The other side of horizon - 1

Bangkok, Minggu Juli 2001

Bus antar kota nomer 38-08 yang kutumpangi baru saja memasuki terminal bus Ekkamai-Tai, jam sudah menunjukan pukul 11.30 siang. Segera saja kugegaskan kaki melangkah ke tangga stasiun BTS Skytrain di Ekkamai. Segera kuisi ulang tiket berlangganan skytrain ku dengan nilai 200 Baht karena di dalam kartu hanya tersisa 30 Baht saja yang merupakan deposit dasar penyewaan kartu.

Tidak berapa lama Skytrain dari arah On Nut datang dan berhenti di hadapan ku. Segera kulangkahkan kaki masuk ke dalam setelah penumpang dari dalam kereta turun. Tidak berapa lama handphone Siemens M35 ku berbunyi, ternyata telepon dari teman wanita yang mengabarkan dia akan tiba agak terlambat karena kesiangan bangun. Aku jadi agak tenang dan tidak terlalu khawatir terburu-buru. Akhirnya setelah kereta tiba di BTS Skytrain Phromphong aku turun dan keluar dari pintu elektronis stasiun dan jalan ke dalam Emporium Mall sejenak untuk sekedar ke toilet dan istirahat sejenak duduk-duduk di bangku.

Tiga puluh menit kemudian aku keluar menunggu Khun Sarunya kawan ku di depan pintu keluar BTS Station. Lalu datanglah seorang gadis Thai mungil imut berkulit putih mulus dengan baju you can see warna hitam dan bercelana jeans biru dengan syal sweater yang di lilitkan di pinggang. Lalu ia berjalan ke arahku dan menyapaku.

"Hi are you Dewa?"
"Yes I am" sahutku dengan bahasa Inggris.

Pada masa itu aku belum terlalu fasih berbahasa Thai walaupun sudah bisa menyebutkan Bangkok dengan sebutan Khruengthaep yang merupakan sebutan khas orang Thai untuk kota Bangkok, karena umumnya orang-orang Thai tidak suka menyebut Bangkok dengan nama Bangkok yang di anggap terlalu kebarat-baratan.

Lalu kita berdua berjalan masuk ke dalam mall sambil berbincang-bincang banyak hal seperti sudah kawan akrab padahal baru saja kopi darat beberapa waktu yang lalu. Lantas kita sepakat untuk makan di salah satu restoran Italia dekat situ. Akhirnya kita kembali keluar ke arah BTS Skytrain untk menyebrangi jalan raya Sukhumvit karena restoran Italia yang di maksudkan terletak di seberang jalan.

Sepulang dari sana kita jalan-jalan sebentar di sepanjang Sukhumvit dan kembali ke BTS Phrompong. Dari sana acara di lanjutkan dengan pergi nonton di Bioskop EGV Gold Siam Discovery Mall. Pada waktu itu kita memilih untuk menonton film Suriyothai edisi full yang durasinya 3.5 jam bukan yang 90 menit seperti yang telah di edit ulang oleh salah satu sutradara asing. Karena pada waktu itu film yang bersangkutan baru saja di grand launch oleh Ratu Sirikit dan belum masuk di peredaran film asing.

Di dalam bioskop mata tertuju ke dalam pertunjukan film, tapi tanganku diam-diam berjalan-jalan dan bermain di jemari tangannya. Namun ia hanya diam saja. Ketika tanganku memegang jemari mungilnya dan mengenggam mesra ia hanya memasrahkan jemari ku memasuki jemari nya dan saling bergenggaman mesra, aku menoleh ke arahnya sambil tersenyum dan ia pun balas melihatku dengan tersenyum mesra.


Pertengahan Maret 2003, Kamar 58 NS Tower Condominium, Bangna-Bangkok

Nafasku terus memburu, jantung ku berdebar keras memacu bagaikan seorang atlit lari marathon, sementara di atas ku seorang gadis cantik berambut panjang berkulit putih mulus bak pualam dengan badan sexy terengah-engah memacu tubuhnya dengan goyangan-goyangan yang liar dan erotis naik turun serta memutar-mutar membuat batangan ku harus bekerja keras sebisa mungkin menahan rasa nikmat yang semakin menjadi-jadi.

Matanya yang agak sipit terpejam seolah sangat menghayati persetubuhan yang sedang terjadi sementara kulit putih mulus nya berkilauan oleh keringat dan bias dari cahaya lampu neon di kamar ku. Setelah kurang lebih selama hampir 20 menit aku mati-matian bertahan, mengatur nafas dan mencoba merangsang dirinya habis-habisan dengan segala rabaan ciuman, kuluman bibir dan lidah, akhirnya ketika goyangannya berhenti mendadak dan kurasakan denyutan-denyutan hangat dan kuat di sekujur batang kelamin ku, maka pertahanan ku pun bobol tidak dapat di tahan lagi, akupun mengerang keras sembari kedua tangan ku mencengkram erat pinggangnya seolah takut ia akan bangkit mencabut posisi duduknya di atas selangkanganku.

Ia sendiri melenguh panjang sementara jemari nya yang panjang dan kukunya yang tajam mencengkram erat dada ku, menancap di daging dada ku hingga terasa pedih namun nikmat. Bobolnya benteng pertahananku di sertai oleh denyutan keras dari batang kemaluanku menyemburkan cairan hangat kehidupan berkali-kali secara keras ke dalam kelaminnya.

Sesaat kemudian ia merebahkan tubuhnya di atas tubuhku sementara nafasnya masih terengah-engah naik turun. Dada dan payudaranya yang empuk dan hangat menekan dadaku yang bidang. Ia mencium ku lidahnya menjulur ke dalam memaksa ku untuk membuka mulut dan membiarkan lidahnya bermain dan bertautan dengan lidahku memaksa ku melakukan permainan penutup setelah usai bertempur habis-habisan di ranjang ku.

Kuulurkan tanganku membelai-belai dengan lembut rambutnya yang panjang terurai, sambil menghayati sisa-sisa gelombang kenikmatan yang masih menjalari sekujur tubuhku dan kelaminku. Usai melakukan deep french kiss ia membisikan ke telingaku "Khob kun na kha, chan di cai" sebagai tanda terima kasihnya atas kepuasan yang baru ia alami. Sementara akupun membalasnya dengan tatapan hangat mesra dan senyuman tulus. Kamipun akhirnya tertidur lelap dengan tubuh yang masih saling bertautan sementara sayup-sayup deru kendaraan di jalan tol express way Bangna Trad sudah lama menghilang pertanda malam semakin larut menjelang subuh.

Pagi harinya kami terbangun oleh bising suara ojek yang berlalu lalang di gang sempit sisi samping condominium ku. Bergegas kami bangun dan pergi mandi berdua di bawah siraman air hangat yang mengucur di shower ku. Kami saling menyabuni tubuh dengan menggunakan sabun cair aroma therapy dan saling menggosokan cairan sabun tersebut di bagian-bagian lembut dan sensitif lawan membuat kami berdua mengeliat dan tersenyum hingga akhirnya berciuman mesra. Suasana yang romantis kembali membangkitkan gelora birahi membuat kami berdua tidak tahan dan melakukan quick sex di dalam kamar mandi dan sekali lagi aku menyemburkan cairan kejantanan ku di dalam kelaminnya masuk ke dalam rahimnya. Setelah usai bercinta kami saling membasuh diri dengan air hangat dari shower dan bergegas mengeringkan tubuh dengan handuk.

Turun dari lift kami kembali berciuman mesra sebelum berpisah masuk ke dalam kendaraan masing-masing. Aku masuk ke dalam Mercedes Benz 350 SL model lama, sementara ia masuk ke dalam Mercedes Benz C220 terbaru yang di parkir persis di samping parkiran mobil ku sejak semalam ketika ia mengantarkan diri ku pulang sehabis kami berdua menghabiskan makan malam di restoran yang berada di dalam gedung hotel Banyan Tree Bangkok. Kupersilakan Khun Anchelly pergi mengeluarkan kendaraannya terlebih dahulu setelah sebelumnya ia melambaikan tangannya melalui jendela mobil.

Segera setelah iring-iringan mobil kami berpisah, ia memutar-balik di putaran layang u-turn sementara aku memacu terus mercedes milik ku masuk ke jalur cepat Bangna Trad terus ke arah timur menuju ke arah pintu masuk Express Way Bangna Trad Pattaya Chonburi yang berada di daerah Lat Krabang.


The Beginning, Awal October 2002

Di hari perayaan tahun baru Korea (Lunar Day) yang di adakan di salah satu restoran chinese di hotel yang terletak di antara jalan Rama IX dengan jalan Ratchadaphisek terjadi kehebohan di kalangan owner perusahaan dengan president group karena ketidakhadiran seseorang yang semestinya datang. Kehebohan timbul karena tidak ada satupun perwakilan dari orang Indonesia yang hadir di sana. Beberapa kali Mr Jones sang president group menelefon ke dua nomer milik Mr Dewa yang di anggap paling loyal sekaligus paling patuh kepada sang Chairman namun tidak di angkat-angkat.

Kurang lebih dalam radius sepuluh kilometer dari lokasi tersebut tepatnya di restoran Oishi yang terletak di lokasi Sathorn-Silom terjadi ketegangan suasana. Mr Dewa yang tidak lain dan tidak bukan adalah diriku sedang terdiam tidak berkata-kata sementara di hadapannya Khun Sarunya, wanita yang telah lama di kenalnya sejak pertama kali menginjakkan kaki di Thailand hanya diam mematung dengan mata berkaca-kaca.

Aku tidak percaya dengan kata-kata yang baru saja di ucapkannya beberapa saat yang lalu. Apa yang baru saja terjadi terasa bagaikan sambaran petir di siang bolong. Rencana ku untuk mengutarakan isi hatiku di dalam suasana dinner yang semestinya romantis apalagi di tingkahi oleh hujan rintik-rintik di sore hari mendadak sontak terasa begitu gerah dan memuakkan. Rasanya hampir tidak dapat ku percaya wanita yang telah begitu lama baik dan penuh perhatian kepada ku mampu setega itu mempermainkan perasaan ku.

Aku sama sekali tidak percaya ketika ia mengatakan akan menikah dengan pacarnya yang sudah lama sekolah di Amerika, bahwa kepulangan kekasihnya kembali ke Bangkok adalah untuk melamar dirinya. Namun Sarunya tidak menerima tuduhan ku telah mempermainkan perasaan ku, ia malah balik berkata sejak pertama kali berkenalan ia hanya bermaksud berteman saja dan tidak pernah ada keinginan darinya untuk menjadi kekasihku. Ketika aku balik menuding ia berbohong dengan tidak memberitahukan bahwa telah memiliki pacar ia malah berkata bahwa bukan urusan ku untuk tahu ia memiliki pacar atau tidak, lagipula menurutnya aku sama sekali tidak menanyakan apakah ia memiliki pacar atau tidak.

Akhirnya hidangan buffet yang baru saja satu piring ku santap aku hentikan dan kita berdua pulang tanpa kata-kata, kubiarkan Sarunya pulang mencegat taksi di tengah rintik hujan sore hari sementara aku melangkah gontai ke lantai parkiran dan mengambil mobil ku. Suasana bertambah memilukan bagi diriku ketika saat aku mengemudikan mobil di tengah rintik hujan lagu yang terdengar dari sound system mobil ku adalah lagu "Tears on the Rain". Rasanya seperti tamparan di sertai lemparan kotoran ke wajahku, membuat luka di hati semakin menjadi-jadi.

Malam minggu itu aku singgah ke salah satu panti pijat terkemuka di Bangkok yang terletak tidak jauh dari lokasi dinner acara Tahun Baru Korea yang sedang berlangsung hingga larut malam. Aku langsung naik ke lantai tiga tempat para model freelancer berada, kupilih yang paling cantik dan ku booking untuk tiga jam. Selama tiga jam kulampiaskan segala kebencian dan sakit hatiku kepada wanita, untung wanita malang itu mampu bertahan dari kegilaan nafsu birahi ku yang merupakan perwujudan kebencian terhadap wanita yang telah menyakiti hatiku, kalau tidak mungkin ia bisa mati karena selama tiga jam ku setubuhi secara gila-gilaan dan brutal seperti harimau yang sedang terluka.

Setelah itu kulemparkan sejumlah uang ketubuh bugilnya plus tips dalam jumlah yang sangat besar. Kubelai rambutnya dan minta maaf karena baru saja menyakiti fisik dan harga dirinya sebagai wanita, ia menangis terisak-isak bukan karena rasa sakit tapi lebih karena derita akibat pemerkosaan brutal (ya pemerkosaan bukan lagi sekedar persetubuhan seperti umumnya di tempat pelacuran) yang kulakukan, tapi aku tidak peduli, sama sekali tidak peduli, aku benci wanita benar-benar benci ingin rasanya aku bunuh dan bantai semua wanita di dunia ini.

Sepulang dari sana aku melanjutkan perjalanan dan singgah ke salah satu pub yang terletak di lokasi Sukhumvit-Ekkamai dan minum sampai mabok dengan di temani oleh dua orang wanita cantik sekaligus hingga akhirnya aku tertidur di pub dan baru pulang pukul empat pagi setelah lama di tunggui oleh kedua wanita malam itu beserta bodyguard pub yang dengan sangat tabah menemani ku tertidur hingga pagi, setelah membayar uang beserta tip kepada para hostess dan bodyguard pub, aku masuk ke dalam mobil dan menyetir hingga ke pompa bensin terdekat yang memiliki fasilitas parkiran dan tempat istirahat kemudian tertidur hingga hari Minggu pagi jam 10.30 saat mentari mulai bersinar terik.


Bersambung . . . .