Lain-lain
Thursday, 20 May 2010
Ambisi Wijaya - 10
Akhirnya perang pun dimulai. Seratus ribu tentara dipimpin oleh Raja Wijaya sendiri berperang dengan gagahnya, namun banyak yang terbunuh karena tentara Mongol sangat ganas dan kuat. Raja Wijaya langsung kabur ke dalam hutan setelah semua tentaranya tercerai belai. Meng Chi langsung memimpin seluruh tentaranya untuk menyerang ke dalam hutan. Karena tentara Wijaya tersisa sedikit maka dalam sekejap mereka semua menghilang didalam hutan. Pasukan Meng Chi semua masuk hingga ke tengah hutan dan tersesat. Tiba-tiba terdengar suara ledakan. Ternyata bubuk meriam yang dibawa Meng Chi dibakar. Seluruh hutan terbakar dan pasukan Mongol kocar-kacir. Meng Chi terpaksa harus masuk ke bagian hutan lebih dalam lagi.
Dimalam yang gelap gulita ratusan anak panah beracun dilepaskan oleh tentara Majapahit dan membunuh ratusan tentara Mongol. Mereka tidak bisa berbuat apa-apa, semakin mereka tercerai berai didalam hutan, semakin parah kerusakan dalam tentara yang mereka alami. Banyak tentara yang mati terkena ranjau seperti bambu tajam yang tersembunyi didalam tanah, atau kayu besar berduri yang jatuh dari atas phon besar. Meng Chi akhirnya memerintah semua tentara untuk bergabung kembali dan kabur.
Beberapa jam kemudian mereka menemui rawa-rawa, dan dipenuhi buaya. Ratusan tentara kembali terbunuh di sana. Meng Chi sendiri kehilangan lengan kirinya. Lalu ia kabur bersama ribuan tentara yang tersisa. Ia tidak bisa beristirahat, karena sistem perang tentara Majapahit adalah perang gerilya seperti yang diajukan oleh jendral Chen Mien. Panglima raksasa Mao Ton berhasil menyelamatkan Meng Chi ketika sebuah kayu besar melayang jatuh. Mao Ton menahannya dan melemparnya ke arah pasukan gerilya.
"Ayo lari!!" teriak Mao Ton dengan keras, lalu Meng Chi segera lari pergi.
Mao Ton menahan serangan tentara Majapahit agar Meng Chi dapat kabur lebih jauh. Puluhan tentara Majapahit melepaskan panah beracun, namun itu tidak cukup untuk membunuh panglima raksasa itu. Ia mencabut sebuah pohon didekatnya dan menghajar pasukan Majapahit dengan sadisnya. Tiba-tiba sebuah anak panah melayang menembus matanya. Ia lalu berteriak keras. Tiba-tiba terlihatlah Suwongso di depannya. Mao Ton lalu mencabut keluar anak panah itu dan memakan matanya sendiri. Ia lalu berteriak keras dan memukulkan pohon yang ia cabut ke tanah. Tanah langsung bergoncang dan pohon itu hancur berantakan.
Walaupun badan Suwongso besar namun ia sendiri bergetar ketika menghadapi monster itu. Mao Ton mengeluarkan rantai bola raksasanya dan diayukan secara gila. Namun anak panah yang mengenai mata kananya itu beracun sehingga mata kirinya menjadi buram. Ia tidak dapat melihat kecuali mengayunkan senjatanya secara membabi buta dan gila. Puluhan pohon hancur dan tanah menjadi bolong. Tiba-tiba rantai yang diayunkan itu tersangkut dari antara dua pohon raksasa. Melihat hal itu Suwongso mengambil kapak besar dan memenggal kepala panglima raksasa itu. Mao Ton pada saat itu tidak dapat melihat apa-apa kecuali sebuah bayangan besar menghampirinya. Namun hal itu sudah terlambat. Kepala Mao Ton lepas dari tubuhnya dan Suwongso menjambak rambut itu dan mengangkat kepalanya tinggi-tinggi. Seluruh tentara Majapahit didaerah itu bersorak gembira.
Akhirnya hal itu berlangsung hingga pagi. Meng Chi akhirnya berhasil menemukan jalan keluar dari hutan dan menemui tanah tandus dan berbatu. Dari jauh terlihat beberapa tentara dan ada bendera tanda Raja Wijaya ada dalam barisan itu. Meng Chi bersama ratusan tentara langsung menyerang membabi buta.
"Ha.. Ha.. Wijaya tidak mengira saya bisa keluar dari hutan, dan tidak mempersiapkan tentara disini. Kini matilah kalian" teriak Meng Chi.
Setelah sampai disana ternyata tentara itu adalah tumpukan jerami yang dianyam berbentuk manusia dan diberi baju perang. Ternyata pada pagi itu kabut dan embun membuat Meng Chi tidak bisa melihat jelas dari jauh, maka ia akhirnya masuk perangkap. Tiba-tiba muncullah kabut racun disekitar daerah itu. Para tentara Mongol mengalami kesusahan dalam melarikan diri karena tanah tandus dan berbatu itu, ditambah dengan kelelahan mereka karena telah bertempur semalaman tanpa henti. Akhirnya Meng Chi dan ratusan tentara Mongol mati dalam kabut itu. Dengan kekalahan tentara Mongol menandakan kekuatan kerajaan Majapahit. Raja Wijaya telah berhasil mempersatukan tanah Jawa dan diberi gelar Raden, sehingga semua orang memanggilnya Raden Wijaya. Pada malam itu juga Raden Wijaya mengadakan perjamuan untuk memperingati hari bersatunya kerajaan di Nusantara.
Sebelum pesta itu berlangsung Sinta datang menemui Chen Mien. Begitu mereka bertemu Sinta langsung lari kepelukan Chen Mien dan menangis keras. Tangisan itu adalah tangisan bahagia karena satria idamannya menyelamatkan Nusantara dari bahaya, dan ia sendiri selamat dari tangan Mongol. Tangisan itu didiamkan oleh Chen Mien dengan kecupan mesra dimata Sinta. Kemudian Chen Mien mulai mengelus-elus paha dan pantat Sinta. Putri itu lalu tersenyum dan tertawa.
"Iihh.. Jendral genit," kemudian ia melanjutkan,"Tapi aku tahu yang kamu mau"
Lalu Sinta membuka bajunya hingga setengah sehingga kedua payudaranya terlihat setengah. Kepala Chen Mien langsung masuk menempel ke buah dada itu, dan menjilatinya. Ia juga memegang serta menjilati pundak dan leher Sinta.
"Uh.. Uh.." erangan Sinta karena merasa nikmat, dan tangannya memeluk kepala Chen Mien.
Hal itu dilakukan selama dua puluh menit dan Chen Mien merasa sangat terangsang, maka ia mendorong tubuh Sinta dan menempel didinding. Penis Chen Mien berulang kali digosok-gosokan ke vagina Sinta, payudara Sinta yang menekan ke dada Chen Mien membuatnya merasa makin hangat. Kaki Chen Mien pun digesek-gesekan ke paha Sinta. Tak lama kemudian tangan kanan Chen Mien mengelus serta mengangkat paha kiri Sinta. Elusan itu ke bagian terhalus dari paha yaitu bagian belakang paha. Lalu baju Sinta dibuka semua. Sintapun membuka semua pakaian Chen Mien. Sekarang mereka berdua sudah dalam keadaan telanjang, saling menempel dan terdorong ke dinding. Kedua kaki Sinta disilangkan di pantat Chen Mien, dan tubuhnya terangkat ke udara. Namun karena badan Sinta menempel didinding dengan keras, maka Chen Mien dapat menahannya diatas dengan mudah. Lalu penis langsung dimasukan ke dalam vagina dan proses percintaan pun dilanjutkan. Badan Sinta terdorong ke atas dan kebawah.
Tak lama kemudian Chen Mien merasa capek sehingga kedua lututnya di bengkokkan kedepan sedikit. Kaki Sinta pun terjulur kebawah dan badannya tidak lagi menempel didinding. Ia seperti duduk dipaha Chen Mien yang setengah berdiri. Chen Mien memeluknya dan menghisap dadanya. Tangan Sinta mengacak-acak rambut Chen Mien. Tak lama kemudian Chen Mien sudah kuat kembali dan ia kini mengendong serta mencumbui Sinta dalam waktu bersamaan. Kedua tangannya menahan pantat Sinta. Mereka lalu berciuman dan Sinta mengelus wajah Chen dengan halus. Setelah lama beradu lidah dan berciuman, mulut Sinta pun diangkat dan terlihat liurnya yang mengalir ke dalam mulut Chen Mien.
"Ah.. Ah.." desah Sinta.
Tak lama kemudian mereka berdua mencapai tahap orgasme sehingga sperma dan ovum saling bermuncratan. Badan mereka berdua bergetar sebentar. Kemudian Chen Mien berkata,
"Sinta sayang. Ayo turun dong, aku sudah capek mengendong kamu".
Sinta menjawab, "Aku sudah lemas. Takut ah terlalu tinggi."
Chen Mien sudah sangat capek dan hampir jatuh, "Ah nanti kamu jatuh nih".
Sinta langsung mengesekan pahanya ke pinggul Chen agar ia tidak jatuh sambil berkata, "Ah takut, jangan biarkan aku jatuh dong".
Penis Chen masih menempel di vagina Sinta. Tak lama kemudian Chen Mien kehabisan tenaga dan berkata, "Aku jatuh nih.. Ahh.." kemudian ia jatuh kebelakang sambil memeluk Sinta.
Kemudian mereka berdua tertidur dilantai. Pesta itu menjadi terhambat karena sang Jendral masih beristirahat. Banyak tamu yang hadir berkata, "Wah, pasti ia berjuang dengan sekuat tenaga untuk mempertahankan Nusantara ini".
Dalam pesta itu Suwongso juga belum hadir. Banyak orang yang mengatakan bahwa pertempurannya dalam menghadapi raksasa Mongol Mao Ton terjadi seru, sehingga Suwongso juga butuh istirahat yang panjang. Ternyata Suwongso sedang berada di kamar mandi. Ia sedang mandi air hangat bersama dua wanita cantik. Didalam air hangat penis Suwongso yang sudah berdiri itu dikocok terus-terusan oleh seorang wanita dengan kedua tangannya. Wanita yang kedua sedang mengapit pahanya ke kepala Suwongso, dan vaginanya sedang dijilat.
Lalu setelah lama mengocok penis itu, kedua wanita itu menyabuni badan mereka sendiri lalu menempelkan badan mereka ke Suwongso. Wanita pertama dadanya menempel dan membersihkan daki Suwongso, sedangkan wanita kedua membersihkan penis Suwongso dengan mengapitnya dengan payudaranya. Tangan kiri Suwongso meraba pantat wanita yang diatas, sedangkan tangan kanannya meraba pundak wanita yang dibawah. Penis Suwongso kemudian memuncratkan sperma kewanita yang dibawah. Setelah dada dan perut Suwongso bersih, kini kedua wanita tiduran dan dengan paha mereka, mereka membersihkan kedua kaki Suwongso dengan cara menggosokannya. Jari kaki wanita itu menyentuh dan mengocok penis Suwongso.
Setelah kaki Suwongso bersih, kini wanita pertama menyabuni diri lagi dan bergerak kebelakang Suwongso, lalu membersihkan punggungnya dengan cara mengosokan punggungnya dengan punggung dan payudaranya, sedangkan wanita ke dua membersihkan kepala Suwongso dengan cara menyabuni bulu vaginanya dan mengosok-gosok ke rambut Suwongso. Lalu wanita itu juga membersihkan leher dan dagu Suwongso dengan pantatnya. Setelah punggung dan kepala Suwongso bersih, kedua wanita itu menyabuni pipi mereka dan kemudian membersihkan muka Suwongso dengan kedua pipi mereka. Pipi yang halus itu membersihkan wajah Suwongso dengan pelan. Salah seorang wanita tidak sengaja jatuh karena licin dan vaginanya tertusuk penis.
Suwongso langsung mencapai tahap orgasme dan spermanya memuncrat keluar untuk kedua kalinya. Kedua wanita itu langsung berebutan menghisap penis itu berulang-ulang, Suwongso sudah sangat lemas dan entah sudah berapa kali ia mengalami orgasme saat itu juga. Ia mencoba untuk mengusir kedua wanita itu namun wanita itu tidak mau pergi dan terus menghisap. Suwongso berkata, "Dari mana perwira bodohku menemukan kedua wanita ini. Ah sudahlah biarkan saja apa yang terjadi, terjadilah".
Beberapa saat kemudian badannya sudah bersih dan menghadiri pesta itu. Para tamu kebinggungan karena seluruh badan Suwongso, bersih dan licin tak seperti biasanya. Jendral Chen Mien pun hadir pada saat yang bersamaan. Banyak tamu yang kagum dengan kedua jendral besar ini karena merekalah yang berhasil mempertahankan negeri Nusantara. Chen Mien orang keturunan darah Hokien dari China, jendral sekaligus tangan kanan Raden Wijaya, dan Suwongso orang Jawa, jendral sekaligus tangan kiri Raden Wijaya, keduanya mendapat penghargaan besar dari Raden Wijaya.
Beberapa jam berikutnya pesta pun dimulai, banyak orang hadir dan mendengar pidato Raden Wijaya. Dalam pidatonya Raden Wijaya merasa bangga dapat membangun kerajaan Majapahit dan mempertahankannya sebagai kerajaan terkuat di Nusantara. Raden Wijaya juga berpidato tentang hal hal yang akan ia lakukan dimasa depan untuk memakmurkan seluruh rakyat Nusantara. Raden Wijaya berkata bahwa nama kerajaan Majapahit akan dikenal selama-lamanya oleh anak cucu dimasa depan. Setelah pidato itu para rakyat, bangsawan, jendral, panglima, dan perwira semua menangis terharu karena perang sudah usai, dimana saudara yang terpisah jauh dapat bertemu kembali dalam masa damai itu.
Bahasa Sansekerta digunakan sebagai bahasa persatuan di seluruh Nusantara. Sampai sekarang nama Majapahit masih ada dalam ingatan kita semua. Dunia sudah berputar selama lebih dari delapan ratus tahun, namun sampai sekarang kita masih saja ingat dengan nama negeri yang dibangun oleh nenek moyang kita.
Walaupun benteng istana sudah tidak ada lagi. Kota-kota penuh gedung. Rakyat memakai baju barat, dan semua bergaya barat, namun warisan yang diberikan oleh nenek moyang kita tidak akan pernah hilang dari hati kita. Perkataan Raden Wijaya benar bahwa anak cucu Nusantara akan mengingat kejadian bersejarah ini sampai selama-lamanya, namun dalam perkataan itu ada salahnya juga. Nama Majapahit tidak hanya dikenal oleh anak-anak Nusantara saja, namun seluruh dunia dari timur hingga barat sampai sekarang juga masih mengenalnya. Sejarah dunia mencatat bahwa kerajaan Majapahit adalah satu-satunya kerajaan yang berhasil menangkal serangan dari tentara terkuat di seluruh dunia, yaitu tentara Mongol. Walaupun kerajaan Mongol berhasil menguasai seluruh benua asia, dan setengah dari benua eropa, namun justru dijaman keemasannya itu tentaranya dihancurkan oleh kerajaan Majapahit. Kita sebagai anak cucu Nusantara patut merasa bangga. Jasa nenek moyang dalam membangun negeri ini akan dikenang hingga akhir jaman.
Tamat