Life begins at forty - 2

3rd PHASE: MY DISCLOSURE

Her true story tentang petualangannya dengan pacarnya dulu telah menjadi materi utama fantasiku. Hal itu telah mengembalikan gairah hubunganku dengan istri tercinta, bahkan pada saat-saat tertentu geloranya lebih dahsyat dari kenikmatan masa pengantin baru. Tetapi seperti sudah kuceritakan pada bagian terdahulu, aku sungguh tidak nyaman dengan the hidden fantasy. Isteriku sama sekali tidak tahu bahwa gairahku terpacu oleh fantasi "Miring" itu.

Karena tak sanggup lagi membiarkan rahasia menggerogoti rasa nyamanku, kuputuskan untuk membuang rahasia itu. Aku tahu benar risikonya. Bagaimana kalau isteriku tercinta tidak bisa mengerti? Atau ia menganggapku gila? Segala kemungkinan buruk bisa terjadi.

Akhirnya, dari sekian banyak alternatif cara yg mungkin kujalankan, aku memilih yang kuanggap terbaik, yaitu mengusir fantasi itu dari otakku. Dengan tidak berfantasi, pada saat bercumbu "performance"-ku menurun ke tingkat "biasa-biasa saja". Itulah inti strategiku. Aku berharap isteriku kemudian menanyakan gejala penurunan kualitas bercumbu itu, atau lebih jauh lagi mempermasalahkannya. Dan kujalankanlah strategi itu.

* Kesempatan pertama: Indah belum cukup menyadarinya, ia masih melakukannya dengan semangat membara seperti biasa.
* Kesempatan kedua: sesudah kami selesai Indah bertanya singkat "Bapak capek ya?". Itu saja, dan ia terlelap di pelukanku.
* Kesempatan ketiga: nampaknya ia mulai menyadari penurunan gairahku. Ia kemudian berusaha membantuku dengan melakukan hal-hal yang bersifat extra ordinary. Aku tidak tega, dan terpaksa mengimbanginya.
* Kesempatan keempat: ia berkata singkat tetapi serius "Ada yang nggak bener sama Bapak. Ada apa sebenarnya Pak?"

Itu adalah pertanyaan yang kutunggu. Sebab pertanyaan itu tidak mungkin untuk tidak dijawab. Dengan dada yang berdebar-debar dipenuhi ketidakpastian, dimulailah the disclosure process: "Ibu betul. Memang ada sesuatu yang nggak bener sama Bapak. Tetapi yang nggak bener itu kemarin-kemarin. Sekarang ini justru Bapak sedang berusaha untuk bener Tetapi pada saat pengin bener, kok malah begini ya?" Aku berlagak bodoh.

Pembaca pasti bisa membayangkan bahwa pada tahap itu isteriku menjadi bingung. Kebingungan yang menuntut jawaban. Situasi itu memang sengaja kuciptakan. Separuh rencanaku sudah berjalan.
Dan kulanjutkan: "Yang membuat Bapak bergairah menggebu-gebu selama ini adalah sesuatu yang nggak bener sakit gila! Apakah Bapak udah nggak waras ya Bu?"
Indah: "Kenapa Bapak ngerasa nggak waras?"
(Tentu saja dialog kami cukup panjang dan tidak semudah ini. Yang kukutip di sini hanyalah bagian-bagian penting saja).
Aku: "Maafkan Bapak, gairah hebat yang telah kita nikmati itu tidak muncul begitu saja. Itu didorong oleh sebuah fantasi. Fantasi itulah yang gila itu sakit. Maaf Bapak membayangkan Ibu bercumbu sama orang lain. Itu kan nggak waras?!"
Disclosure took its place. Aku hanya bisa menunggu reaksinya. Setelah aku mengucapkan kalimat itu, kami diam selama lebih dari lima menit. And that is the moment of truth.

Akhirnya kata-kata Indah memecah kebisuan kami: "Pak Ibu kira Bapak berlebihan kalau merasa nggak waras. Bukankah the fantasy has no limit?!"
Itu adalah kata-kata yang melegakan-menghentikan keringat dinginku. Selanjutnya aku bisa menceritakan semuanya dengan terbuka. Bahkan aku mengaku bahwa fantasi favoritku adalah percumbuannya dengan Sigap. Isteriku menunjukkan pengertian yang tulus. Toh itu hanya fantasi, begitu justifikasinya.

Mission accomplished. Tujuan disclosure itu semata-mata untuk "Membuang ganjalan" dan memperoleh admittance, bukan untuk mendapatkan support. Aku tidak berani sejauh itu.

Hari-hari berikutnya diwarnai dengan kembalinya gairah birahi yang bagaikan ombak menggulung-gulung tak henti-henti. Setiap bercumbu, nafsu seakan tak ada habisnya, datang lagi, dan datang lagi. Hanya keterbatasan stamina yang bisa menghentikannya.

Tetapi saya harap para pembaca pria yang punya problem serupa tidak menganggap catatanku di atas sebagai sebuah contoh, atau bahkan 'manual' untuk ditiru diterapkan siasatnya. Anda bukan saya, dan isteri Anda bukan Indah. Situasinya bisa jadi sangat berbeda, hasilnya pun bisa sangat berbeda. Singkatnya, PLEASE DON'T TRY THIS AT HOME.

4th PHASE: HER DISCLOSURE

Kami menikmati suasana itu dengan nyaman. Aku bisa berfantasi tanpa ganjalan, toh isteriku tahu perannya yang luar biasa. Ia pun tahu siapakah aktor-aktor yang bermain di dalam drama angan-anganku. Setelah sekitar lima sampai enam bulan (aku tidak ingat betul) berkubang di kancah asmara yang menggelora itu, Indah justru mulai mengambil inisiatif untuk meningkatkan permainan. Sebenarnya aku tidak benar-benar menginginkan permainan lebih jauh. Aku sudah cukup terpuaskan oleh disclosed fantasy itu. Tetapi aku tak bisa mencegah. Akulah yang telah menyeretnya ke dalam pusaran 'arus liar' seperti itu.

Pada suatu saat, dimana kami mau memulai percumbuan, tiba-tiba Indah membuka percakapan: "Pak.. Ibu cuma pengin negesin. Apakah bener sih, semakin cemburu semakin bergairah?"
"Ya, kurang lebih begitulah", jawabku singkat.
"Yang paling membuat cemburu Bapak betul Sigap?" Indah memang memanggil Sigap hanya dengan namanya tanpa embel-embel apapun, karena mereka sebaya (malah Indah sebulan lebih tua).
"Ya, kurang lebih begitulah", jawabku lagi.
"Waktu masih menyimpan rahasia fantasi itu Bapak ngerasa ada ganjalan?"
"Ya, tapi sekarang Bapak udah lega and we've been enjoying great love".
"Ibu tahu, Bapak udah lega, tetapi sekarang Ibu yang punya ganjalan".
"Kenapa sweet heart?"
"Maaf, Ibu belum menceritakan semua pengalaman sama dia.. "

Isteriku menjelaskan juga, bahwa selain soal keterganjalan, ia ingin fantasiku lebih hebat lagi. Tidak ada yang bisa kulakukan kecuali menyetujui keinginannya untuk membuka tabir selebar-lebarnya. Aku bahkan memberinya hints bagaimana caranya membuka rahasia ungkapan cintanya dengan Sigap. Aku minta ia untuk tidak sekedar bercerita secara umum tentang sejauh apa sexual contacts-nya dengan Sigap. Misalnya, 'aku pernah begini atau begitu' atau 'Sigap pernah berbuat ini dan itu kepadaku'. Kuminta Indah menceritakan peristiwa demi peristiwa secara nyata. Ia pun menceritakan pengalamannya bersama Sigap satu per satu secara terinci, bahkan ia bumbui dengan ekspresi kenikmatan seksual.

Masing-masing cerita ia sampaikan kepadaku menjelang dan pada saat kami bercinta (menjadi semacam pillow talks). Banyak sekali yang ia kisahkan kepadaku. Tidak semuanya 'seru', tetapi semuanya mempunyai nilai yang tinggi sebagai stimulan birahiku karena cerita-cerita itu nyata. Cerita-cerita tertentu yang kusenangi, sering kuminta 'diputar ulang'. Berikut ini aku akan menceritakan salah satu 'Cerita Indah' kepada pembaca.

Tetapi sekali lagi, ingin kutegaskan bahwa aku tidak punya maksud untuk memutarkan film biru untuk pembaca. Ini sekedar sebagai bagian pelengkap catatanku. Atau mungkin justru Anda lebih tertarik dengan bagian ini? It's up to you. Aku memilih cerita yang 'rated'.

Beberapa minggu pertama setelah kepindahan ke Yogyakarta, bukanlah saat yang menyenangkan untuk Indah. Irama hidup baru sebagai mahasiswi yang jauh dari orang-tuanya di kota lain membuatnya sedikit tertekan. (Maaf, aku sengaja tidak menyampaikan kota asal Indah. Ini untuk melindunginya). Perlindungan dan kasih-sayang keluarga tak lagi menjadi miliknya sehari-hari. Itulah awal semakin dekatnya ia dengan Sigap. Ia membutuhkan pelindung. Dan beruntunglah Indah karena Sigap bersedia selalu di dekatnya; membantu hal-hal yang diperlukan, termasuk antar-jemput kuliah dengan motor bila Sigap tidak sibuk dengan kuliahnya sendiri.

Kedekatan itulah yang telah membawa mereka kepada kontak seksual yang lebih jauh. Selain tentu saja peluang yang menjadi sangat terbuka karena Indah mempunyai daerah teritorial yang sangat pribadi meskipun hanya seluas kamar kosnya. Pada saat peristiwa di bawah ini tejadi, sebelumnya Sigap sudah pernah bermain-main sampai ke daerah payudara Indah. Belum pernah lebih ke bawah lagi.

Suatu sore, seperti biasanya Sigap menjemput Indah sepulang kuliah. Waktu itu hujan, tetapi karena tidak terlalu deras, mereka tidak berhenti untuk berteduh. Sigap malah tancap gas sekencang mungkin ke tempat kos Indah. Sesampainya di kamar Indah, mereka sadar bahwa pakaian mereka basah, meskipun tidak kuyup.
Indah: "Yah pakaianmu basah Gap. Udah, mandi aja sekalian, pakai celana pendek sama kaos Indah dulu. Biar kugosok dulu pakaianmu, buat pulang nanti".

Sigap pun masuk ke kamar mandi yang ada di dalam kamar Indah, sementara Indah memilih celana pendek yang berkolor dan kaos yang ukurannya besar. Sejenak kemudian Sigap membuka pintu kamar mandi dari dalam dan melongokkan separuh badannya keluar sambil memberikan pakaiannya yang basah dan meminta pakaian kering dari Indah. Ternyata pakaian basah yang diberikan keluar tidak hanya dua potong, tetapi tiga potong: baju lengan panjang, celana jeans, dan celana dalam. Waktu itu Indah tidak berpikir macam-macam, ia hanya merasa lucu membayangkan Sigap yang bakal 'no underwear'. Dan ia pun sibuk menggosok ketiga potong pakaian kekasihnya.

Setelah Sigap keluar dengan 'pakaian santai'-nya (t-shirt plus celana pendek berkolor longgar tanpa celana dalam), Indah pun segera menyerbu kamar mandi. Dan ia keluar kamar mandi dengan pakaian rumahnya, daster katun warna terang (seperti kegemarannya sampai sekarang). Ia tidak mengenakan bra, "toh tidak ada yang perlu dilindungi karena sepasang payudaranya sudah beberapa kali 'dimainkan' Sigap" begitulah pikirnya. Saat itu, Sigap sudah tiduran di dipan sambil baca majalah. Indah tidak menyapanya, tetapi langsung menyiapkan kopi hangat dan baru memanggil Sigap setelah kopinya siap. Dan mulailah acara minum kopi secangkir berdua; saling memegangkan cangkir, dan saling menyuapkan biskuit. Mereka melakukannya sambil duduk di lantai yang dialasi karpet, berdampingan bersandarkan dipan.

Sebelum kopi benar-benar habis, cangkirnya mereka singkirkan jauh-jauh. Sigap merangkulkan tangannya ke pundak Indah yang duduk di sebelah kiri, mengelus pundak Indah dan membelai rambutnya yang masih agak basah. Indah menyamankan posisi dengan menyandarkan kepalanya ke dada kiri Sigap. Tangan kiri Indah tak mau tinggal diam, mulai mengelus dada Sigap, sekali-sekali naik ke leher, sekali-sekali turun ke perut sampai sebatas pusar. Sigap segera menarik dagu Indah ke atas, sehingga muka mereka berhadapan. Mereka pun saling berciuman dengan mesra. Semakin lama semakin dalam pertukaran mulut mereka, dan Sigap mulai membelai leher Indah, lalu perlahan-lahan turun memberikan belaian lembut kepada kedua belah payudara Indah dari luar pakaian. Tetapi karena tipis dan lemasnya daster Indah, tentu saja semua lekuk dan tonjolannya bisa dinikmati dengan hampir sempurna oleh jari-jarinya.

Birahi semakin menghanyutkan dan mengontrol tingkah laku sepasang kekasih itu. Indah seakan ingin lebih rapat lagi, ia pun memasukkan tangannya ke balik kaos kekasihnya untuk membelai dada dan perutnya secara langsung. Sementara Sigap menarik kaki kanan Indah untuk ditumpangkan di atas kakinya, sehingga kedua paha Indah terbuka posisinya. Telapak tangan kanan Sigap menjadi sangat leluasa menelusuri betis dan paha Indah. Gerakan tangan itu lama-kelamaan terpusat ke paha dalam, demikian seterusnya hingga elusannya lebih banyak dilakukan di daerah pangkal paha. Indah sudah tidak peduli lagi dengan dasternya yang tersingkap sampai memperlihatkan celana dalam tipisnya yang berwarna putih. Bahkan Indah membiarkan jari-jari Sigap yang mulai mengelus renda-renda celana dalamnya, sambil sekali-sekali memberikan tekanan lebih kuat.

Deraan nafsu yang menguat mendorong Indah untuk melucuti kaos kekasihnya sehingga ia tinggal bercelana kolor tanpa celana dalam. Indah pun pasrah ketika sang kekasih menarik dasternya ke atas dan dilepas menyisakan sepotong celana dalam putih tipis sehingga memperlihatkan belahan kewanitaanya dan bayangan bulu halus di atasnya. Ciuman Sigap sudah beralih ke leher dan akhirnya terpusat di payudara Indah. Sementara Sigap memainkan lidah dan menghisap puting Indah, bergantian kiri-kanan, tangan kiri Indah tak segan-segan lagi mengelus kemaluan Sigap. Semula dari luar, sejenak kemudian tangan halusnya sudah menyusup ke dalam celana pendek dari samping, dan memegang batang kemaluan Sigap yang sudah tegak mengeras dan basah kepalanya. Bahkan setelah dielus dan digenggam, semakin banyak lendir yang keluar dan Indah meratakannya sampai ke bagian pangkal. Pada kejadian itu, Indah sudah cukup terampil 'menangani' kelelakian karena Sigap telah memberitahukan cara 'yang enak'.

Pada saat yang bersamaan dengan itu, tentu saja jari-jari Sigap memperlihatkan kenakalannya, menyusup ke celana dalam Indah untuk memberikan belaian pada kewanitaan Indah yang juga sudah sangat basah. (Menurut pengakuan Indah, pada saat itu Sigap belum pandai memainkan jari-jarinya di bagian-bagian sensitif kemaluan wanita, termasuk klitoris. Tetapi bagaimanapun Indah sangat menikmatinya, karena sentuhan-sentuhan semacam itu masih merupakan hal baru baginya). Salah satu hal yang disukai Indah adalah kebiasaan Sigap membasahi jari-jarinya dengan lendir kemaluan Indah sebanyak-banyaknya dan mengusapkan ke batang kejantanannya. Hal itu bisa menambah sensasi percumbuan mereka, meskipun belum sampai ke tahap intercorse. Itu pulalah yang dilakukan Sigap di sore hari yang masih ditingkahi gerimis itu.

Sejenak kemudian mereka sudah saling melucuti selembar pakaian terakhir mereka. Mereka pun sudah telanjang bulat, kembali saling melumat bibir seraya Sigap membaringkan Indah di karpet. Sigap meraih bantal dari tempat tidur dan mengalasi kepala Indah dengan penuh kasih sayang. Dan berlanjutlah pagutan mulut serta saling belai sepasang merpati yang sedang dikuasai asmara itu.

Pembaca sekalian, maaf aku hentikan dulu catatanku sampai di sini meskipun Cerita Indah tersebut belum berakhir. Akankah kulanjutkan? Itu tergantung dari respons pembaca seperti yang sudah banyak masuk ke emailku terhadap bagian 1 yang telah kuposting. Lebih dari sekedar cerita porno di atas, ada bagian lain yang sebenarnya kuanggap lebih relevan untuk diungkapkan, yaitu kelanjutan kehidupan seksual kami setelah fase ini.

Salam untuk yang telah mengirim email dan menunggu catatan ini.

Tamat