. Namun jeratan utas tambang itu semakin dirasanya semakin kuat membelenggu pergelangan kedua tangan dan kakinya, sementara kedua lelaki didepannya tertawa-tawa menyeringai kegirangan mendapati ketakberdayaan dirinya itu.

Akupun terkesiap mendapati kenyataan ini, karena tak pernah kubayangkan bahwa aku akan menyaksikan peristiwa kriminalitas secara nyata yang mana aku adalah sebagai saksi matanya sendiri. Malam pengantin yang kuimpikan antara gadis tadi bersama suaminya telah pupus sudah. Kini yang terpampang di mataku adalah tragedi yang menimpa sepasang pengantin baru di hari yang seharusnya menjadi hari kebahagiaan baru bagi mereka. Dari balik celah dinding itu aku melihat derai air mata gadis itu mulai menetes membasahi kedua pipinya yang putih mulus membuyarkan dandanan di wajahnya yang semakin manis di pandang itu, namun wajahnya dalam posisi itu membelakangiku sehingga aku hanya dapat menatap permukaan wajahnya saja dari celah atas dinding kamarku.

Kepala rampok itu mengelus-elus paha putih korbannya yang masih terbalut stocking hitam panjang dan menikmati setiap sentuhan jarinya pada permukaan kulit paha sang dara belia diantara selusupan tangan kekarnya kedalam isi gaun pengantin perempuan itu yang berwarna putih berkilat. Setelah itu ia mendekatkan wajahnya pada sepatu yang dikenakan gadis muda sang mempelai wanita dengan wajah penuh gairah kelelakiannya. Perlahan ia melepaskan sepatu kanan pengantin gadis itu yang mungkin telah dipakainya sejak pagi tadi hingga malam hari ini pukul sembilan lebih empat puluh lima menit.

Sepatu itu terlepas sudah, menyisakan telapak kaki indah milik seorang dara jelita yang masih belia berbalut stocking hitamnya yang tampak serasi menutupi kulit jenjang kakinya. Segenap aroma sembab dari kakinya menebar seisi ruangan kamar pengantinnya, bahkan melalui celah itu aku dapat membauinya pula, namun lelaki kepala para perampok itu malahan menciumi telapak kaki gadis itu tepat di depan penglihatanku dengan penuh gairah dan nafsu serta menjilat dan menghisap-hisap jari kaki lentik milik gadis korbannya yang terus meronta-ronta dalam ketakberdayaannya di mataku. Puas dengan kaki kanan, ia melanjutkannya dengan kaki yang kiri sambil sesekali membelai-belai betis indah gadis itu yang terpampang indah dipelupuk matanya.

"Kamu jaga di bawah dululah! Nanti kalau aku sudah selesai, baru aku panggil kau!", perintah kepala rampok itu pada anak buahnya itu, mungkin ia merasa terganggu dan risih oleh tatapan anak buahnya yang melihat aksi maniaknya itu.

"Oke boss! Aku akan mengantongi barang-barang berharga di rumah ini segera!", ujar anak buahnya penuh semangat, lalu ia keluar kamar tersebut meninggalkan bossnya bersama dengan gadis belia tersebut. Aku tak tahu apa yang telah terjadi dengan sang suami dari gadis itu, agaknya mereka telah berhasil melumpuhkannya dan entah bagaimana dengan nasibnya sekarang.

Keadaan di malam sepi itu benar-benar menunjang aksi mereka untuk menguras harta benda rumah itu secara perlahan-lahan. Bahkan dengan santainya lelaki ketiganya kini tengah duduk di teras rumah sebelahku itu sambil merokok sekaligus berjaga-jaga dan melihat situasi keadaan di luar. Sangat sepi diluar dan hanya menyisakan hawa dingin dan lampu penerang yang sangat redup serta hampir tidak kelihatan apa-apa dari jendela kamarku yang gelap.

Ketika kulihat kembali, tampak lelaki itu meraih gaun pengantin gadis itu di bagian dadanya kemudian menariknya dengan kasar hingga robeklah busana pelaminan di dada gadis belia cantik itu. Aku sangat iba sekali terhadap perlakuan kasar lelaki itu pada gadis tersebut, tetapi aku sangat ingin sekali melihat kelanjutannya, sehingga aku hanya bisa pasrah dengan keadaanku yang lemah ini. Terus terang aku tak mau tersangkut paut dengan peristiwa ini, namun dibalik itu aku ingin menikmati pula hobi mengintipku yang baru kali ini mendapati adegan yang lain dari biasanya seumur perjalanan hidupku.

Lelaki bajingan itu merengkuh tubuh gadis itu yang bagian dadanya telah terbuka menampilkan kedua belah payudaranya yang begitu indah, padat dan berisi berikut puting susunya yang berwarna merah muda sebagaimana layaknya seorang perawan pada umumnya. Aku sendiri pun mengakui kehalusan kulit dada gadis ini yang begitu tiada cacat cela sama sekali terpampang di hadapan bajingan itu dan aku. Daging dadanya saat tersentuh oleh jari-jari perkasa lelaki itu begitu kenyalnya dan lelaki kekar itu mulai memilin-milin puting payudaranya yang selama ini belum pernah tersentuh oleh lelaki, namun kini bajingan kepala perampok itu begitu leluasanya mempermainkan bagian sensitif dari dara itu yang terlarang.

Seketika kelelakianku mulai terangsang dan bangkit seraya membayangkan seperti apa rasa nikmatnya memelintir-lintir puting susu dari seorang gadis, apalagi gadis ini begitu sempurna dimataku laksana seorang dewi bagiku dan mungkin saja bagi lelaki bajingan itu merasakannya pula bahawa pada malam itu adalah malam keberuntungannya mendapati mangsanya yang begitu secantik ini.

Benar-benar jauh dari film-film biru yang selama ini aku tonton, dan betapa adegan bajingan itu yang tengah mengulum puting payudara gadis yang sedang mekar-mekarnya itu membuat gairah kejantananku mulai bangkit di antara penderitaan yang tengah dialami gadis itu yang terpaksa membiarkan dirinya menjadi santapan birahi lelaki itu. Namun di tengah-tengah kerakusan bajingan itu melahap payudara indah milik sang mempelai perempuan, ia juga perlahan-lahan mulai membangkitkan gairah korbannya agar tidak sepenuhnya nanti akan melayaninya secara terpaksa saat di gaulinya. Kedua tangannya yang kasar dan kelihatan sangat kuat berotot itu terus digunakan untuk mengusap-usap kedua belah paha kaki gadis itu yang terkangkang akibat terikat tambang di tiang-tiang kelambu ranjang pelaminannya.

Akhirnya aku mendengar suara lenguhan pertama yang keluar dari bibir gadis itu, meskipun teredam oleh secarik ikatan kain yang menyumpal mulut mungilnya.

"Ehmm... hmmphh..!", erang gadis belia itu yang masih terikat tanpa daya, sementara wajah cantiknya telah penuh dengan linangan air matanya masih tergolek ke kiri dan ke kanan berusaha menahan adanya sensasi yang mulai mendera tubuhnya. Suatu sensasi yang baru kali ini ia rasakan selama hidupnya dan perlahan-lahan sensasi itu semakin melanda dirinya begitu membuatnya semakin merasa malu dan terhina diperlakukan seperti itu oleh lelaki yang bukan suaminya dan bahkan tidak ia cintai sama sekali.

"Manisku.. kalau kau terus meronta dan melawan, maka aku tak akan segan-segan untuk menyuruh anak buahku di bawah untuk menghabisi nyawa suamimu!! Patuhlah kepadaku, maka kau akan kulepaskan esok pagi!", ancam kepala bajingan itu tepat ditelinga gadis belia ini.

"Bagaimana hah?! Sekarang aku akan melepaskan ikatan pada kedua kakimu, tetapi kau harus berjanji untuk tidak melawan dan memberontak lagi, mengerti?!", tukas kepala perampok itu lagi.

Agak lama aku menunggu jawaban dari gadis itu untuk sesaat waktu dan dengan perlahan kepala si gadis itu mengangguk dengan sangat berat hati seakan hatinya telah tersayat oleh sembilu mendengar ancaman yang menghentikan perlawanannya. Wajah cantiknya semakin penuh dengan derai air mata pilu keterpaksaannya malam itu kepada lelaki bajingan ini yang tersenyum girang mendapati korbannya telah takluk olehnya.

Bersambung . . . .