Sonny amulet - Roman picisan - 6

Begitu celana dalamku terbuka, 'Si Junior' tanpa dikomado langsung bangkit dan berdiri tegak bagaikan seekor kobra yang siap menyengat. Denita menatap kejantananku dengan penuh nafsu.. Nafasnya terdengar memburu. Aku membelai rambut di kepalanya yang sedang menunduk menatap bagian vital-ku. Dengan lembut aku sedikit mendorong kepalanya ke arah bawah berharap Denita melakukan oral padaku. Denita kemudian menggenggam kejantananku dengan penuh perasaan. Sepertinya Denita begitu menikmati menggenggamnya dan kedua tangannya kemudian mengelus-elusnya dengan lembut dari bawah ke atas. Kurasakan pembuluh darah dalam penisku penuh sesak oleh tekanan darah yang secara otomatis 'termobilisasi ke situ'.

Sempat aku merasa nggak 'pd' mengingat Denita pernah berhubungan dengan pria-pria bule yang pastinya memiliki ukurang penis diatas ukuranku yang cuma 14 centi ini. Setelah Denita puas 'memainkan kejantananku' dia kemudian kemudian mencium leherku dan mengeluarkan lidahnya menjilati leherku mulai dari jakun, turun ke dada, ke perut, kemudian kurasakan sesuatu yang hangat dan basah menyentuh penisku.

Denita memainkan lidahnya tepat di ujung kejantananku. Memaksaku untuk mengatur nafas yang kian memburu. Sentuhan-sentuhan sporadis di ujung penisku menghasilkan perasaan geli-ngilu-nikmat yang membuat penisku terkejang-kejang hingga sedikit bergerak-gerak. Kuteruskan belaian tanganku pada rambutnya dan kemudian menggelitik bagian belakang kupingnya. Denita yang sudah gemas dengan sentuhan-sentuhan lidahnya, segera mengulum ' Si Junior ' dengan penuh nafsu. Kurasakan sentuhan lidah, bibir serta langit-langit mulutnya yang hangat dan basah betul-betul membuat urat-urat pada kejantananku berdenyut-denyut.

Denita sepertinya cukup mahir dengan mulutnya. Kadang mulutnya diam dan hanya lidahnya bergerak liar 'mempermainkan penisku dlm mulutnya, kadang lidahnya yang diam dan kepalanya naik-turun 'mengocok' kejantananku. Sebenarnya jarang sekali aku bisa mengalami ejakulasi bila sedang di-oral' seperti ini. Akan tetapi Denita dapat menemukan 'ritme' yang tepat saat memompa kejantananku sehingga akupun mengalami ejakulasi yang pertama.

Kurasakan spermaku tiga kali menyembur memenuhi mulut Denita. Denita pun dengan agresif memberikan reaksi yang menambah kenikmatanku. Saat ejakulasi, Denita makin membenamkan penisku ke dalam mulutnya lalu bersamaan dengan gerakan naik, mulutnya menyedot sperma yang memenuhi mulutnya. Itu dilakukannya berulang-ulang hingga ketika kejantananku 'terlepas' dari pagutan mulutnya, sisa-sisa sperma nyaris bersih dihisapnya.

Denita menatapku dengan tatapan liar penuh hasrat. Dia membersihkan sisa-sisa cairan kejantananku dibibirnya dengan menggunakan tangannya. Ekspresinya persis vampir yang membersihkan sisa-sisa darah korban dari mulutnya. Kemudian dia beranjak duduk di pangkuanku lalu melepaskan kaos yang dikenakannya. Kini tubuh ramping dan pucat itu terlihat tanpa selembar benangpun. Denita memang sudah tidak mengenakan bra sejak tadi. Sepasang payudaranya terlihat lumayan menyolok menghiasi postur tubuhnya yang ramping. Bentuknya benar-benar keras apalagi sudah dalam keadaan terangsang.

Puting payudaranya terlihat mengeras hingga tampak begitu kencang dan kenyal. Akupun merasakan sesuatu yang lembut, basah dan berbulu menindih kemaluanku yang masih terkulai setelah ejakulasi. Aroma tubuhnya yang mulai bermandi peluh begitu menggoda dan merangsang indra penciumanku. Dengan mesra Denita mengalungkan lengannya di pundakku sambil berbisik di telingaku.

"Kamu masih kesal.. Karena tadi aku ngerjain kamu?" suaranya terdengar lirih dengan nafas yang berat.
"Sejujurnya sih.. Masih tuh" kataku balik menggodanya.
"Terus kamu nyesel jalan sama aku malam ini?" katanya sambil mulai menggoyangkan pinggulnya memancing kejantananku agar bangkit lagi.
"Hmm sejujurnya sih.. Nyesel tuh" kataku kembali menantangnya.

Tidak kuduga dalam keadaan begini Denita masih saja melakukan 'mind game-nya'. Tiba-tiba dia melepas rangkulannya dan merapatkan wajahnya ke wajahku sambil berkata..

"Kamu betul-betul nggak sopan!" Denita mengucapkan itu dengan ekspresi serius seakan dia benar-benar marah padaku.
"Memangnya kamu tuh siapa sih? Baru pertama kali nge-date sudah berani kurang ajar ngajak check-in" Denita berkata begitu sambil mengangkat daguku dengan tangannya seperti seorang yang sedang mengancam.

Tatapan matanya terlihat angkuh dan dingin. Awalnya aku sempat sulit menerima perlakuan 'anehnya' itu namun lama-kelamaan aku mulai menikmati 'permainannya'.

"Hei.. Jawab dong kalau lagi ditanya!" katanya dengan nada suara meninggi penuh ancaman.

Ekspresinya terlihat begitu dingin membuatku teringat di kala OSPEK di kampus dulu menghadapi para senior yang suka mengintimidasi. Cuma bedanya sekarang orang yang mengintimidasiku sedang duduk dipangkuanku dengan telanjang sambil menggoyangkan pinggulnya memancing nafsuku. Terus terang aku salut dengan cara Denita yang demikian 'unik' dalam merangsang kejantananku. Ekspresi dan cara bicaranya yang dingin begitu kontradiktif dengan tubuhnya yang terasa begitu 'panas' menggeliat dengan penuh erotisme diatas pangkuanku.

"Kalau aku nggak mau jawab kamu mau apa?" kataku sambil meremas payudaranya. Kedua telapak tanganku terasa begitu 'penuh' ketika menyentuh sepasang 'bukit' indah itu.

Denita Lalu meletakan kedua telapak tangannya diatas telapak tanganku yang sedang meremas payudaranya, kemudian dia menggerakan tangannya menuntun kedua telapak tanganku bergerak-gerak di atas payudaranya. Terdengar dengus nafas Denita semakin memburu ketika dia sedang 'menyentuh' payudaranya sendiri dengan menggunakan tanganku.

"Kalau kamu nggak mau jawab berarti kamu harus turuti semua perintahku," katanya tetap dengan ekspresi dinginnya.

Walau bagitu dengus nafasnya terasa makin keras menerpa wajahku dan tangannya makin liar menuntun tanganku 'menari-nari' diatas dadanya.

"Sekarang apa perintah buatku?" kataku bertanya.

Denita mendekatkan bibirnya ke bibirku seperti hendak menciumku, namun ketika aku bereaksi hendak mengulum bibirnya yang saat itu tinggal berjarak sekitar 1 centimeter saja, dia berhenti lalu perlahan membuka mulutnya. Wangi nafasnya tercium begitu nyata di depan hidungku dan memang Denita dengan sengaja membuka mulut lalu beberapa kali bernafas dengan berat di depan mulutku. Kemudian dia berkata dengan suara yang bercampur desah nafas dan nafsu..

"Perintah pertama buat kamu adalah.. Keluarin dompet kamu, keluarin kondomnya dan cepat dipake soalnya punya kamu sekarang terasa banget sudah tegang lagi!" Denita mengakhiri perkataannya dengan senyuman hangat dan mesra.

Sepertinya dia sudah tidak memerankan peran 'antagonis' tadi karena sudah berhasil 'membangunkan' kembali 'Juniorku'. Aku segera mengambil Durex Minty dari dompetku dengan buru-buru. Denita agak mundur sedikit memberikan ruang buatku 'menyarungkan' kejantananku pada 'karet' itu.

"Buruan atuh" kata Denita tidak sabar kali ini dengan logat sundanya.

Segera setelah 'Si Junior' terbungkus dengan aman, Denita segera mengambil alih 'tongkat estafet.. Ups salah.. 'tongkat kenikmatan' itu. Dituntunnya hingga tepat di bibir kewanitannya yang telah basah oleh cairan kenikmatan yang keluar dari liang senggamanya. Sebelum dia menuntunku melakukan penetrasi, Denita masih sempat memperlihatkan rasa humornya. Dia menggesekan jari tengah dan telunjuknya pada bibir kewanitannya, lalu kedua jari yang sudah basah oleh cairan yang keluar dari 'daerah rahasianya' itu didekatkan ke wajahku hingga hidungku dapat mencium aroma 'klasik' khas kewanitaannya itu. Kemudian dia menghisap jari telunjuknya dengan penuh 'penghayatan' setelah itu dia menyodorkan jari tengahnya itu agar kuhisap pula.

"Cheers.. This is for good luck" demikian katanya saat aku mengulum jari tengahnya.

Denita menggigit bibirnya sendiri dan alis sebelah kirinya terangkat menyaksikan (dan merasakan) jari tengahnya kukulum dengan penuh nafsu. Setelah itu kami berdua berciuman singkat merasakan aroma kewanitaan Denita yang masih menempel di lidah kami berdua. Baru setelah itu dia mengarahkan 'si Junior' hingga ke mulut kewanitaannya, lalu perlahan menurunkan tubuhnya hingga kejantananku 'tertelan' oleh liang kenikmatannya yang demikian hangat, yang makin ke dalam terasa berulir. Selanjutnya dalam waktu sekitar 7-8 menit kedepan kami berdua melakukan intercourse dengan intensitas tinggi dan penuh hasrat.

Tubuh Denita yang ramping terlihat bagai seekor kucing liar menggelinjang diatas pangkuanku. Aku sendiri sangat 'terhibur' dengan sepasang buah dada yang demikian ranum yang senantiasa bergetar penuh vibrasi seiring dengan goyangan tubuh Denita. Denita rupanya punya satu kebiasaan lain yaitu dia hanya mau berhubungan seks dengan posisi tubuhnya diatas. Dia sempat menolak ketika aku memintanya berganti posisi agar aku diatas ataupun posisi 'backseat'. Dia tidak sempat menjelaskan alasannya namun bagiku tidak menjadi masalah berarti karena Denita benar-benar ahli dalam posisinya itu. Selain dia mampu bergerak begitu erotis, dia juga pintar dalam menyesuaikan 'ritmenya dengan denyutan ritme kejantananku sehingga kita berdua mencapai puncak dalam waktu yang tidak jauh berbeda. Denita malah mendahuluiku mengalami orgasme.

Tubuhnya terasa mengejang dan dia memeluku erat sekali dan disaat yang sama, kewanitaannya seperti berdenyut makin kuat dan terasa memijit-mijit batang kelaminku didalamnya. Terlihat sekitar tiga kali gelombang kenikmatan akibat orgasme itu malandanya. Wajahnya yang putih pucat bersemu merah ketika kenikmatan itu dirasakannya. Setelah orgasmenya berlalu wajahnya kembali pucat dan malah makin pucat dibanding sebelumnya. Hebatnya dia tetap tidak mengendurkan gerakan pinggulnya hingga aku mengalami ejakulasi yang kedua kalinya. Kami berdua terdiam cukup lama dengan posisi itu, sama-sama berusaha menormalkan kembali fungsi-fungsi tubuh yang sebelumnya terpacu dalam gelombang kenikmatan itu.

Setelah itu, kami sama-sama menghisap sebatang rokok sambil duduk di sofa dan Denita meletakan kepalanya di dadaku. Kami seperti sepasang kekasih yang saling menyentuh, membelai tanpa mengucap sepatah katapun. Aku mengatakan kalau semua itu hanyalah 'Lust' atau suatu dorongan hasrat seksual yang impulsif dan sesaat tanpa adanya keinginan untuk memiliki atau menguasai dalam jangka panjang. Aku kemudian menambahkan kalau aku berharap bahwa 'Lust' itu akan selalu ada disaat kapanpun kita berjumpa lagi.

"Apa benar kamu tuh.. Mau"

E N D