Terlanjur basah ya sudah - 3

Setelah beberapa saat, ketiganya terdiam menikmati orgasme mereka masing-masing dengan nafas yang terengah-engah.
"Gila.. kamu Nov. Memek kamu kuat sekali kalau menjepit ya..," puji Arya sambil duduk di sisi ranjang di sebelah Mbak Rani.
Nova hanya tersenyum mendengar kata-kata itu.
"Kalo sama punya Mbak Rani, kuatan mana..?" goda Nova sambil mendekati Arya dan melirik sebentar ke arah Mbak Rani.
"Ah.. apa-apan sih kamu, Nov..?" sahut Mbak Rani dengan sedikit malu.
Lalu ketiganya bercanda sambil berpelukan di sisi ranjang.

"Eh.. Kalian masih kuatkan..?" tiba-tiba Mbak Rani memotong pembicaraan mereka sambil menoleh ke arahku.
Lalu ketiganya pun menoleh ke arahku yang masih menahan nafsu akibat melihat persetubuhan yang baru saja kusaksikan tanpa dapat berbuat apa-apa.
"Kalo bareng-bareng, boleh nggak Ran..?" tanya Arya kepada Mbak Rani.
"Usulan menarik itu.." sahut Nova dengan sambil melirik ke arah penisku yang sudah sedikit mengendor.
"Ok.. kita mulai..!" kata Mbak Rani sambil memberi isyarat kepada Nova dan Arya untuk mencari posisi masing-masing.

Aku masih terbengong-bengong sambil bertanya-tanya, apa yang akan mereka perbuat kepadaku. Lalu kulihat, Nova pindah ke samping kiriku. Sementara Arya di tengah, tepat di antara kedua kakiku yang mengangkang karena ikatan tali itu. Sedangkan Mbak Rani berada di samping kananku. Perlahan mereka mengusap-usap bagian tubuhku. Mulai dari dada, perut, paha sampai ujung kaki. Tidak ada lagi kulitku yang lolos dari belaian-belaian tiga pasang tangan itu. Aku hanya dapat mendesah perlahan menikmati belain-belaian itu sambil memejamkan mataku. Hingga akhirnya, kedua putingku terasa basah dan hangat.

Saat kubuka mataku, aku melihat Mbak Rani dan Nova sudah menempelkan bibirnya di kedua putingku. Dan tidak berapa lama, pahaku pun juga terasa basah. Rupanya Arya pun turut menempelkan bibirnya di tubuhku. Kembali aku memejamkan mataku agar dapat menikmati jilatan-jilatan di tubuhku sepenuhnya. Apalagi dengan posisiku yang telentang pasrah dengan kedua tangan dan kaki terikat. Tiba-tiba aku sedikit tersentak dan mengangkat pinggulku ketika jilatan-jilatan itu kurasakan mengumpul di bawah pusarku. Tepat di selangkanganku.
"Aarrghh.. aacchh.. hhoohh.. sstthh..!" eranganku.

Sejenak mataku kubuka kembali untuk melihat ketiga bibir yang tengah mempermainkan batang kemaluanku. Kulihat Mbak Rani dan Nova saling bergantian mengulum penisku. Sedangkan Arya sibuk mengulum dan melumat habis kedua biji telurku. Sesekali kuangkat pinggulku saat Mbak Rani atau Nova mengulum penisku. Mbar Rani ataupun Nova tahu apa yang kulakukan, mereka justru mengimbanginya dengan mempercepat kulumannya. Saat pantatku kuangkat, aku kembali menerima sensasi yang lain. Karena dengan kuangkat pantatku, Arya justru menggelitik lubang anusku dengan ujung lidahnya.

"Mbak.. dilepas aja talinya, Mbak.." pintaku kepada Mbak Rani.
Mbak Rani yang mendengar kata-kataku bergerak naik perlahan sambil terus menjilati sekujur tubuhku. Saat wajah sayunya tepat berada di dadaku, ia mendongak ke atas, sambil tersenyum penuh rasa kemenangan.
"Pleeaasse.. tolloonngg.. mmbb.." aku merajuknya kembali.
Belum selesai kata-kata yang keluar dari bibirku, bibir Mbak Rani sudah menerkam bibirku. Maka kubalas pula lumatan-lumatan bibirnya. Bibir kami saling memagut dan saling memilin. Mbak Rani pun menggeser tubuhnya ke atas tubuhku. Kurasakan dadaku yang tertindih dengan dada Mbak Rani.

Kekenyalan buah dadanya kurasakan lembut dan hangat di dadaku. Lalu ia menggeserkan pinggulnya ke arah Nova. Nova pun paham dengan kelakuan Mbak Rani itu. Ia segera menjulurkan lidahnya ke arah vagina Mbak Rani yang kembali becek itu. Sedangkan bibir Arya menggantikan bibir Nova untuk mengulum batang kemaluanku. Desahan-desahanku dan Mbak Rani pun hanya tertahan dalam pagutan-pagutan bibir kami. Sementara vagina Mbak Rani dijilati oleh Nova, batang kemaluanku pun dikulum rakus oleh Arya. Sesekali aku tersentak kembali saat lidah Arya bergerak turun ke arah anusku.

Tidak berapa lama Nova memberi pelumas di bibir vagina Mbak Rani dengan air liurnya, Mbak rani sudah tidak tahan lagi.
"Udaacchh.. Novv.. masukin aja kontolnya.. uddaacchhss.. nggaakkgg.. aahhaann.. nicchh..!"
Lalu Nova memegang batang kamaluanku dalam genggamannya dan menuntunnya ke arah vagina Mbak Rani. Dan bless.., kurasakan ada sesuatu yang hangat dan basah menyentuh setiap kulit di kemaluanku.

"Ooouucchh.. yyaacchh.. sshhtt.." terdengar erangan Mbak Rani saat penisku mulai memasuki lubang vaginanya.
Kulihat Mbak Rani hanya mendongakkan kepalanya sambil matanya merem melek sambil menggigit bibir bawahnya sendiri. Lalu perlahan dan pasti, ia naik turunkan pinggulnya dengan dibantu kedua tangan Nova yang membantu memeganginya. Aku pun secara refleks segera menaik-turunkan pinggulku.

"Lepasin talinya doong Mbak.." aku mencoba kembali meminta Mbak Rani saat bibir kami terlepas untuk sejenak menarik nafas.
Ketika kedua tangan Mbak Rani menuju ke arah tali yang mengikat, tiba-tiba Arya melarangnya.
"Nggak usah dilepas dulu, Mbak.. Punyaku juga nggak tahann nicchh.."
Aku terkejut mendengar kata-kata Arya itu. Dalam benakku, apa hubungannya tali yang mengikatku dengan 'punya'-nya Arya. Tapi belum sempat aku berpikir lama, kurasakan sesuatu yang kenyal, basah dan hangat menyentuh ujung kemaluanku.

"Yeaacchh.. terruuss.. Jak.. yang kerraass..!" Mbak rani semakin meracau tidak karuan saat batang kemaluanku mengaduk-aduk dinding dalam vagina Mbak Rani.
"Konnttollmuu.. eennaacckk.. Jaakk.."
Aku pun ikut-ikutan mengerang nikmat. Namun, di tengah-tengah kenikmatan yang kurasakan, aku sedikit tersentak dan kurasakan anusku sedikit perih.
"Aauuwww.. ssaakkiitt.. Aarr..!" jeritku ketika kulihat Arya sudah bersimpuh di antara selangkanganku.

Kedua kakinya ia selipkan di bawah pahaku. Sehingga secara otomatis, pinggulku agak terangkat ke atas. Saat itu, sejenak aku melupakan kenikmatan yang kudapat dari Mbak Rani. Saat itu aku hanya merasakan perih di lubang anusku. Saat kulihat tubuh Arya, ia tengah sibuk dan perlahan-lahan bergerak maju mundur. Rupanya pertanyaan yang tadi sempat terlintas dalam benakku, kini terjawab sudah. Ternyata Arya ingin bermain anal dengan anusku. Dan mungkin, dalam pikirannya, jika tali itu dilepas, aku pasti menolaknya. Mbak Rani pun sempat kaget ketika mendengar jeritanku. Sejenak ia menoleh ke belakang, dan hanya tersenyum. Lalu kembali merundukkan tubuhnya dan meyambar bibirku yang terbuka.

Jeritan-jeritanku pun akhirnya tertahan di mulut Mbak Rani. Kepalaku hanya bergoyang-goyang ke kanan dan ke kiri mendapat perlakuan seperti itu. Antara kenikmatan dari batang penisku yang dicengkeram kuat oleh dinding vagina Mbak Rani dan rasa perih akibat permainan anal dari Arya. Lama-lama kelamaan rasa perih itu berangsur-angsur berkurang, berbaur dengan rasa nikmat yang menjalar ke seluruh sendi tubuhku. Sedangkan Nova yang sedari tadi hanya membantu pinggul Mbak Rani saat bergerak naik turun, mulai ikut aktif dalam permaianan itu.

Nova segera mendaratkan ciumannya di bibir Arya. Lalu tangan kanannya pindah ke arah pangkal pahanya dan mulai mengocok-kocok vaginanya sendiri. Namun ternyata, Nova kurang puas dengan posisi seperti itu. Akhirnya Nova pun melepaskan ciumannya dan menarik tubuh Mbak Rani yang sudah tengkurap menindih tubuhku. Lalu langsung menyambar bibir Mbak Rani, sementara tangan kanannya tidak ia lepaskan dari vaginanya sendiri. Dengan tangan kanannya, Mbak Rani memeluk pinggang Nova. Nova pun menggeser tubuhnya agar bisa enjoy menikmati ciuman Mbak Rani.

"Novv.. memeecckk.. muu.. ssiinn.. nii Noovv.." aku nekat meminta vagina Nova untuk kujilati meski dengan kata-kata terputus menikmati permainan sehebat itu.
Lalu Nova menggeser pantatnya ke arah wajahku. Dan dalam kedua kaki Nova pun menyilang tepat di atas wajahku. Dan untuk pertama kalinya, aku menjilat-jilat vagina seorang perempuan. Agak asin dan licin saat cairan di bibir vagina Nova menempel di bibirku. Namun tidak berapa lama, aku langsung memiringkan wajahku dan menjerit keras saat kurasakan spermaku hendak muntah dari ujung penisku.

"Yyaanngghh.. kerraass.. Mbaackk.. aackkuu.. mmauu.. kelluuaarrgghh.." dan saat itulah kuangkat pinggulku dengan keras hingga pantat Mbak Rani yang berada di atas pinggulku juga turut terangkat.
Hingga akhirnya, spermaku pun keluar ke dalam vagina Mbak Rani. Sedangkan Mbak Rani ikut mengimbangi gerakanku. Sejenak mereka bertiga diam dalam posisi masing-masing. Penis Arya yang sedang berada di dalam anusku pun kurasakan ikut berhenti sambil meremas-remas pantatku. Mbak Rani pun turut berhenti, meski tanpa melepaskan bibirnya dari bibr Nova. Sedangkan Nova kembali menggesek-gesekkan tangannya di vaginannya sendiri. Rupanya mereka bertiga memberi kesempatan kepadaku untuk menikmati klimaksnya sebuah orgasme.

Namun tidak berapa lama, kulihat Arya segera mengocok kemaluannya dengan frekuensi lebih cepat. Begitu juga dengan Mbak Rani yang semakin mempercepat gerakan naik turunnya pinggangnya. Mungkin khawatir, jika penisku mulai mengendur.
Hingga akhirnya, "Acckkuu.. keelluaarr.. Jaacckk.."
Kurasakan cairan keluar dari vagina Mbak Rani meleleh dan memberikan efek hangat di batang kemaluanku yang masih tersimpan di dalam vagina Mbak Rani.

Mbak Rani lalu melepaskan jepitan vaginanya, kemudian mendekatkan bibirnya ke arah batang kemaluanku. Penisku pun dilumat habis dalam mulut Mbak Rani. Seiring itu pula, Arya kulihat semakin mengejang dengan nafas agak tertahan. Dan saat ia benamkan seluruh batang kemaluannya dalam anusku, saat itulah kurasakan ada cairan hangat menyentuh dinding-dinding anusku. Arya pun mendapatkan puncak orgasmenya. Arya pun mencabut penisnya dari anusku, dan kemudian ikut menjilat-jilat batang kemaluanku, meski kurasakan batang penisku sudah mulai mengendur. Sedangkan Nova masih saja berkutat dengan jari-jari tangannya yang sibuk mengocok vaginanya sendiri.

"Mbak Rani, Arya.., tolongin akuu.. dong.." sambil melentangkan tubuhnya di sampingku dan membuka kedua kakinya.
Bibirnya pun diarahkan ke mulutku. Aku pun membalas ciuman bibir Nova. Sementara itu, Mbak Rani dan Arya sibuk menjilat-jilat vagina Nova. Setelah beberapa saat, Nova melepaskan ciumannya, dan, "Aaarrccgghh.." Nova mengerang saat mencapai orgasmenya. Ia tersenyum puas ke arahku dan memberikan seulas senyum manis kepadaku.
"Gimana sayang..?" tanyanya menggodaku.
"Tadi malam, diajak single nggak mau.." sahut Mbak Rani yang menggeser tubuhnya naik sambil melepaskan tali di kedua tanganku.
Arya pun juga sudah melepaskan ikatan tali di kedua kakiku, lalu menyusul naik ke atas.
"Punya kamu masih sempit, Jak. Masih perawan ya..?" kata Arya sambil bergeser mendekatkan tubuhnya ke tubuhku.

Kini posisi kami berempat saling berhimpitan di atas sebuah ranjang, saling memeluk dan menyilangkan kaki. Aku hanya geleng-geleng kepala dengan peristiwa yang baru saja kualami.
"Kenapa sayang..?" tanya Mbak Rani melihat gelengan kepalaku.
Aku tersenyum mendengar pertanyaan itu. Mbak Rani, Nova dan Arya pun ikut tersenyum melihat tingkahku. Hingga akhirnya kami terlelap dalam tidur dengan masing-masing masih telanjang.

Itulah pengalaman pertamaku melakukan hubungan sex. Pengalaman yang hanya sekali itu kualami. Karena beberapa minggu setelah peristiwa itu, Arya pulang ke daerah asalnya di luar Jawa, karena kuliahnya sudah selesai. Sedangkan Nova, telah menikah. Meskipun katanya masih tinggal di kota ini, tapi aku tidak mendapatkan alamatnya yang jelas. Itu kuketahui saat aku kembali bertandang ke rumah Mbak Rani beberapa minggu kemudian. Sehingga, saat itu aku hanya bercinta dengan Mbak Rani. Single fighter, kata Mbak Rani.

Memang peristiwa itu hanya berlangsung beberapa saat, namun peristiwa itu pula yang telah merenggut keperjakaanku sekaligus 'keperawananku'. Hingga saat ini pun, terkadang aku masih ingin mengulangi pengalaman pertamaku itu. Meski sebenarnya, aku yakin jika suatu saat nanti, aku dapat mengulanginya kembali. Namun, hanya setumpuk pertanyaan yang ada di dalam benakku saat ingin kembali mengulanginya. Kapan, dimana dan dengan siapa?

TAMAT