Surat cinta anak SMA - 1

Cerita ini saya persembahkan untuk saudara F di Lampung, terima kasih untuk mengirimkan ide cerita. Saudara F mengirim kisah nyatanya setelah membaca cerita fiksi saya yang berjudul "Casting Film". Tentu saja dengan senang hati saya memenuhi permintaannya.

Penyajian cerita ini saya buat berbeda dengan cerita yang sering dimuat di situs ini. Mohon dimaklumi untuk membaca secara perlahan, karena kesalahan akan alur cerita dan penokohan bisa terjadi akibat beberapa kata terlewatkan.

Prolog:

Dina membiarkan angin menyibak rambutnya. Matanya terpejam mendengar semua kata-kata Dewa. Kantung matanya mulai berat terisi air mata yang mendesak ingin keluar. Di antara mimpi yang ingin digapai dan kenyataan di hidupnya, mengalun harap agar tidak sekarang jawaban itu keluar.

"Aku tidak mencintaimu Wa! Ada yang lain di hatiku..!" kata Dina.
"Aku akan mencintaimu seumur hidupku!" bujuk Dewa sambil menciumi tangan gadis di depannya.
"Kau memang bodoh," lirih Dina berkata.
"Semuanya jadi bodoh ketika jatuh cinta," bibirnya beralih ke atas, dipagut lembut bibir Dina.
Tidak ada jawaban yang keluar dari bibir Dina, hanya gerak bibirnya membalas pagutan seakan anggukan bagi permintaan Dewa untuk melupakan suami dan cintanya.

BAGIAN I
Sebuah Penderitaan Yang Tak Bertepi

1990,
Kalianda, (Masa-masa SMA)

Semilir angin menyapu wajahnya ketika dia duduk di pinggir danau sambil membaca surat yang terselip di tasnya tadi siang. Dibaca berkali-kali kalimat yang tertera di situ:

AKU CINTA KAMU..! Temui aku di pinggir danau sepulang sekolah.

Chopin

"Akhirnya kamu berani juga Ryan! Telah lama aku menunggu kata-kata cinta darimu. Tadi begitu pelajaran selesai, aku segera berlari ke danau ini secepat mungkin," gumannya lirih. Chopin adalah nama panggilannya untuk Ryan.

Dina dengan sabar menunggu bayangan Ryan datang dan membisikkan kalimat yang sama dengan surat yang dipegangnya. Dia terus menunggu sampai akhirnya malam menyelimuti senja. Tak ada tawa yang diharapkannya, hanya tetesan air mata jatuh di pipi mengiringi langkahnya pulang ke rumah.
"Ryan, apa maksud dari semua ini?" lirih Dina berkata.
"Mengapa kamu mempermainkan aku?"
Sepasang mata yang mengawasi gerak Dina dari tadi lalu menerawang memandang bintang yang mulai muncul di langit. Dari mulutnya terucap, "Dina maafkan aku..!"

1995,
Bandung, (Dua minggu menjelang pernikahan)

"Belok kirii..!"
Dewa pun membelokkan stang motornya menyibak genangan air di jalan mengikuti petunjuk temannya.
"Emang kapan?" teriak Dewa agar suaranya terdengar.
"2 minggu lagi."
"Jauh amat nyetak undangannya?"
"Muraahh..!"

Tangan Dina erat memeluk pinggang Dewa saat motor mereka menelusuri jalan sempit itu, lalu menepuk-nepuk pundaknya sesaat sebelum mereka melintas di depan sebuah percetakan.
"Makasih Wa. Aku nanti dijemput Toni."
Dilambaikan tangannya saat Dewa memutar motor dan kemudian melaju kencang meninggalkan dirinya. "Anjing, goblok! Akhirnya mau juga dinikahi Toni," maki Dewa sambil terus memacu motornya.

Jakarta, di hari yang sama

Ryan terlentang di atas peraduan tanpa selembar benang pun menutup tubuhnya.
"Kamu diam saja!" wanita di depannya berkata.
Disibakkan roknya ke atas, diturunkan celana dalamnya.
"Ingat ini yang ketiga kali."
Lalu dia berjongkok di atas kemaluan Ryan dan mulai menurunkan pinggulnya. Pelan-pelan Ryan merasakan batang kemaluannya menerobos masuk ke dalam bibir kemaluan wanita itu.
"Bidadariku Dina.. Kau sungguh cantik," lirih Ryan berkata.
"Terserah kau mau anggap aku bidadari, yang penting kamu bayar aku tiga kali lipat," kata sang wanita tetap menaik-turunkan pinggulnya.
Batang kemaluan Ryan keluar masuk menyapu dinding lubang kemaluan, kegusaran hatinya tenggelam dalam lenguhan nikmat menahan remasan di batang kemaluannya.

Cinta sering membawa manusia dalam penderitaan yang tak bertepi. Menorehkan luka yang sangat dalam tak terobati. Memang cinta tak selalu memiliki, tapi adakah insan manusia yang sanggup menghadapi kenyataan saat dia kehilangan cintanya. Ryan merasakan desakan di dalam batang kemaluannya. Sekujur batang kemaluannya seperti dihisap-hisap. Ini yang ketiga kali dia akan merasakan orgasme malam itu. "Akhh..!" katanya saat menyemburkan air maninya ke dalam rongga lubang kemaluan wanita di atasnya. Diciumnya bibir sang wanita, lirih dia berkata,
"Aku cinta kamu.. wahai bidadariku..!"
"Kau pria terbodoh yang pernah kutemui," sahut sang wanita sambil mencabut batang kemaluan Ryan dari dalam lubang kemaluannya.

Bandung, (Seminggu Menjelang Pernikahan)

"Uuhh..! Susah sekali membukanya," Dewa mencongkel daun jendela di depannya. Mengendap dalam keremangan ruang yang telah dimasukinya dia berjalan sambil meraba. "Semoga ini kamar yang tepat." Matanya menatap geliat sebuah tubuh telanjang dengan selimut yang tersibak sedang terbaring. Dewa menyunggingkan bibirnya senang. Didekati tubuh tersebut, digigit lembut daun telinganya sambil berbisik, "Aku benar-benar mencintaimu." Dicium lembut bibir si gadis, tangannya menyusup di antara selimut yang sedikit menutupi. Dicarinya payudara si gadis, diraba dan diremas. Si gadis hanya melenguh pendek lalu diam lagi. Dipagut bibir tipis si gadis, tangannya memainkan payudaranya sambil sesekali memilin putingnya. Si gadis lalu mendesah dan terjaga,
"Dewa.."
"Ssshh.. nikmati saja," bisik Dewa di telinga si gadis.
Dewa lalu membuka resleting celana dan mengeluarkan batang kemaluannya. Direntangkan paha si gadis dan menempelkan kepala batang kemaluannya di bibir kemaluannya. Si gadis melenguh kecil dan menarik pinggulnya. Dewa membenamkan hidungnya di rambut si gadis, menciumi aroma segarnya, menaik-turunkan tangannya, menggesekkan batang kemaluan di bibir lubang kemaluan sang gadis. Telapak tangan satunya meremas dan memijat payudara si gadis, membuat si gadis terengah-engah dalam kenikmatan yang diberikannya.

Dewa mendesis dan tertawa sinis melihat si gadis menyukai perbuatannya. Dewa lebih bahagia saat si gadis menjerit kecil ketika ujung batang kemaluannya menusuk lubang kemaluannya. Dewa merasakan kegundahan tubuh di depannya di antara harga diri atau perasaan nikmat yang ada. Si gadis berusaha mendorong tubuh di atasnya. Dewa menangkap kedua pergelangan tangan si gadis dengan kedua tangannya. "Ssshhtt.. Aku cinta kamu..!" bisik Dewa lalu mencium bibir si gadis. Tak lama tangan sang gadis melemas, dan membalas ciuman dan balik melumat bibirnya. Digerakkan terus pinggulnya. Batang kemaluannya keluar-masuk di bibir kemaluan teman dekatnya itu. Dewa berhenti setelah memancarkan spermanya dalam rongga lubang kemaluan si gadis. Dilihat jam sudah menunjukkan pukul empat pagi. "Anggap saja itu hadiah perkawinanmu," bisiknya. Dewa bangkit dari tempat tidur, mengambil bajunya, mengenakannya, dan mengecup bibir Dina dari pinggir tempat tidur sebelum melangkah menuju jendela. "Aku cinta padamu! Kau saja yang tak pernah mengerti..!" meloncat dia dari jendela lalu bayangannya menghilang di kegelapan malam.

Jakarta, di hari yang sama

"Tapi dia tak mencintaiku," cairan sperma masih melekat di ujung batang kemaluannya.
Di sebelahnya sang wanita menjepitkan tangan Ryan di antara pangkal pahanya.
"Jika memang dia mencintaiku, pastilah ada sebuah jawaban mengapa dia tak menemuiku," ditatap wanita yang sangat mirip dengan gadis yang dicintainya sambil menghisap rokoknya dalam-dalam.
"Cinta tidaklah seindah yang orang bilang. Jika begitu, kenapa aku merasakan sesak tenggelam di lautannya," dimatikan rokoknya lalu dia mengusap rambut sang wanita.
"Tubuh hampa tak berjiwa, dan kurasa gunung menekan di atasku dan kerikil tajam di kakiku, sedangkan dia.. kudengar dia akan menikah," keluhnya lagi.
"Hai bidadariku! Kenapa kau diam saja?" tanya Ryan sambil mencium sekilas dagu sang wanita.
"Entahlah Yan! Aku ngantuk," jawabnya.
Lalu Ryan mencium bibir sang wanita, dan mengusap lubang kemaluannya. Mereka bercinta sekali lagi malam itu.

Bandung, (Malam Pertama di Hari Pernikahan)

Dina merintih pelan ketika bibir Toni menyentuh dan menghisap lembut bibir lubang kemaluannya, badannya menggelinjang di atas kasur yang mulai basah oleh keringat. Toni memainkan jemari di atas payudaranya, membelainya, meremasnya, dan sesekali memilin puting susunya. Erangan dan keluhan keluar dari bibir Dina ketika lidah itu memasuki dan membelai dinding-dinding lubang kemaluannya. Tangannya terangkat dan meremas rambut Toni.

Toni menaikkan badannya, memegang batang kemaluan dengan tangan kanannya, menyentuhkan ujung batang kemaluannya menyibak bibir lubang kemaluan memburu kehangatannya. Dina menjerit lirih ketika ujung batang kemaluan Toni menusuk dan berusaha membuka jepitan liang kemaluannya. Erang kesakitan keluar dari bibir Dina saat batang kemaluan Toni berhasil menerobos, mengisi liang kemaluannya. Toni memejamkan matanya menikmati remasan di batang kemaluan, menggerakkan pinggulnya semakin cepat.

Toni tanpa henti menelusupkan batang kemaluannya dalam jepitan lubang kemaluan Dina, sampai dirasanya otot pinggulnya mengeras dan nikmat yang luar biasa diseluruh syaraf tubuhnya. Mata Toni terpejam, mulutnya mengeluarkan desahan penuh kenikmatan. Disemprotkannya sperma di dalam lubang kemaluan Dina. Dina merasakan semburan cairan hangat di lubang kemaluannya. Tak lama terasa beban yang menindih dada saat Toni merebahkan kepalanya di permukaan kulit payudaranya. Sambil merasakan detak jantung Dina di telinga, Toni berkata,
"Kapan Na?"
"Aku tidak mengerti Ton..!"
"Pertama kali kau menghilangkannya?"
"Apa maksudmu?"
"Perawanmu?"

Dina terhenyak mengetahui maksud suaminya. Setelah semua keindahan yang baru saja mereka lalui di malam pertama. Mengapa hal itu masih dipertanyakan. Tak terasa, air mata menetes di pipinya. Dia merasa Toni hanya menginginkan kegadisannya lebih daripada dirinya.

"Seminggu yang lalu Ton," lirih Dina menjawab.
"Siapa?" terdengar suara Toni menahan emosi.
"Sama Dewa," air mata Dina mulai deras mengalir.
"Sudah kuduga," sambil berkata Toni berdiri.
"Kau duga? tapi Ton.. Aku.." tak sempat Dina menyelesaikan perkataannya.
Toni memegang tangan Dina dengan kasar dan menarik gadis itu berdiri, Dina melihat tatapan penuh kebencian bercampur dengan air mata di pelupuk mata suaminya. Toni membalikkan tubuh Dina, menjambak rambut gadis itu, menekan punggungnya sampai setengah telungkup di atas kasur.Toni meletakkan tangannya di atas payudara Dina, meremas kasar dan menancapkan kukunya di situ. Dina merasakan kepiluan dalam dirinya, inikah konsekuensi yang harus diterimanya sebagai istri jika tidak menyerahkan kegadisan pada suami?

"Dasar pembohong. Tampangmu saja lugu..!" kata Toni mengingat sangkalan Dina saat ditanya apakah dia mencintai Dewa. "Katanya kamu mau diinginin hanya dengan suamimu." Toni terus memaki sambil tetap menjambak rambut Dina. Toni menyusupkan jemarinya ke atas lubang kemaluan Dina, meremas dan menggesek, membuat Dina meringis menahan rasa sakitnya. Dina lalu menjerit kesakitan saat jemari itu menusuk dan mengoyak kemaluannya dengan lebih keras berkali-kali.

Toni mengeluarkan kejantanannya. Tangan kanannya menggenggam batang kemaluannya, dihujamkan batang kemaluannya sekuat tenaga ke liang kemaluan Dina. Dina membenamkan mulutnya ke kasur, menjerit sekuatnya, lubang kemaluannya seakan ditusuk oleh pisau tajam yang merobek otot-otot kemaluannya. Toni mengerang merasakan kesempitan liang kemaluan Dina, dan mendesis saat menggerakkan pinggulnya dengan kasar. Dina merasakan kenyerian yang amat sangat, air matanya membanjiri kasur, gadis itu mencengkram sprei kasur sekuat tenaga. Sedangkan Toni menggerakkan pinggulnya semakin cepat.

"Aku tahu kau memang mencintainya..!"
"Mencintai?" tanya Dina dalam hati.
Pilu mengiris hatinya menerima perlakuan dan perkataan Toni.
Toni mengerang dan menekan batang kemaluannya dalam-dalam ke rongga lubang kemaluan Dina. Toni orgasme. Dia menekan pantatnya agak lama di sana, merasakan jepitan otot lubang kemaluan Dina saat dia menyemburkan spermanya.
"Aku harap kau tidak bertemu dia lagi..!" sambil berkata dipukul kepalan tangannya ke belakang kepala Dina. Setelah itu Toni menarik keluar batang kemaluannya dan pergi tidur. Dina menangis semalaman dalam sakit dan pedih di hatinya.

Bersambung .....