Ada apa dengan cintaku

Pagi itu sangat dingin, tapi aku memaksakan diri untuk membuka mataku walaupun sebenarnya ingin tinggal di tempat tidur di bawah selimut yang tebal.
"Aku harus bangun!" hanya itu yang berada di pikiranku sekarang,
Sehingga akupun bangkit berdiri menuju ke kamar mandi. Keadaan memang cepat berubah, sebulan yang lalu aku masih tinggal bersama mama dan papa tiriku, sekarang aku tinggal seorang diri. Dan secara otomatis aku harus mencari biaya hidup sendiri, karena aku tidak mau membebani mama dengan biaya hidupku. Untung aku cepat mendapat pekerjaan yang layak, yang mampu menghidupiku di kota yang cukup mahal ini. Sebuah perusahaan webdesign membutuhkanku sebagai assisten dalam bidang keuangan dan pemasaran.

Hujan rintik-rintik menemaniku memasuki fairground Cebit, salah satu pameran komputer terbesar di dunia yang berlangsung di Hannover. Perusahaan di mana aku bekerja menjadi salah satu pemilik stand di pameran ini. Untuk sementara aku tinggal di sebuah hotel yang lumayan besar di hannover zentrum.

Setelah aku memarkir mobilku dan mulai melangkah ke pintu masuk, aku mendengar suara yang tidak asing. Yah, beberapa orang bertampang Asia sedang berbicara Indonesia. Tidak aku sangka bahwa aku bakal bertemu orang Indonesia di pameran ini, dan hal itu terjadi di hari pertama. Sekilas aku mendengar bahwa mereka sedang membicarakan aku. Seorang yang berdasi biru berkata ke temannya, "wah yang ini pasti blasteran". Dan mereka pun hanya bisa menebak-nebak sambil berbisik. Aku hanya tersenyum, sampai di depan pintu masuk salah satu dari mereka membiarkan aku masuk terlebih dahulu dan secara spontan aku mengucapkan terima kasih dalam bahasa Indonesia. Lama dia terdiam, sampai dia akhirnya mengejarku sambil meminta maaf, dan bermaksud meminta nomor teleponku. Dengan tertawa aku berkata bahwa aku tidak marah, karena tidak ada alasan untuk itu. Tetapi aku tidak memberikan langsung nomor teleponku, aku hanya memberitahu bahwa aku bekerja di salah satu stand di salah satu hall. Hanya sampai di situ pertemuanku dengannya karena aku harus cepat menuju standku.

Kesibukan Cebit yang luar biasa membuatku melupakannya, hingga tiba saat makan siang ketika pintu kantorku diketuk oleh seorang hostes yang bekerja di stand kami yang mengatakan bahwa ada seorang pria yang hendak bertemu denganku. Dengan sedikit heran aku mempersilakan masuk dan ternyata pria Indonesia tadi pagi. Dia mengulurkan tangan kanannya sambil berkata,
"Andre"
Dan saya pun menjawab,
"Lia."
Dia mengajakku untuk makan siang bersama yang langsung kutolak karena banyaknya pekerjaan yang menungguku. Dan diapun mengerti keadaanku. Tak lama kemudian dia kembali lagi sambil membawa 2 kantong kertas yang berisi makanan. Dia masuk ke kantor dan memberikannya kepadaku sembari berkata bahwa aku harus makan. Saat itu hatiku trenyuh, apalagi setelah sekian lama tidak ada orang yang memperhatikanku, akhirnya aku menyuruh dia tinggal untuk makan bersamaku di kantorku. Sekitar 1 jam kami berbincang bincang, dia kembali bertanya tentang nomor teleponku yang akhirnya aku berikan kepadanya. Dia berjanji akan menelponku nanti malam setelah pameran tutup.

Setelah pameran hari pertama berakhir, kami berjanji untuk makan bersama di salah satu restoran di kota. Aku sempat kembali di hotel untuk mandi dan sedikit berdandan. Sekitar jam delapan malam, pintu kamarku diketuk dengan pelan. Aku pun membuka pintu itu dan Andre sudah berdiri di depan pintu. Di lobby menunggu 3 teman Andre lainnya. Di restoran kami banyak berbincang bincang, mengenai bisnis dan segala macam. Dari situ akhirnya aku tahu bahwa dia seorang atasan di sebuah kantor di Taiwan dan 3 orang temannya adalah bawahannya. Mereka sangat menyenangkan dan senang bercanda. Waktu berakhir terlalu cepat, sampai tiba waktunya untuk kembali di hotel. Andre mengantar teman-temannya terlebih dahulu sebelum dia mengantarku sampai depan pintu kamar. Sebelum aku masuk ke kamar dia memegang tanganku dan berkata,
"Lia kamu malam ini terlihat cantik sekali."
Aku hanya bisa mengucapkan terima kasih dan memberikan sebuah ciuman di pipinya sebagai ucapan selamat malam.

Keesokan harinya kami bertemu kembali di tempat parkir dan langsung saling bertegur sapa. Hanya saat ini Andre berani mengusap rambutku dan bertanya apakah aku bisa tidur semalam. Hal seperti ini yang sudah lama kurindukan, satu sisi hatiku mengingatkanku kepada papa tiriku sedangkan satu sisi hati yang lain menginginkan sesuatu yang lebih dari dia. Mungkin dari segi umur, aku sadar bahwa aku lebih menyukai pria yang matang dan berumur. Aku tidak tahu kenapa.

Pada waktu makan siang Andre kembali datang ke standku, sambil membawa setangkai mawar yang langsung diberikan kepadaku. Hatiku pun kembali berbunga dan segera melupakan sakit kepala yang sebelumnya aku rasakan. Kali ini kami berdua makan siang berdua di Munchener Halle, di sana cukup ramai karena pengunjung dan karena musiknya. Kami berbincang bincang mengenai hal privat kami, dan anehnya aku merasa dekat sekali dengan dia. Aku dengan ringan bisa menceritakan semua permasalahanku, tentang kesepianku, tentang sekolahku, tentang mama dan papa tiriku. Dia hanya mendengarkan sembari memberi komentar yang melegakan. Dia menyadarkanku bahwa aku tidak seorang diri di dunia ini yang mempunyai banyak masalah, dan bahwa masih ada orang lain yang bisa dipercaya. Aku pun bertanya tentang dirinya, kemudian dia bercerita bahwa dia pernah bertunangan dengan seorang gadis yang akhirnya dia tinggalkan. Aku sebenarnya cukup heran, dengan umurnya yang hampir 30 dan dengan penghasilannya yang lebih dari cukup serta tampang dan tubuhnya yang menarik kenapa dia belum berkeluarga. Sedangkan aku tahu pasti untuk ukuran orang Indonesia pasti sudah cukup terlambat. Kembali tiba saat untuk berpisah, kami harus kembali ke pekerjaan masing masing.

Hampir pukul satu malam, Andre mengajak untuk pulang. Akhirnya aku harus meninggalkan mobilku di sana karena sudah tidak mungkin lagi aku untuk menyetir. Andre mengantarku ke kamarku, di depan pintu dia hanya menatapku tanpa bicara apa pun. Dari matanya aku tahu apa yang dia inginkan. Aku tidak menyangkal bahwa aku juga menginginkan hal yang sama.

Aku menarik dirinya ke pelukanku. Sambil berciuman dia mendorongku ke kamar sambil menendang pintu hingga tertutup rapat. Dia mengangkatku sembari berciuman dengan gampangnya, dan aku pun melingkarkan kedua kakiku ke pinggangnya. Dia meletakkanku ke ranjang sembari mencoba membuka bajuku. Dia sedikit menemukan kesulitan dalam membuka bajuku, mungkin karena terlalu rumit. Setelah berhasil membuka baju atasku dia meremas buah dadaku sambil mencari bibirku. Sambil berciuman dia membelai-belai vaginaku, sedangkan aku pun mencari penisnya. Tanganku membuka gesper dan membuka kancing celananya. Aku berusaha untuk melepaskan diri dari tindihannya dan aku membuka celananya.

Segera aku menjilat penisnya, mulai dari ujungnya hingga hampir seluruhnya masuk ke dalam mulutku. Tanganku membelai bijinya sambil sekali-kali aku menyedot penisnya. Andre sangat menikmati semuanya itu, dia berusaha untuk mencapai vaginaku, tapi tidak aku biarkan. Aku ingin supaya dia menikmati semua itu. Tetapi ternyata Andre tidak bisa diam saja. Dia menarik kepalaku dan menciumiku dengan kasar, meletakkan tubuhku kembali di tindihannya. Aku hanya merintih, dan memohon supaya dia memulai permainan sesungguhnya. Sebelumnya aku menyodorkan kondom yang tersedia di rak hotel, aku tidak mau menanggung resiko.

Dia pun segera memakainya dan kemudian mengangkat kedua pahaku ke bahunya, dia pun memulainya. Aku menikmati setiap gerakannya, sesekali dia mengangkat pantatku dan memegang pinggangku dan menarik ke arah tubuhnya. Kemudian dia membaringkan diri karena lelah, aku pun mulai mengambil kendali. Aku duduk di atasnya, memasukkan penisnya ke vaginaku, sambil aku menciumi dadanya. Sambil berpelukan kami menyelesaikan semuanya, kami hanya berdiam diri sementara aku masih berada di atasnya. Seakan kami tidak rela waktu kembali bergulir, hingga tiba saatnya Andre untuk pulang ke hotelnya. Tapi malam itu aku tidur dengan berjuta mimpi baru.

Keesokan harinya Andre sudah di depan pintu kamarku lagi, rambutnya terlihat agak basah dan tubuhnya wangi sekali. Sementara aku belum selesai berpakaian. Andre duduk di sofa sambil melihatku berpakaian dan berkata,
"Lia kamu cantik sekali kalau memakai baju itu."
Padahal saat itu aku belum mengenakan apa-apa, hanya pakaian dalam saja. Segera aku melemparkan bantal ke arahnya dan dia hanya tertawa. Selesai berpakaian kami pun segera berangkat. Di mobil kami saling berpegangan tangan dan kadang-kadang saling mencium. Di bagian belakang mobil dia menggantungkan beberapa kemeja dan jas serta dasi, dia menjelaskan bahwa itu persediaan untuk nanti malam karena dia malas pulang malam-malam. Aku hanya tertawa, sambil menggodanya bahwa dia terlalu banyak berharap.

Menjelang siang hari aku memberitahu Andre bahwa aku ada tamu penting dan tidak bisa ikut makan siang. Dia pun mengerti, dan pukul 2 siang, setelah tamuku pulang dia langsung masuk membawa kantong makanan dan sebotol air mineral. Dia mengambil sebuah kursi dan meletakkan di sampingku, mengambil sumpit yang tersedia dan mulai menyuapiku. Pertama kali aku agak malu, tetapi kemudian aku bahkan duduk di pangkuannya. Hal ini sangat menyenangkan sekali. Sesekali kami saling berciuman.

Setelah makanan habis aku kembali berdiri di depannya, kemudian aku berjongkok. Membuka kancing celananya dan mencari apa yang aku mau. Andre hanya menjerit pelan sewaktu dia tahu apa yang aku lakukan, dia menganggap aku gila, tetapi dia kemudian menikmati jilatan-jilatanku. Ujung yang paling sensitif aku permainkan dengan lidahku, dengan sebelah tangan yang mengocok penisnya. Tidak lama kemudian dia mencapai orgasm, aku membersihkan semua sisa-sisanya dengan tisiu basah. Dia duduk sambil berbenah, menutup kembali celananya dan memelukku. Sampai dia sadar bahwa dia harus kembali ke standnya.

Sore harinya kami hanya ingin cepat cepat kembali ke hotelku. Kami menolak semua undangan standparty yang ada. Dalam perjalanan pulang kami sempat membeli makanan untuk makan malam kami. Di hotel kami berendam bersama dengan air hangat, sambil bertukar cerita dan mimpi. Setelah itu kami makan malam, tak lama kemudian kami pun sudah berbaring di atas ranjang. Aku hanya meletakkan kepalaku di dadanya sambil memeluk erat tubuhnya. Tak lama kemudian terdengar dengkuran halus dari Andre, dan aku pun ikut terlelap.

Sekitar pukul 3 pagi aku terbangung karena ada belaian di kepalaku. Andre membelai rambut sambil memandangiku. Mengetahui bahwa aku juga sudah bangun dia memulai untuk mencium bibirku, menarik tubuhku lebih rapat ke tubuhnya. Kami saling berpanggut dan menggigit, dia meremas buah dada dan vaginaku. Ciumannya berlanjut ke bawah, ke puntingku, ke perutku dan ke selangkanganku. Andre menciumi paha bagian dalamku, kemudian klitorisku yang membuatku bergetar hebat. Aku menekan kakiku di punggungnya, menarik rambutnya dan mengerang. Sampai saatnya Andre berdiri dan memakai kondom, kemudian membuka kedua kakiku. Dia memasukkan penisnya dengan pelan seakan takut melukaiku. Aku hanya bisa memejamkan mataku dan menunggu. Permainan kami telah membuat malam itu menjadi indah, segalanya terjadi dengan otomatis, kami mendapatkan apa yang kami inginkan. Hanya tinggal sisa waktu untuk tidur dengan perasaan puas.

Tak terasa hari ini adalah hari terakhir pameran. Sudah 5 hari aku melewatkan hariku bersama Andre. Aku tidak percaya bahwa hari ini adalah hari terakhir buat kami, karena aku harus check out siang hari ini dan Andre pulang ke Taiwan keesokan harinya. Sepanjang perjalanan ke fairground kami hanya berdiam diri, hingga di tempat parkir. Andre mengeluarkan kartu namanya dan beberapa nomor telepon pribadinya. Dia mengharap bahwa hubungan kami tetap berlanjut, dan dia juga mengundangku untuk mengunjunginya di Taiwan. Berat rasa hati mendengar semuanya itu. Kalau waktu bisa berhenti berputar, membiarkan aku bersama Andre tetap bersama.

Aku tidak percaya bahwa ternyata aku masih bisa untuk jatuh cinta, ya aku jatuh cinta kepada Andre. Aku tidak pernah mengungkapkan hal itu kepadanya karena aku tidak yakin akan perasaanku saat itu. Kini aku sadar bahwa aku jatuh cinta. Andre menarik kepalaku ke dadanya, sambil mengeringkan air mataku. Berbisik dia mengucapkan rasa cintanya kepadaku, bahwa dia mengharapkan aku pun begitu. Aku hanya bisa mengangguk pelan tanpa jawaban. Padahal hatiku menjeritkan kata cinta kepadanya, mungkin aku terlalu sombong untuk mengungkapkan, atau aku terlalu takut?

Hari ini sudah hampir 2 minggu sejak cebit berakhir. Andre masih rajin menelponku, dan aku pun selalu menunggu telepon darinya. Tetapi aku tidak mau menaruh banyak harapanku kepada dia. Biarkan waktu yang membuktikan bahwa kami memang berjodoh.

TAMAT