Lain-lain
Friday, 21 May 2010
Di balik runtuhnya Quel Thalas
Setelah pasukan Sekutu (The Alliance) berhasil mengalahkan Orc, sisa-sisa Orc diperbolehkan tinggal di daerah mereka asal tidak berbuat keonaran lagi. Namun perdamaian tak berlangsung lama karena munculnya pasukan Undead (bangsa hantu, makhluk mati yang hidup abadi) yang sangat kuat entah darimana asalnya. Mereka menguasai daerah perbatasan dan membunuhi penduduk Human, Elf, maupun Orc. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, bangsa Orc setuju berjuang bersama pasukan Sekutu melawan musuh bersama, Undead. Merasa kuat, pasukan Undead langsung menyerbu jantung pertahanan pasukan Sekutu.
Namun ternyata tentara Sekutu berhasil menghancurkan sebagian besar kekuatan Undead. Semua ini berkat superioritas strategi jenderal-jenderal Sekutu, diantaranya Pangeran Arthas (putra mahkota kerajaan Human, Lordaeron), Lord Uther (pemimpin Orde Paladin, pasukan elit berkuda Lordaeron), Jaina Proudmoore (penyihir putih atau Archmage, putri dari mendiang Admiral Proudmoore), Sylvanas Windrunner (pahlawan wanita elf yang muda dan berani), serta pahlawan baru Thrall (pemimpin muda bangsa Orc dengan ilmu sihir petirnya yang menyambar musuh-musuhnya, Chain Lightning spell).
Sementara pemimpin pasukan Undead, Lich King, yang tanpa jasad berkomunikasi lewat Necromancer (penyihir jahat) bernama Kelth'uzad. Lich King menyadari meski pasukannya lebih kuat dibanding Sekutu, namun mereka tidak memiliki pemimpin perang yang handal seperti musuhnya. Akhirnya ia menjebak pahlawan muda yang emosional, Pangeran Arthas untuk bertempur di pihaknya. Ia memprovokasi Pangeran Arthas ke daerah Frostmourne yang dingin bersalju dan disana ia mengontrol jasad dan keahlian si pangeran. Kini Arthas bukanlah dirinya sendiri namun Lich King yang berada didalamnya.
Pasukan sekutu yang tidak menyangka bahwa Arthas berbalik mengkhinati mereka, dengan mudah dapat dihancurkan. Arthas mendatangi ibukota Lordaeron, membunuh ayahnya sendiri dan mengklaim kerajaan Lordaeron sebagai miliknya. Lord Uther, walau mengalahkan Arthas dalam pertempuran satu lawan satu, akhirnya terbunuh setelah Arthas mengeroyok rame-rame dengan pasukan Undead-nya. Sementara Jaina dan Thrall masing-masing melarikan diri entah kemana.
Sisa tentara Elf segera mundur ke wilayahnya sendiri membuat pertahanan yang kuat. Kuatnya magic elf serta kegigihan perlawanan Sylvanas awalnya mampu merepotkan tentara Undead dan membuat kesal Arthas. Namun sehebat apapun, berkat keunggulan jumlah dan kualitas tentara Undead, akhirnya Undead berhasil mendesak musuh sampai ke ibukotanya. Kini Arthas sedang menyiapkan pasukannya untuk habis-habisan menggempur ibukota Quel'thalas, pertahanan terakhir bangsa Elf.
Sylvanas dan pasukannya yang sedang berpatroli di luar batas kota mengetahui rencana Arthas untuk menyerbu ibukota itu. Ia mengirim pasukannya untuk secara periodik mengganggu persiapan Arthas dan mengirim beberapa pelari-pelari unggulannya ke ibukota untuk memperingatkan mereka. Namun Arthas mengetahui rencana Sylvanas, ia menggunakan pasukan gargoyle-nya membunuhi semua utusan di jalan. Arthas takut para tetua elf di ibukota mengaktifkan sumber magic utama elf, yang kekuatan sucinya bisa jadi membuat pasukannya tak berdaya. Sementara Sylvanas yang yakin kekuatan magic bangsanya mampu mengalahkan Undead dan salah satu dari pelarinya mampu mencapai ibukota, terus melancarkan serangan-serangan yang mengganggu pasukan Undead.
Arthas yang telah sering dibuat kesal oleh Sylvanas menjadi marah dan bersumpah akan membalas Sylvanas. Ia menunda penyerangan ibukota dan membawa sebagian pasukannya menyerang pos Sylvanas. Terjadilah pertempuran yang berat sebelah, karena bantuan yang diharapkan dari ibukota tak kunjung datang sementara pasukan Undead demikian banyaknya. Sementara pasukannya satu persatu habis dibantai musuh, ia bertarung hebat dengan Arthas. Ia memanahi musuh besarnya itu namun tak ada satupun yang mengenainya sampai anak panahnya habis semua. Namun ia tidak takut, ia telah siap menerima kematian. Tapi ternyata Arthas tidak berencana segera membunuhnya.
"Arthas terkutuk, engkau yang telah membunuh ayahmu sendiri dan mengkhianati bangsamu. Engkau boleh membunuhku sekarang, aku tidak takut mati. Mati dalam perjuangan adalah suatu kehormatan bagi elf."
"Hi perempuan elf, berkali-kali engkau merepotkanku, kini saatnya aku membalas dendam kepadamu. Aku tidak akan langsung membunuhmu, namun aku akan merusakmu dan membuatmu terhina selamanya."
"Apa.. Apa yang akan kau lakukan?" Sylvanas mulai bergidik ngeri membayangkan apa yang akan dilakukan Arthas.
"Ha.. Ha.. Ha. Engkau bangsa elf sok suci. Merasa hebat dengan kekuatan magic-mu, menganggap Undead adalah terkutuk. Kini engkau akan kubuat menjadi seperti kami yang terkutuk selamanya. Namun aku akan melakukannya dengan cara yang khusus yang akan membuatmu merasa terhina selamanya. Ha.. Ha.. Ha.."
"Oh, tidak. Jangan. Arthas, kumohon, bunuhlah aku saja. Tapi jangan membuatku terhina untuk selamanya. Aku mohon Arthas. Bukankah kita dulu pernah berjuang bersama-sama. Dimana jiwa ksatria dan rasa belas kasihanmu?"
"Ha.. Ha.. Ha.. Ha. Aku kini bukanlah Human lagi melainkan Undead yang tidak mengenal nilai-nilai itu. Sudah jangan banyak bicara lagi."
(**Bagian yang di-cut oleh Blizzard Entertainment**)
Lalu Arthas mengeluarkan sebotol magic potion (ramuan ajaib) yang berwarna tiga lapis hitam, coklat, dan abu-abu.
"Hmm minuman ini akan segera membuatmu bergairah dan lupa diri. Engkau akan segera melupakan nilai-nilai bangsamu yang sok suci itu."
"Tidak.. Ohh.. Jangan.. Ehmm.. Ehmm.. Glek.. Glek.. Glek."
Mula-mula Sylvanas mencoba meronta melawan tapi apa daya akhirnya terminum juga ramuan yang dituangkan ke mulutnya oleh Arthas.
"Ohh.. Ohh.. Apa yang terjadi pada diriku. Oh dingin sekali, Arthas peluklah aku. Aku kedinginan," kata Sylvanas sambil memeluk Arthas.
"Heheheh. Nah, kini prosesmu menjadi terkutuk dimulai," kata Arthas sambil memeluk Sylvanas dan melumat bibirnya yang merah dengan bibirnya sendiri.
"Ohh," keluh Sylvanas sambil membalas dengan ciuman yang tak kalah hangatnya.
Beberapa saat mereka saling berpagutan, bibir bertemu bibir, lidah bertemu lidah sambil bergulingan di atas rumput. Lalu Arthas merobek baju perang Sylvanas, terlihatlah pakaian khas elf yang berwarna putih. Sekali tarik, lepaslah semua kancing bajunya. Kini tampaklah sebagian kemulusan tubuhnya yang hanya ditutup oleh pakaian dalam yang minim. Sekali lagi, ditariknya pakaian dalam itu, kini tidak ada lagi yang menutupi tubuh Sylvanas.
Tubuhnya yang telanjang bulat itu sangatlah menggiurkan. Terpaan angin pagi membuat wajahnya yang cantik menjadi kemerahan membuatnya makin menarik. Kulitnya yang putih mulus. Rambutnya yang hitam panjang dan lurus itu tertiup angin yang menerpanya. Kedua payudaranya cukup besar meski tubuhnya tinggi langsing. Payudaranya begitu kencang dan kenyal bergerak-gerak dengan bebasnya. Kedua putingnya yang kelihatan sensitif akan sentuhan itu menonjol menantang. Rambut-rambut di sekitar kemaluannya begitu lebatnya juga bergerak-gerak tertiup angin. Melihat ini semua, Arthas menjadi sangat bernafsu sekali. Sejak kecil Sylvanas dibesarkan di bangsa yang menganggap seks sebagai hal yang sakral. Namun ramuan yang diminumnya mengubah unsur magic yang ada dalam dirinya sejak awal itu menjadi energi yang membangkitkan nafsu seks yang menggelora.
Arthas, yang awalnya berjiwa baik, setelah dikuasai oleh Lich King menjadi berubah. Ia kini berdarah dingin tak kenal kasihan dan menggunakan segala cara untuk memenuhi ambisinya. Sementara fisiknya pun juga berubah. Sebelumnya ia adalah orang yang tegap tampan, kulitnya putih, hidungnya mancung. Kini setelah menjadi Undead, kulitnya berubah menjadi hitam, garis-garis wajahnya yang tampan berubah menjadi jelek, kulitnya berkeriput seperti orang tua, urat-uratnya muncul semua, hidungnya yang mancung menjadi bengkok. Saat melihat Sylvanas telanjang bulat, nafsu seksnya menjadi menggelora, terutama karena Lich King yang menguasai tubuhnya begitu lama tak bisa menyalurkannya karena tanpa jasad. Arthas segera melepaskan seluruh pakaiannya sendiri. Nampak penisnya yang hitam dan besar berdiri dengan tegaknya. Urat-uratnya nampak menonjol.
Langsung Arthas menyergap tubuh putih yang telanjang itu, membelainya, menciumi lehernya yang mulus, dadanya menempel ke dada Sylvanas yang empuk. Ia mengecup kedua sisi lehernya dengan ganas, sampai meninggalkan bekas merah di lehernya yang putih. Kemudian ia segera meremas kedua payudaranya, memainkannya, menggesek-gesek pentilnya dengan jari-jarinya. Bibirnya yang hitam segera mengecupi payudara Sylvanas yang putih. Lidahnya yang merah kehitaman menjilati seluruh bagian payudara itu, sampai berakhir di puncaknya, memainkan lidahnya di kedua pentilnya bergantian. Tubuh Sylvanas mengejang, kedua tangannya menjambak rambut Arthas yang kumal itu.
"Oooh Arthas, ooh, ohh, nikmat sekali."
Lalu tangan Arthas meraba-raba paha Sylvanas, merasakan kemulusan kulitnya di sekitar vaginanya, menjamah bulu kemaluannya kemudian menggesek-gesekkan liang vaginanya.
Lalu Arthas berbaring telentang di rumput, penisnya berdiri dengan tegak 90 derajat. Ia menyuruh Sylvanas untuk memuaskannya. Sylvanas mengikutinya dengan patuh. Ia tidur di atas tubuh Arthas, ternyata tingginya sama persis dengannya. Ia menciumi bibir dan memaguti seluruh muka Arthas, dadanya yang putih menonjol menempel di dada Arthas. Perlahan tapi pasti tubuhnya digerakkan ke bawah, menciumi leher, dada, membalas mengecupi dada dan puting Arthas yang berbulu, turun ke perut sampai menjilati daerah kedua pahanya. Sementara bergerak kebawah, dadanya terus menempel di tubuh Arthas, kedua payudaranya bergerak turun dari dada sampai ke bagian kaki Arthas.
Ketika di tengah jalan sampai di penisnya, digesek-gesekkan payudaranya yang montok ke penis itu, lalu dijepit di tengah-tengah payudaranya. Terakhir, dijilatinya batang penis hitam berurat yang berdiri tegak itu. Kepala penisnya yang membesar dimasukkan ke dalam mulutnya dan diemutnya. Lidahnya dengan tangkas dimainkan di kepala penis Arthas. Karena tidak tahan dengan keliaranSylvanas, akhirnya Arthas menyuruhnya berhenti. Kini giliran Arthas yang membalas. Bibirnya yang kehitaman segera menjilati liang vagina Sylvanas, menggerak-gerakkan klitorisnya dan merangsangnya di bagian G-spotnya. Sementara kedua tangannya tak mau tinggal diam segera merengkuh meremas-remas dan merangsang kedua puting Sylvanas yang telah mengeras tanda ia telah terangsang. Badan Sylvanas menggelinjang dibuatnya.
"Ohh.. Ohh.. Ahh.. Ahh.. Ehhmm.. Ahh.. Ahh.. Ahh.. Ahh.. Ahh.. Ahh.. Ahh.. Ohh"
Sampai sini Sylvanas tidak tahan akhirnya ia mengalami orgasme, vaginanya basah kuyup. Bulu-bulu kemaluannya menempel.
Puas karena berhasil "membalas" Sylvanas, Arthas tidur tengkurap, menyuruh Sylvanas"me-massage" punggungnya dengan kedua payudaranya yang montok itu. Setelah bermain beberapa saat, Arthas membuka kedua kaki Sylvanas yang jenjang itu lebar-lebar hampir 180 derajat (kelebihan elf adalah otot-ototnya yang lemas jadi mereka lebih ahli dalam beberapa posisi yang akrobatik). Dengan kekuatan penuh Arthas menyodokkan penisnya masuk seluruhnya ke dalam vagina Sylvanas. Terdengar erangan Sylvanas ketika keperawanannya akhirnya ditembus oleh Arthas.
"Ahh"
Dengan persetubuhan ini proses Sylvanas menjadi Undead telah dimulai karena unsur magic suci dalam tubuh Sylvanas berubah menjadi 'hitam'. Lalu Arthas segera mengocok penisnya di dalam vagina Sylvanas. Tubuh Sylvanas bergetar hebat karenanya, sampai payudaranya berputar-putar mengikuti irama sodokan Arthas.
"Ohh ahh ahh aduh enak ahh ahh ahh ohh enak sekali ahh"
Sylvanas kegelian merasakan kenikmatan yang sebelumnya belum pernah ia rasakan itu, kedua tangannya yang panjang memeluk tubuh Arthas. Ia menerima dengan pasrah dan menikmati kocokan Arthas di dalam tubuhnya itu. Demikianlah kedua orang yang sebelumnya berusaha saling membunuh itu kini saling menikmati satu sama lain. Sementara Arthas (Lich King) merasakan sensasi yang luar biasa karena dirinya yang kotor berhasil menikmati dan memerawani Sylvanas yang suci itu.
Kekuatannya segera bertambah saat ia menyetubuhi Sylvanas, karena magic dalam tubuh Sylvanas berpindah ke tubuh Arthas. Ia menyerap magic dalam tubuh Sylvanas dalam beberapa posisi karena setelah itu berubah jadi doggy style, lalu woman on top, lalu satu kaki diangkat di atas pohon, sambil berdiri, di dalam sungai, di bawah air terjun, dll. Sampai akhirnya setelah semua magic diserapnya, ia menumpahkan spremanya di dalam mulut Sylvanas yang segera ditelannya semua dan dijilati penisnya sampai benar-benar habis. Unsur Undead kini telah mengalir di dalam darah Sylvanas.
Karena kesal dengan perbuatan Sylvanas sebelumnya, dan untuk lebih mencemari lagi, Arthas memanggil lima orang acolyte-nya (acolyte adalah human pemuja Lich King, yang karena kepercayaannya, diperbolehkan melayani Lich King sebagai budaknya. Mereka adalah kelompok terendah di barisan Undead). Lalu Arthas menyuruh mereka untuk menikmati tubuh putih mulus Sylvanas yang telentang telanjang bulat di atas rumput. Kini tubuh Sylvanas yang putih mulus itu dikeroyok rame-rame oleh lima acolyte yang tubuhnya juga telah berubah menjadi hitam itu. Mereka sangat bernafsu sekali karena biasanya mereka hanya boleh menambang emas atau memperbaiki bangunan saja.
Kini mereka boleh menikmati mulusnya pahlawan wanita musuh yang cantik jelita. Dengan semangat yang meluap-luap mereka melampiaskan nafsu mereka ke tubuh mulus Sylvanas. Demikianlah nasib Sylvanas yang sebelumnya adalah gadis pahlawan terhebat elf kini menjadi permainan lima orang buruh kasar pihak undead, jadi pelampiasan nafsu angkatan terendah pihak musuhnya. Namun ia dengan pasrah melayani keliaran permainan mereka bahkan menikmatinya. Kemudian, Arthas memanggil kesepuluh Abominationnya yang terjelek. (Abomination adalah tentara perang elite Undead. Perawakannya mirip manusia, namun lebih tinggi dan besar. Tampangnya jelek. Perutnya buncit dan gerakannya lamban, namun tenaganya sangat kuat. Kulitnya putih kemerahan. Ternyata penisnya besar sekali). Kembali Sylvanas digauli oleh kesepuluh abomination itu yang sebelumnya tidak pernah merasakan nikmatnya wanita. Dengan penuh nafsu mereka menggauli gadis yang telah beberapa kali menyusahkan mereka itu. Aksi balas dendam mereka diwujudkan dengan permainan liar mereka yang bergantian menggilir pahlawan wanita muda elf itu sampai mereka semua puas.
Sylvanas menjadi semakin ternoda oleh unsur Undead namun ia menikmati permainan seks mereka akibat ramuan yang diberikan oleh Arthas itu. Total ia mengalami orgasme 18 kali. Tiga kali oleh Arthas, lima kali oleh para acolyte, dan sepuluh kali dengan para abomination. Sementara Sylvanas mulai sadar kembali dari pengaruh ramuan. Ia menyadari dirinya sudah ternoda begitu banyak dan kesaktiannya sudah lumpuh sama sekali. Namun kini semuanya sudah kepalang basah. Lalu Arthas berkata kepadanya.
"Kini tiba saatnya untuk menggenapi kenistaanmu."
(**Akhir dari bagian yang disensor oleh Blizzard Entertainment)
Lalu Arthas menusukkan pedang pusakanya ke tubuh Sylvanas (tentu saja digambarkan berpakaian lengkap. Namun kini anda tahu apa yang sebenarnya terjadi).
Sehingga terlepaslah roh Sylvanas dari tubuhnya. Dengan begitu Sylvanas akhirnya menjadi Undead yang tidak bisa mati dan terkutuk selamanya. Ia juga merasakan penghinaan selamanya karena jiwanya abadi. Itulah sebabnya mengapa ia begitu membenci Arthas dan menjadi Dark Ranger yang begitu terobsesi membunuh Arthas (Hanya anda, para pembaca www.sumbercerita.com yang tahu alasan yang selengkapnya).
Epilog
Beberapa waktu kemudian, Arthas memerintahkan pasukannya untuk segera menyerbu Quel'thalas yang rupanya tidak siap karena tak ada utusan Sylvanas yang sampai ke ibukota. Dengan mudah dihancurkannya kota tua yang indah itu. Seluruh bangunan dibikin rata dengan tanah, penduduknya dibantai habis dan hancurlah kebudayaan elf yang tua dan luhur itu.
Tamat