Maaf bu maaf - 2

iPengalaman mimpiku yang kedua kalinya tidak kuceritakan kepada suamiku karena aku merasa malu mempunyai imajinasi seksual semacam itu. Akan tetapi selanjutnya mimpiku itu semakin sering muncul terutama apabila suamiku tidak berada di tempat dan aku tidur sendirian. Bahkan dalam pengalaman mimpiku belakangan ini aku merasa hal itu bukan lagi suatu mimpi, karena aku yakin dan sadar pada waktu itu aku belum tertidur mengingat waktu baru saja menunjukkan pukul sepuluh malam. Aku sedang bergolek di tempat tidur dan telah memakai baju tidurku tanpa BH. Dalam keadaan seperti itu, entah bagaimana mulanya tiba-tiba saja aku merasakan adanya suatu rangsangan birahi yang hebat dalam diriku kemudian disusul pada bagian liang kewanitaanku kurasakan berdenyut sedemikian rupa seperti ada sesuatu yang menerobos ke dalamnya. Rasanya persis sekali seperti rasa alat kejantanan seorang laki-laki ketika memasuki liang senggamaku.

Selanjutnya aku pun merasakan ada sesuatu yang bergerak dalam liang kenikmatanku membuat suatu gerakan mundur maju yang teratur sebagaimana lazim yang dilakukan oleh orang yang sedang bersanggama. Anehnya apabila sudah demikian, aku menjadi tidak sadarkan diri dan tenggelam dalam suatu keadaan histeris yang luar biasa. Kemudian di luar kesadaranku itu aku terus mengikuti gerakan tersebut sambil menggoyang-goyangkan pinggulku sampai akhirnya aku merasakan orgasme yang hebat dan hal itu dapat terjadi sampai berkali-kali. Anehnya pula ketika aku terbangun di pagi hari, kudapati juga diriku tertidur tidak tanpa BH saja namun juga aku tidak mengenakan celana dalam.

Setelah mengalami beberapa kali kejadian tersebut, aku bertambah heran bercampur dengan rasa khawatir. Oleh karena itu apabila suamiku tidak berada di tempat aku meminta salah seorang pembantuku untuk menemaniku tidur. Dia tidur di lantai dengan menggelar kasur sedangkan aku di tempatku seperti biasa. Pada mulanya keadaannya biasa-biasa saja, tidak pernah terjadi hal-hal yang aneh maupun lainnya, akan tetapi setelah beberapa malam pembantuku tidur bersamaku, pada suatu pagi pembantuku yang kebetulan telah berumur bercerita.

"Neng, semalam Bibi takut sekali", katanya.
"Kenapa Bi?" kataku mulai curiga.
"Begini Neng, semalam itu Bibi rasanya tidak dapat tidur. Dada Bibi sesak sekali dan tidak bisa bernafas. Ketika Bibi bangun rupanya ada bayangan yang sedang menindih tubuh Bibi. Bayangan itu besar sekali dan rasanya dia ngomong kepada Bibi agar tidak tidur di situ lagi karena mengganggu hubungan suami istri. Terus Bibi tanya.. mengganggu suami-istri siapa, kan saya bukan istri di situ! Dia tidak menjawab Neng, tapi dada Bibi terus didudukinya sehingga rasanya tidak dapat bernafas. Mulanya Bibi kira Bibi mimpi, tapi kok rasanya tidak karena Bibi betul-betul tidak dapat bernafas, terus Bibi baca-baca ayat seadanya sampai bayangan itu pergi."
"Ih ngeri sekali Bi", kataku menutup-nutupi ketakutannya.
"Begini Neng, Bibi kira sebaiknya Neng tanya orang pinter saja, siapa tau ada yang mau mengganggu. Maklumlah Bapak kan orang penting di sini", kata pembantuku selanjutnya.
"Saya pikir betul juga Bi, akan tetapi saya tidak tahu siapa yang bisa begitu", kataku.
"Nanti Bibi coba tanya guru spiritual Bibi, siapa tahu dia bisa", kata pembantuku yang memang telah agak berumur dan orang asli daerah itu.

Setelah beberapa waktu pembantuku membawa ibu guru spiritualnya yang kebetulan juga penduduk asli daerah itu. Setelah dia merenung dan mulutnya komat-kamit, dia berkata bahwa gangguan itu datang dari bangsa jin. Akan tetapi dia tidak tahu jin dari mana karena dia tidak kuat untuk berkomunikasi dengan jin tersebut. Dia menyarankan agar aku meminta tolong kepada seorang ahli kebatinan yang agak kuat. Dia kenal seorang ahli kebatinan yang biasa menolong orang sakit yang terkena gangguan mahluk halus, terutama para ibu rumah tangga yang mempunyai masalah dengan suaminya.

Demikianlah pada suatu sore ahli kebatinan yang bernama Pak Zein, datang ke rumahku. Kebetulan pada saat itu suamiku sedang tidak berada di tempat karena dinas ke Jakarta. Ketika aku menemui Pak Zein tersebut, aku agak kecele. Karena pada mulanya aku bayangkan akan bertemu dengan seorang tua yang keriput, berambut penuh uban dan mungkin berjenggot putih serta memakai sorban di kepalanya sebagaimana ahli-ahli kebatinan yang pernah kulihat di layar putih. Akan tetapi rupanya bayanganku amat berbeda sekali. Pak Zein orangnya masih muda berumur kira-kira tiga puluh tahun dan berpenampilan seperti pemuda masa kini.

Pada saat itu dia memakai celana jeans dengan kemeja kotak-kotak sehingga penampilannya jauh sekali dari penampilan seorang ahli kebatinan. Melihat penampilannya itu aku menjadi agak ragu-ragu walaupun dari wajahnya tercermin bahwa dia itu seorang yang terpelajar dan cerdas. Untuk tidak membuatnya tersinggung kuajak bicara juga dan berbasa-basi menceritakan soal bayangan yang dilihat oleh pembantuku. Aku tidak menceritakan masalah mimpiku itu sama sekali. Hal itu juga aku lakukan baik kepada pembantuku maupun kepada ibu guru spiritual pada waktu dia membantuku dahulu.

Setelah selesai kuceritakan pengalaman pembantuku, Pak Zein terpekur sejenak kemudian dia mulai berkata kepadaku.
"Bu, setelah saya kontrol secara batin akhirnya saya dapat juga berkomunikasi dengan bayangan itu. Bayangan itu sebenarnya memang sebangsa makhluk jin. Jin itu dahulu merupakan peliharaan seseorang akan tetapi sekarang sudah dilepas karena mempunyai kelakuan yang tidak senonoh sehingga kini dia berkeliaran tanpa tuan", katanya.
"Jadi maksud Bapak bayangan itu memang benar-benar ada?" tanyaku agak ketir-ketir.
"Betul Bu, jin tersebut berada di sekitar sini dan sering melewati rumah Ibu setiap hari Rabu malam Kamis", balasnya menerangkan.

Aku agak merenung sejenak. Aku ingat-ingat setiap kejadian mimpiku itu memang selalu bertepatan pada setiap hari Rabu malam Kamis. Kini aku mulai agak yakin akan kemampuan Pak Zein. Oleh karena itu dengan agak antusias aku mulai gencar bertanya.
"Persisnya dia ada di mana Pak?" aku bertanya.
"Dia sekarang tidak mempunyai tempat, karena diusir oleh tuannya yang dahulu memeliharanya."
"Oo ya.. jadi jin juga bisa dipelihara..? Barangkali enak juga ya Pak! Mungkin bisa disuruh-suruh.. cuci piring atau apa saja", kataku menyeletuk.
"Maaf Bu.. maaf, jin ini agak nakal, dia diusir berhubung suka berbuat hal yang tidak senonoh dengan istri tuannya dan sifat itu rupanya sudah merupakan pembawaan jin itu sejak kecil."
"Perbuatan tidak senonoh yang bagaimana?" tanyaku.
"Maaf Bu.. kalau saya berkata terus terang. Jin itu suka menzinahi istri tuannya."

Mendengar keterangan Pak Zein tersebut kini aku menjadi agak terkejut. Jadi selama ini aku telah dizinahi oleh jin sampai berkali-kali.
"Jadi hal yang dialami si Bibi itu sebenarnya bukan pokok masalahnya", katanya selanjutnya, "Ketika saya tanya lagi masalah yang sebenarnya itu apa, jin itu menjawab bahwa dia merasa terganggu dengan adanya si Bibi di situ karena dia tidak bisa melepaskan hasratnya. Ketika saya tanya lebih jauh lagi hasrat apa dan kepada siapa, dia menjawab sebenarnya selama ini.. dan sekali lagi.. maaf ya Bu.. katanya sebenarnya selama itu dia telah sering melakukan hubungan suami-istri dengan Ibu sendiri."

Aku benar-benar terkejut ketika mendengar pendapatnya. Aku kini menjadi lebih yakin bahwa Pak Zein itu memang seorang ahli kebatinan yang pandai dan dia dapat melihat hal yang tidak diketahuinya sebelumnya secara benar. Karena masalah mimpiku itu tidak pernah kuceritakan kepada siapa-siapa, kecuali kepada suamiku dan itu juga hanya sekali pada saat permulaan aku merasa bermimpi.

"Secara terus terang memang sebetulnya saya sudah beberapa kali bermimpi melakukan hubungan suami-istri dengan seseorang.. tapi hal yang saya alami itu saya kira bukan apa-apa melainkan hanya sebuah mimpi saja. Saya tidak tahu bahwa hal itu ada hubungannya dengan jin. Jadi kalau memang betul begitu, bagaimana bisa terjadi dan mengapa jin itu memilih saya", kataku.
"Begini Bu, hal itu dapat terjadi karena jin adalah juga mahluk yang hidup bersama-sama dengan kita menghuni planet bumi ini. Bahkan kehadiran jin jauh lebih dulu daripada manusia, tetapi dia hidup di alam dua dimensi, tidak seperti kita manusia yang hidup dalam alam tiga dimensi. Oleh karena itu sifat zatnya dapat berubah bentuknya sebagai apa saja sesuai dengan ruang dan waktu. Jin itu juga mempunyai komunitas sosial, berkeluarga dan bermasyarakat. Dia juga mempunyai ukuran batas umur, hanya bedanya dengan manusia usia jin sangat panjang sekali. Apabila jin yang dikatakan sudah dewasa dia kira-kira berumur tiga ratusan tahun. Sebagai mahluk, jin juga terkena hukum dan kewajiban sebagaimana manusia, karena mereka memiliki akal, nafsu dan kehendak yang bebas. Jadi jin juga mempunyai sifat-sifat maupun selera seperti manusia demikian juga selera birahinya."

"Maksud Bapak..?" kataku agak heran.
"Seperti yang saya katakan pada permulaan tadi, jin itu dari kecil memang sudah mempunyai sifat yang jelek. Dia suka sekali kepada perempuan. Akan tetapi dia tidak bisa melakukan hal itu semaunya terhadap kaumnya sendiri, karena di situ dia akan mendapat sanksi dari pimpinan komunitasnya. Kebetulan dia dipelihara oleh manusia sejak kecil, maka menjelang dewasa dia tidak dapat menahan diri lagi dan mulai keluar sifat jeleknya. Mula-mula dia berzinah dengan istri tuannya dan hal itu menjadikan dia ketagihan sehingga dia terus mencari wanita-wanita yang bersuami yang dapat diajak berzinah."
"Tapi seperti saya tanya tadi.. mengapa hal itu terjadi pada diri saya?" kataku selanjutnya.
"Pertama-tama mungkin penampilan Ibu sesuai dengan seleranya. Seperti yang saya katakan tadi, jin itu juga mempunyai selera birahi seperti manusia. Dia suka juga kepada wanita yang cantik dan berpenampilan seksi."

Mendengar kata-kata Pak Zein itu aku menjadi agak tersipu-sipu. Kukira kata-katanya itu benar sekali karena boleh dikatakan parasku memang cantik dan bentuk tubuhku juga agak seksi. Buah dadaku masih terlihat segar dan kecang dengan ukuran yang agak besar sehingga sering membuat laki-laki berselera untuk menjamahnya.
"Akan tetapi hasrat jin kepada wanita yang tergolong mahluk manusia, tidak akan begitu saja kesampaian secara gampang", kata Pak Zein selanjutnya, "Karena jin itu juga terikat dengan kaidah-kaidah hukum alam, dimana dia tidak dapat melakukan sesuatu sekehendaknya saja. Oleh karena itu ada kondisi-kondisi yang harus dipenuhinya sehingga dia dapat mencapai hasratnya. Salah satunya adalah biasanya wanita yang dizinahi oleh jin tersebut adalah wanita yang emosinya agak labil sehingga dia tidak mempunyai kekuatan batin. Kondisi lainnya adalah.. dan ini biasanya yang paling dominan.. jin tertarik kepada para wanita yang telah melanggar kesuciannya, karena bagi wanita itu sudah tidak ada pagar lagi yang membatasi dirinya sehingga dengan mudah jin itu masuk ke dalam pikiran dan jasmaninya."

Aku agak terhenyak ketika mendengar penjelasan Pak Zein itu. Tiba-tiba saja dalam diriku berkecamuk berbagai perasaan, yaitu antara perasaan malu, takut dan penyesalan.
"Sekali lagi maaf Bu.." katanya selanjutnya, "Kalau tidak salah penglihatan saya, barangkali Ibu dahulu pernah berhubungan dengan laki-laki lain selain suami Ibu? Kalau boleh.. hal ini yang pertama sekali saya harus tahu?" dia bertanya.
"Eh.. eh.. memangnya kenapa Pak?" kataku agak gugup ketika mendengar permintaan tersebut. Aku heran mengapa dia tahu akan penyelewenganku dan hal itu bukan terjadi di sini melainkan nun jauh di sana di kota Jakarta. Sangat sukar sekali aku menjawab pertanyaannya itu karena hal itu berarti suamiku akan mengetahui penyelewenganku dahulu.

"Hal ini penting saya pastikan untuk pengobatan Ibu nanti. Karena apabila memang hal itu pernah terjadi maka dapat dipastikan masih ada sisa-sisa air mani laki-laki lain yang tertanam dalam tubuh Ibu dan itu telah menjadi satu dengan darah daging Ibu. Sisa-sisa air mani dari laki-laki lain yang bukan suami Ibu itulah yang mengundang jin sehingga dia berhasrat untuk menzinahi Ibu karena sisa-sisa air mani itu memudahkan dia untuk melangsungkan hasratnya. Seperti juga istri dari orang yang memelihara jin itu. Dia pernah menyeleweng dengan lelaki lain sehingga jin itu berhasrat minta bagian. Karena dengan adanya sisa-sisa air mani lelaki lain di tubuhnya jin itu sudah mendapatkan kondisi untuk dengan mudah melakukan hajatnya sebagai suami-istri kepada wanita itu."

"Ya Pak.." jawabku dengan suara yang tersendat, "Memang saya pernah khilaf dahulu, saya pernah tidur dengan laki-laki lain, tapi tolong Pak.. suami saya sampai kini tidak tahu."
"Baik Bu, saya akan memegang amanat ini, karena sudah menjadi sumpah saya waktu menerima ilmu ini dari guru saya bahwa saya tidak boleh menceritakan apa-apa kepada siapa pun mengenai masalah orang yang saya obati. Selanjutnya hal yang kedua yang saya perlu tahu, apakah waktu jin tersebut menzinahi ibu dia telah mengeluarkan air mani?"
"Saya rasa tidak pernah Pak..?" jawabku.
"Bagus kalau begitu, karena hal itu memang jarang sekali terjadi. Itulah bedanya antara jin dengan manusia. Apabila manusia begitu bersenggama dia akan mengeluarkan air mani, akan tetapi jin tidak. Karena umur jin relatif lebih panjang dari manusia maka hanya pada waktu-waktu tertentu saja dia bisa mengeluarkan air mani. Apabila dia mengeluarkan air mani hari ini misalnya, maka biasanya tahun depan dia baru bisa mengeluarkan lagi. Apabila jin itu mengeluarkan air mani di rahim manusia dan membenihkan janin maka orang itu akan mengalami penderitaan yang hebat, karena rahim manusia sesungguhnya bukan untuk anak jin, jadi rahim manusia secara normal tidak akan tahan mengandung anak jin. Apabila tidak ditolong oleh jin itu sendiri atau dengan kata lain apabila jin itu tidak mau bertanggung jawab atas kehamilan yang dibuatnya, maka wanita yang mengandung anak jin tersebut akan menderita bahkan bisa-bisa dapat meninggal dunia. Dalam ilmu kedokteran kasus ini biasanya diduga sebagai penyakit kanker rahim atau sejenis dengan itu, akan tetapi menurut saya sebenarnya bukan disebabkan oleh hal itu melainkan dikarenakan wanita itu tidak tahan mengandung anak jin sehingga rahimnya pecah."

Aku semakin terkejut ketika mendengar kata-kata Pak Zein itu. Pikiranku segera bekerja keras mengingat-ingat keseluruhan kejadian yang kualami dalam mimpiku itu. Aku mengingat-ingat apakah selama itu jin tersebut pernah mengeluarkan air mani di rahimku. Tetapi aku merasa yakin bahwa selama aku dizinahi jin itu aku tidak pernah merasakan adanya air mani yang masuk ke dalam rahimku. Hal ini benar-benar dapat kuyakini. Karena walaupun hubungan itu kurasakan seperti mimpi, akan tetapi selama itu aku tetap dapat merasakan secara nyata adanya rabaan-rabaan di bagian tubuhku yang menimbulkan gairah birahiku serta aku juga dapat merasakan bagaimana alat kejantanan jin tersebut memasuki liang kewanitaanku. Demikian juga aku dapat merasakan betapa hangat dan istimewanya ukuran alat kejantanannya ketika memasuki tubuhku sehingga aku benar-benar terhanyut dalam gairah birahi yang hebat sampai aku mengalami orgasme berkali-kali.

"Hal yang ketiga yang perlu saya ketahui lagi.." katanya selanjutnya, "..adalah nama laki-laki yang pernah tidur dengan Ibu selain suami ibu sendiri. Ini sekali lagi maaf Bu.. bukan saya ingin mengada-ada, tapi memang perlu untuk pengobatan."
Aku terdiam saja ketika mendengar permintaan ini. Hatiku ragu untuk menyebutkan nama karena aku khawatir dia akan kenal.
"Jangan takut Bu, percayalah saya tidak akan mencampuri urusan rumah tangga Ibu, sekali lagi saya katakan bahwa saya tidak boleh mengatakannya kepada siapa-siapa apalagi kepada suami Ibu mengenai hal dari orang yang saya tolong, karena apabila saya lakukan itu, maka ilmu saya akan luntur dan saya akan mendapatkan balasan sesuai sumpah saya pada saat saya menerima ilmu ini dari guru saya", katanya seolah-olah membaca pikiranku.

Dengan suara yang agak perlahan aku menyebutkan nama temanku yang dahulu pernah mengajakku tidur bersama dan melakukan hubungan suami-istri.
"Begini Bu, saya harus menyiapkan bahan-bahannya dahulu dan baru kira-kira tiga hari lagi saya akan kemari. Ibu mesti saya sucikan dengan berlimau. Kemudian saya akan menaruh penangkal di badan ibu agar jin tersebut tidak lagi mendatangi Ibu", katanya selanjutnya.
"Maksud Bapak saya harus berlimau, jadi saya harus mandi?" aku bertanya dengan agak ragu-ragu.
"Betul Bu, tapi tentu saja tidak telanjang bulat, Ibu nanti bisa pakai kain putih yang sudah saya persiapkan sebagai petilasan. Hanya saja yang penting seluruh badan Ibu harus tersiram air limau tersebut. Selanjutnya untuk memasang penangkal di badan ibu, saya mohon maaf dan keihlasan Ibu, karena saya harus masukkan sesuatu melalui aurat ibu, karena di situlah pangkal soalnya. Di samping itu saya harus mengambil sisa-sisa air mani dari lelaki itu yang kini sudah menyatu dengan darah daging Ibu", katanya.

Aku tidak dapat berkomentar apa-apa lagi sehingga aku hanya mengiyakan saja apa yang dikatakan olehnya. Karena aku sungguh merasa sangat takut sekali akan akibat bersenggama dengan jin itu walaupun pada mulanya hal itu aku mau biarkan saja karena aku merasa telah mendapatkan suatu kenikmatan seksual yang sangat hebat sekali.
"Ada satu hal lagi Pak..", kataku, "Apakah tidak bisa dilakukan segera, jadi tidak menunggu sampai tiga hari", kataku selanjutnya, karena aku khawatir suamiku dua hari lagi akan pulang dan aku tidak mau dia mengetahui masalahku, apalagi dengan cara dimandikan segala.
"Tidak bisa Bu, karena itu termasuk hitungan hari untuk berpuasa", jawabnya.

Bersambung . . . . . .